MG BIASA XXI/B
Yos 24:1-2a.15-17.18b;
Ef 5:21-32; Yoh 6:60-69
Masih soal Roti Hidup. Sebelumnya Yesus mengatakan carilah roti kehidupan kekal, yaitu roti yang membuat kenyang abadi. Bekerjalah bukan untuk makanan yang bisa binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal yang diberikan Allah dari surga. Mereka tetap berteriak-teriak minta roti karena sudah tidak ada yang dimakan. Dan kini Yesus mengatakan: ”Akulah roti hidup yang turun dari surga ”, maka orang-orang Yahudi makin bersungut-sungut dan membuat mereka mundur termasuk para murid karena tidak menangkap dan salah paham. Apalagi ketika Yesus mengatakan, ”Akulah Roti Hidup yang turun dari surga, barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal dalam Aku dan Aku dalam dia.”
Bagi para murid Sabda ini sungguh keras, siapa yang mampu menerimanya. Mereka menangkapnya disuruh makan daging dan minum darah manusia. ”Mana mungkin”. Sebab dalam ajaran mereka tidak diperbolehkan makan dan minum darah orang lain.
Karena itulah banyak orang mulai meninggalkan Dia; hanya tinggal beberapa murid saja yang masih bertahan. Lalu Yesus menantang mereka, ”Apakah kamu tidak mau pergi juga?” Dalam ketidakmengertiannya Petrus menjawab: ”Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Sabda-Mu adalah perkataan hidup dan kekal, dan kami telah percaya bahwa Engkau Kristus, Putra Allah”
Itulah iman Petrus yang sungguh besar, walau tidak mengerti dalam ketidakjelasan makna, namun dengan jujur Petrus mengatakan ’ya’ kepada Tuhan. Makna makan daging-Nya dan minum darah-Nya baru dipahami dengan jelas saat Yesus di puncak salib. Pada puncak salib itulah para murid mulai agak mengerti bahwa Tuhan telah wafat, menyerahkan tubuh dan darah-Nya kepada manusia. Sabda itu menjadi jelas setelah kebangkitan dan kedatangan Roh Kudus, mereka semakin paham bahwa semua itu dilakukan oleh Yesus demi keselamatan semua orang. Kesaksian Petrus saat itu membuat semua orang percaya hanya kepada Yesuslah orang akan menerima penebusan dan keselamatan kekal yang dijanjikan Allah. Semuanya semakin jelas bahwa salib dan penderitaan Yesus sungguh diperuntukkan bagi keselamatan semua orang.
Dalam kehidupan sehari-hari pun kita menghadapi tekanan dan salib, yang membuat iman kita sering krisis. Menghadapi keadaan demikian kita harus memilih, pergi meninggalkan Tuhan atau tetap tinggal dalam Tuhan dan mempercayakan persoalan kita kepada-Nya. Jawabannya, ya seperti pilihan Petruslah; kita tetap bertahan dan tinggal bersama Dia, mempercayakan dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan, sama seperti Yosua tetap memilih dan menyembah Tuhan Allah kita. Dari kesaksian Petrus ini membuat kita yang sulit menangkap bahwa makan daging dan minum darah-Nya yang adalah sumber keselamatan kita, berarti menerima dan mengimani Yesus. Dengan jawaban Petrus itu, kita diajak mengimani bahwa Yesus tetap hadir dalam Sabda dan Sakramen Mahakudus. Sabda dan Roti yang Kudus itu sungguh memberi kekuatan dan ketabahan hati kita. (FX. Mgn)
Selasa, 25 Agustus 2009
Rabu, 12 Agustus 2009
EKARISTI ADALAH SANTAPAN KUDUS
MG BIASA XX/B
Ams 9:1-6; Ef 5:15-20; Yoh 6:51-58
Tubuh-Ku benar-benar makanan dan darah-Ku benar-benar minuman
Ketika Yesus mengatakan, Akulah roti hidup yang turun dari surga, maka orang-orang Yahudi makin tidak sepaham dengan-Nya. Apalagi ketika Yesus mengatakan: ”Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, maka kalian tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam kalian” maka orang-orang Yahudi itu makin ribut dan bertengkar sesama mereka.
Dalam hal ini Yesus ingin menjelaskan bahwa diri-Nya adalah sungguh-sungguh makanan dan minuman yang diberikan kepada manusia.
Mereka menjadi marah dan bingung, karena selalu berpikir akan makanan dan minuman yang membuat kenyang perutnya. Mereka tidak bisa membayangkan bagaimana Yesus dapat memberikan daging dan darah-Nya untuk dimakan orang? Mana mungkin orang disuruh makan daging orang dan minum darah orang? Bukankah haram kalau makan darah? Apalagi daging dan darah manusia!
Dalam pikiran mereka tidak bisa menangkap makna terdalam dari pernyataan Yesus. Mereka tetap tertutup untuk mempercayai Yesus. Mereka tidak menangkap keselamatan dalam diri Yesus.
Kita pun sulit menangkap pernyataan Yesus, bagaimana kita harus makan daging-Nya dan minum darah-Nya, kalau kita tidak bisa menerima pernyataan itu dengan iman. Mungkin kita sendiri juga merasakan iman kita belum begitu besar seperti orang-orang Yahudi pada saat itu.
Pada hal bagi Yesus pemberian diri-Nya itu jelas bahwa makan tubuh-Nya dan minum darah-Nya adalah berarti orang harus percaya kepada-Nya dan mau hidup bersama Dia. Pemberian diri itulah yang memang harus Ia berikan pada saat Yesus disalib, suatu pemberian diri secara penuh bagi keselamatan manusia yang percaya.
Menerima Yesus berarti menjalani hidup yang sesuai dengan kehendak-Nya, bukan hidup yang sia-sia dengan tidak mengenal Allah. Maka kenallah Kristus, dengan ajaran-Nya, tanggalkanlah manusia lama dan kenakanlah manusia baru yang benar dan kudus. Mengerti kehendak Allah yaitu hidup dengan kebaikan, kelembutan hati dan hidup dengan penuh kesabaran seorang terhadap yang lain.
Ini bisa kita maknai dan rasakan ketika sambut dalam ekaristi yang akan menyelamatkan kita. Menerima Roti yang akan diberikan-Nya adalah diri-Nya, yang dikorbankan demi kehidupan dunia. Ekaristi adalah santapan kudus, Tubuh dan Darah Kristus, makanan yang bukan hanya mengenyangkan batin atau rohani tetapi juga menyembuhkan serta mengampuni dosa kita dan mengenyangkan sampai kehidupan kekal. Bila kita sambut roti itu, Kristus akan hidup dalam diri kita selama-lamanya. (FX. Mgn)
Ams 9:1-6; Ef 5:15-20; Yoh 6:51-58
Tubuh-Ku benar-benar makanan dan darah-Ku benar-benar minuman
Ketika Yesus mengatakan, Akulah roti hidup yang turun dari surga, maka orang-orang Yahudi makin tidak sepaham dengan-Nya. Apalagi ketika Yesus mengatakan: ”Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, maka kalian tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam kalian” maka orang-orang Yahudi itu makin ribut dan bertengkar sesama mereka.
Dalam hal ini Yesus ingin menjelaskan bahwa diri-Nya adalah sungguh-sungguh makanan dan minuman yang diberikan kepada manusia.
Mereka menjadi marah dan bingung, karena selalu berpikir akan makanan dan minuman yang membuat kenyang perutnya. Mereka tidak bisa membayangkan bagaimana Yesus dapat memberikan daging dan darah-Nya untuk dimakan orang? Mana mungkin orang disuruh makan daging orang dan minum darah orang? Bukankah haram kalau makan darah? Apalagi daging dan darah manusia!
Dalam pikiran mereka tidak bisa menangkap makna terdalam dari pernyataan Yesus. Mereka tetap tertutup untuk mempercayai Yesus. Mereka tidak menangkap keselamatan dalam diri Yesus.
Kita pun sulit menangkap pernyataan Yesus, bagaimana kita harus makan daging-Nya dan minum darah-Nya, kalau kita tidak bisa menerima pernyataan itu dengan iman. Mungkin kita sendiri juga merasakan iman kita belum begitu besar seperti orang-orang Yahudi pada saat itu.
Pada hal bagi Yesus pemberian diri-Nya itu jelas bahwa makan tubuh-Nya dan minum darah-Nya adalah berarti orang harus percaya kepada-Nya dan mau hidup bersama Dia. Pemberian diri itulah yang memang harus Ia berikan pada saat Yesus disalib, suatu pemberian diri secara penuh bagi keselamatan manusia yang percaya.
Menerima Yesus berarti menjalani hidup yang sesuai dengan kehendak-Nya, bukan hidup yang sia-sia dengan tidak mengenal Allah. Maka kenallah Kristus, dengan ajaran-Nya, tanggalkanlah manusia lama dan kenakanlah manusia baru yang benar dan kudus. Mengerti kehendak Allah yaitu hidup dengan kebaikan, kelembutan hati dan hidup dengan penuh kesabaran seorang terhadap yang lain.
Ini bisa kita maknai dan rasakan ketika sambut dalam ekaristi yang akan menyelamatkan kita. Menerima Roti yang akan diberikan-Nya adalah diri-Nya, yang dikorbankan demi kehidupan dunia. Ekaristi adalah santapan kudus, Tubuh dan Darah Kristus, makanan yang bukan hanya mengenyangkan batin atau rohani tetapi juga menyembuhkan serta mengampuni dosa kita dan mengenyangkan sampai kehidupan kekal. Bila kita sambut roti itu, Kristus akan hidup dalam diri kita selama-lamanya. (FX. Mgn)
AKULAH ROTI HIDUP
MG BIASA XIX/B
1 Raj 19:4-8;
Ef 4:30 - 5:2
Yoh 6:41-51
Akulah roti hidup yang turun dari surga.
Waktu itu Yesus mengatakan carilah roti kehidupan kekal, jangan hanya roti yang bisa binasa. Bekerjalah bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal yang diberikan Anak Manusia. Mereka makin habis kesabarannya untuk minta roti karena mengalami bahaya kelaparan dan mereka masih ingin hidup. Dan kini Yesus mengatakan: ”Akulah roti hidup yang turun dari surga ”, maka orang-orang Yahudi makin bersungut-sungut karena tahu persis bahwa Dia itu jelas-jelas anak Yosef dan Maria.
Sejatinya apa yang dikatakan Yesus: ”Akulah Roti Kehidupan. Siapa pun yang makan roti ini tidak akan mati untuk selamanya” adalah pernyataan diri-Nya sebagai yang memberi hidup. Barangsiapa menerima Dia dalam hidupnya, dan menjadikan Dia sumber daya hidup, jelas akan memperoleh kehidupan yang kekal. Dia sungguh menjadi roti kehidupan bagi kita dan bagi banyak orang, seperti yang Ia katakan: ”Roti yang aku berikan adalah diriku sendiri, yang diberikan kepada dunia agar hidup.”
Perdebatan mengenai roti yang memberi daya fisik, sehingga orang lapar dikenyangkan dan tidak mati; berubah menjadi roti dalam pengertian iman, yaitu hidup kekal bersama Tuhan. Hidup beriman kepada Yesus sungguh hidup dalam semangat kebersamaan dan saling menguatkan satu sama lainnya.
Semoga kita sebagai pengikut-Nya, dan sebagai orang yang telah menerima Dia sebagai daya hidup menjadi ”roti kehidupan” bagi banyak orang. Melalui pemikiran dan tindakan kita memberikan inspirasi demi kehidupan orang lain agar lebih meningkat dan lebih baik. (FX. Mgn)
1 Raj 19:4-8;
Ef 4:30 - 5:2
Yoh 6:41-51
Akulah roti hidup yang turun dari surga.
Waktu itu Yesus mengatakan carilah roti kehidupan kekal, jangan hanya roti yang bisa binasa. Bekerjalah bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal yang diberikan Anak Manusia. Mereka makin habis kesabarannya untuk minta roti karena mengalami bahaya kelaparan dan mereka masih ingin hidup. Dan kini Yesus mengatakan: ”Akulah roti hidup yang turun dari surga ”, maka orang-orang Yahudi makin bersungut-sungut karena tahu persis bahwa Dia itu jelas-jelas anak Yosef dan Maria.
Sejatinya apa yang dikatakan Yesus: ”Akulah Roti Kehidupan. Siapa pun yang makan roti ini tidak akan mati untuk selamanya” adalah pernyataan diri-Nya sebagai yang memberi hidup. Barangsiapa menerima Dia dalam hidupnya, dan menjadikan Dia sumber daya hidup, jelas akan memperoleh kehidupan yang kekal. Dia sungguh menjadi roti kehidupan bagi kita dan bagi banyak orang, seperti yang Ia katakan: ”Roti yang aku berikan adalah diriku sendiri, yang diberikan kepada dunia agar hidup.”
Perdebatan mengenai roti yang memberi daya fisik, sehingga orang lapar dikenyangkan dan tidak mati; berubah menjadi roti dalam pengertian iman, yaitu hidup kekal bersama Tuhan. Hidup beriman kepada Yesus sungguh hidup dalam semangat kebersamaan dan saling menguatkan satu sama lainnya.
Semoga kita sebagai pengikut-Nya, dan sebagai orang yang telah menerima Dia sebagai daya hidup menjadi ”roti kehidupan” bagi banyak orang. Melalui pemikiran dan tindakan kita memberikan inspirasi demi kehidupan orang lain agar lebih meningkat dan lebih baik. (FX. Mgn)
Minggu, 09 Agustus 2009
MARIA TELAH DI SANA SEBAGAI PENGANTARA DOA KITA
HR RY SP MARIA DIANGKAT KE SURGA
Why 11:19a; 12:-6a.10b
1 Kor 15:20-26
Luk 1:39-56
Seringkali kita lebih memperhatikan laki-laki daripada perempuan. Tidak menyadari bahwa semua orang dilahirkan oleh seorang perempuan. Seperti Yesus sendiri hadir di dunia ini dilahirkan seorang perempuan yaitu Maria. Sekarang ia sangat populer dan sangat dihormati oleh orang-orang Katolik, namun dalam perjalanan semasa hidupnya dahulu tidak lepas dari cobaan dan tantangan. Sebagai wanita zaman itu ia memperoleh tekanan dan mungkin cemohan oleh lingkungannya.
Maria seperti perempuan-perempuan yang lain sebagai calon seorang ibu yang baru pertama kali mengandung tentu ingin mencari tahu bagaimana ia harus merawat kandungannya dan bagaimana kelak menghadapi persalinan. Ia mengunjungi saudaranya Elisabet yang lebih dahulu mengandung enam bulan (Lk 1:36.
Keduanya mempunyai pengalaman hidup yang luar biasa. Elisabet suami Zakharia yang dianggap mandul harus mengandung di hari tuanya dan akan melahirkan Yohanes Pembaptis. Demikian juga Maria yang masih gadis harus mengandung Putranya dari Roh Kudus.
Kehadiran Maria di rumah Elisabet membuat mereka berbahagia dan bayi yang sedang dikandung Elisabet pun bergejolak gembira, seakan-akan mau menyambut saudaranya yang datang. ”Ibu Tuhanku kenapa engkau sampai datang kepadaku. Berbahagialah engkau dan anak yang sedang kaukandung.”
Maria pun hatinya sangat gembira dan jiwanya memuliakan Tuhan Allah Juruselamat. Maria dengan rendah hati bersyukur kepada Tuhan yang telah melakukan perbuatan-perbuatan yang besar dan telah mengaruniakan rahmat kepada semua orang yang takut akan Allah. Sungguh suatu pertemuan dua pribadi yang akrab dan menggembirakan. Pertemuan yang mengungkapkan kegembiraan dengan memuji keagungan Tuhan yang telah mengaruniakan segalanya kepada mereka.
Kita pun merasakan bahwa Kristus sebagai buah sulung menyayangi kita sebagai milik-Nya dan Ia juga memberikan Maria sebagai ibu kita. Dalam suasana dan semangat disayangi Tuhan itulah, diharapkan bahwa pertemuan kita dengan sesama manusia entah saudara atau orang lain dapat menimbulkan kegembiraan dan kebahagiaan dalam Tuhan.
Seperti ketika kita melakukan ziarah di tempat-tempat khusus. Kita semua merasa satu yang sama-sama disayangi Tuhan. Kita sama-sama mau belajar rendah hati, mau membuka hati kepada Tuhan melalui sesama kita. Kita sama-sama memuji dan memuliakan Tuhan serta memanjatkan doa-doa permohonan dari yang biasa hingga yang amat khusus kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Terkabul dan tidaknya permohonan kita selanjutnya terserah kepada Tuhan. Kita serahkan kepada Tuhan sama seperti Maria menyerahkan dirinya kepada Tuhan katanya: "Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanmu!" (Lk 1:38).
Maka sudah selayaknya Gereja merayakan Maria diangkat ke surga dengan seluruh jiwa dan raganya. Perayaan ini mengungkapkan apa yang kita imani sesuai yang diajarkan oleh Paus Pius XII pada tahun 1950. Peristiwa Maria diangkat ke surga dapat menjadi ungkapan kepercayaan akan masa depan kita semua, baik laki-laki atau pun perempuan pada suatu saat akan kembali kepada Tuhan di surga. Bersama Maria yang sudah di sana, adalah perempuan pertama sebagai pengantara doa kita. (FX. Mgn)
Why 11:19a; 12:-6a.10b
1 Kor 15:20-26
Luk 1:39-56
Seringkali kita lebih memperhatikan laki-laki daripada perempuan. Tidak menyadari bahwa semua orang dilahirkan oleh seorang perempuan. Seperti Yesus sendiri hadir di dunia ini dilahirkan seorang perempuan yaitu Maria. Sekarang ia sangat populer dan sangat dihormati oleh orang-orang Katolik, namun dalam perjalanan semasa hidupnya dahulu tidak lepas dari cobaan dan tantangan. Sebagai wanita zaman itu ia memperoleh tekanan dan mungkin cemohan oleh lingkungannya.
Maria seperti perempuan-perempuan yang lain sebagai calon seorang ibu yang baru pertama kali mengandung tentu ingin mencari tahu bagaimana ia harus merawat kandungannya dan bagaimana kelak menghadapi persalinan. Ia mengunjungi saudaranya Elisabet yang lebih dahulu mengandung enam bulan (Lk 1:36.
Keduanya mempunyai pengalaman hidup yang luar biasa. Elisabet suami Zakharia yang dianggap mandul harus mengandung di hari tuanya dan akan melahirkan Yohanes Pembaptis. Demikian juga Maria yang masih gadis harus mengandung Putranya dari Roh Kudus.
Kehadiran Maria di rumah Elisabet membuat mereka berbahagia dan bayi yang sedang dikandung Elisabet pun bergejolak gembira, seakan-akan mau menyambut saudaranya yang datang. ”Ibu Tuhanku kenapa engkau sampai datang kepadaku. Berbahagialah engkau dan anak yang sedang kaukandung.”
Maria pun hatinya sangat gembira dan jiwanya memuliakan Tuhan Allah Juruselamat. Maria dengan rendah hati bersyukur kepada Tuhan yang telah melakukan perbuatan-perbuatan yang besar dan telah mengaruniakan rahmat kepada semua orang yang takut akan Allah. Sungguh suatu pertemuan dua pribadi yang akrab dan menggembirakan. Pertemuan yang mengungkapkan kegembiraan dengan memuji keagungan Tuhan yang telah mengaruniakan segalanya kepada mereka.
Kita pun merasakan bahwa Kristus sebagai buah sulung menyayangi kita sebagai milik-Nya dan Ia juga memberikan Maria sebagai ibu kita. Dalam suasana dan semangat disayangi Tuhan itulah, diharapkan bahwa pertemuan kita dengan sesama manusia entah saudara atau orang lain dapat menimbulkan kegembiraan dan kebahagiaan dalam Tuhan.
Seperti ketika kita melakukan ziarah di tempat-tempat khusus. Kita semua merasa satu yang sama-sama disayangi Tuhan. Kita sama-sama mau belajar rendah hati, mau membuka hati kepada Tuhan melalui sesama kita. Kita sama-sama memuji dan memuliakan Tuhan serta memanjatkan doa-doa permohonan dari yang biasa hingga yang amat khusus kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Terkabul dan tidaknya permohonan kita selanjutnya terserah kepada Tuhan. Kita serahkan kepada Tuhan sama seperti Maria menyerahkan dirinya kepada Tuhan katanya: "Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanmu!" (Lk 1:38).
Maka sudah selayaknya Gereja merayakan Maria diangkat ke surga dengan seluruh jiwa dan raganya. Perayaan ini mengungkapkan apa yang kita imani sesuai yang diajarkan oleh Paus Pius XII pada tahun 1950. Peristiwa Maria diangkat ke surga dapat menjadi ungkapan kepercayaan akan masa depan kita semua, baik laki-laki atau pun perempuan pada suatu saat akan kembali kepada Tuhan di surga. Bersama Maria yang sudah di sana, adalah perempuan pertama sebagai pengantara doa kita. (FX. Mgn)
Selasa, 04 Agustus 2009
BERMURAH HATI
ARWAH I
2 Mak 12:43-46
“Sungguh suatu pikiran yang mursid dan saleh memikirkan kebangkitan.”
2 Kor 5:1.6-10
“Kita telah disediakan rumah di surga.”
Mat 25:31-46
“Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukan untuk Aku .”
Kematian.
Perjalanan kehidupan kita yang tak terelakkan adalah saat kematian. Maut itu kenyataan keterbatasan hidup kita. Hidup kita mempunyai awal dan mempunyai akhir. Dengan demikian segala sesuatu yang kita lakukan di dunia ini bersifat terbatas dan fana, tetapi bukan berarti sia-sia. Berhadapan dengan misteri kematian yang penuh kegelapan, ada kepastian bahwa Tuhan Yesus telah wafat dan mendahului kita agar kita dituntun oleh-Nya menunju Bapa dalam kebangkitan.
Mendoakan arwah sebagai ungkapan kasih.
Kematian tidak memutuskan hubungan kita dengan orang-orang yang sudah meninggal. Walaupun kita tidak bisa melihat mereka lagi, namun kita tetap merasa bersatu, mempunyai ikatan dengan mereka. Cinta kita kepada mereka tidak berhenti kendati kematian membuat kita dan mereka hidup dalam dunia yang berbeda. Kematian orang yang kita cintai bahkan membuat kita terdorong untuk makin mencintai. Kalau kita berdoa, itulah ungkapan kasih kita. Lebih-lebih bagi Saudara yang sekarang kita doakan, semoga ia memperoleh kebangkitan dan keselamatan kekal. Itulah makna kebersamaan kita dengan Saudara kita yang telah mendahului kita.
Hikmah dari kematian.
Kita semua satu saudara dalam iman tentu ingin tahu lebih jauh bagaimana keadaannya dan tempat tinggalnya yang baru sekarang? Menurut Rasul Paulus kita semua tidak perlu khawatir karena Tuhan telah menyediakan rumah yang layak dan nyaman di surga. Dengan disediakan rumah berarti Saudara yang telah mendahului kita telah menjadi keluarga Allah. Ia telah terpilih sebagai “domba” dari kelompok domba dan kambing dan memperoleh ganjaran kekal.
Bagaimana dengan kita?
Kita pun bisa masuk dalam kelompok domba, sepanjang kita selalu setia dan melakukan hal-hal yang dikehendaki Allah, yaitu memiliki pribadi kemurahan hati dan belas kasihan terhadap sesama. Dengan meringankan penderitaan orang lain sama halnya telah melayani Yesus dalam rupa manusia yang menderita. (FX. Mgn)
SATU HARUS JATUH MENGHASILKAN BANYAK BUAH
ARWAH II
Dan 12:1-3
“Semua orang yang sudah tidur dalam debu tanah akan bangun.”
Rm 6:3-4.8-11
“Kita yang mati bersama Kristus akan hidup bersama Kristus.”
Yoh 12:20-33
“Aku datang ke dunia untuk menarik semua orang datang kepada-Ku .”
Kematian yang pasti datang.
Peristiwa kematian memang tidak disukai setiap manusia. Seringkali jiwa kita berontak berhadapan dengan peristiwa kematian, lebih-lebih bila kematian itu menimpa anggota keluarga kita yang kita cintai. Kita lupa bahwa justru di balik peristiwa kematian ada kehidupan, yaitu kehidupan baru yang kekal.
Hikmah dari kematian.
Pernyataan Kristus tentang biji gandum yang mati memberi harapan kepada kita, yaitu: “Jika biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika mati, ia menghasilkan banyak buah.” Kristus sendirilah biji gandum itu: Ia rela mati agar menghasilkan banyak buah. Buah-buah itu ialah kita. Yesus pun langsung mengundang kita juga untuk ditaburkan di dunia ini, dan rela mati untuk menghasilkan banyak buah. Itulah misteri kesengsaraan yang subur. Rasul Paulus pun bersaksi, bahwa kita yang mati bersama Kristus akan hidup bersama Kristus. Kita yang dibaptis berarti mati bersama Kristus supaya boleh bangkit bersama Kristus. Dengan dibaptis yang menyatukan kita dengan Kristus, dosa kita dibenamkan dalam kematian Kristus kemudian hidup hanya bagi Allah. Seperti Kristus dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian pula kita mulai menjalani hidup yang baru di surga.
Kematian sebagai jalan menuju kehidupan kekal.
Dari situlah semua orang yang sudah tidur dalam debu tanah akan dibangunkan oleh Yesus dan kita yang sudah tertulis dalam kitab akan memperoleh hidup kekal. Yesus berkata, bahwa orang yang merelakan nyawanya di dunia ini demi Dia akan dipertahankan-Nya untuk hidup kekal dan dimuliakan Allah. Hal ini sesuai dengan janji-Nya bahwa setelah Ia ditinggikan dari bumi ini, kita akan ditarik untuk berbahagia bersama-Nya di surga.
Bagaimana dengan saudara kita?
Kematian, dengan ini bukan lagi suatu kemalangan dan kehampaan hidup, tetapi sebuah jalan menuju kehidupan baru yang bersama Allah. Kepergian Saudara ini patut dilihat sebagai suatu peristiwa iman dan rahmat Allah. Kita yakin bahwa dia sekarang disambut oleh Allah dalam kebahagiaan kekal. (FX. Mgn)
BERSIAP SIAGA
ARWAH III
Keb 3:1-9
“Jiwa orang benar ada di tangan Allah, ….”
Rm 8:31b.35.37-39
“Siapa pun tidak akan dapat memisahkan kita dari Allah dalam Kristus.”
Luk 12-32-40
“Bersiap siagalah, karena Anak manusia datang pada saat yang tidak kamu sangka-sangka.”
Mengenang dan mendoakan.
Memperingati arwah Saudara yang sudah meninggal artinya: di samping mendoakannya, kita juga mengenangnya selama ia masih bersama-sama dengan kita hidup di dunia. Sekarang ia dengan kita memang beda tempat, namun tetap bersatu dalam hati dan nantinya kita akan berkumpul lagi menyempurnakan hubungan kita. Bagaimana keadaannya sekarang di alam baru? Hal ini kita serahkan kepada Tuhan. Kita hanya percaya ia akan mendapat tempat yang baik dan layak, malah juga hidup tenteram dan bahagia.
Karena apa?
Seperti yang kita ketahui bahwa Saudara kita ini selama masih di dunia telah melakukan yang benar tentu jiwanya ada di tangan Allah. Ia percaya kepada Allah dan setia akan panggilannya sebagai ciptaan Tuhan. Apa yang telah dibaktikan selama di dunia merupakan perwujudan kasih kepada Allah dan sesama. Kalau pun Saudara kita ini mengalami kematian dan telah meninggalkan kita beberapa waktu, kita yakin bahwa ia akan menjadi bagian orang-orang pilihan karena selalu berharap kepada Allah.
Menyikapi peristiwa kematian.
Seperti yang dikatakan Rasul Paulus bahwa, siapa pun tidak akan dapat memisahkan kita dari Allah dalam Kristus. Kita yang percaya kepada Allah dalam Yesus Kristus memperoleh jaminan keselamatan dan memperoleh pembelaan. Hidup dan mati kita tidak akan dipisahkan dari kasih Allah dalam diri Kristus. Yang perlu kita sadari bahwa, peristiwa kematian itu akan dialami semua orang, namun ketika panggilan itu datang, tidak semuanya dapat menerima kenyataan ini.
Bagaimana dengan kita?
Sebaiknya bersiap-siagalah selalu, siaga dengan hidup utama dan jujur, takut akan Allah dan menjauhi kedurhakaan. Bersiap-siagalah karena kita tidak mengetahui kapan Tuhan akan datang, memanggil kita. Dengan berjaga-jaga, kita akan menjadi seperti hamba-hamba yang didapati berjaga-jaga ketika tuannya datang. Karena kita siap siaga, Tuhan Allah juga akan senang/lega hati-Nya. Kita akan dipanggil, tidak supaya melayani, tapi malah diajak duduk makan dan berpesta di surga abadi. Semoga. (FX. Mgn)
Sabtu, 01 Agustus 2009
CARILAH ROTI HIDUP
MG BIASA XVIII/B
Kel 16:2-4.12-15;
Ef 4:17.20-24;
Yoh 6:24-35
Barangsiapa datang kepada-Ku takkan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku takkan haus lagi.
Dalam kesulitan ekonomi di mana banyak orang kelaparan, begitu mendengar khabar ada pembagian makanan gratis mereka akan datang berduyun-duyun untuk memperolehnya. Entah di mana pun tidak pandang siapa yang memberi yang penting dapat pembagian dan perut bisa diselamatkan. Hal ini juga menunjukkan babwa jumlah orang miskin atau yang berkekurangan dalam hal makan di negara kita masih cukup banyak.
Seperti dalam Injil tadi dikisahkan orang berbondong-bondong mencari Yesus karena melihat mukjizat Yesus menggandakan roti, mereka ingin makan roti lagi agar tidak lapar lagi. Mereka itu hanya mencari rotinya yang dapat punah, tetapi tidak mau menerima si pembuat roti itu yang akan selalu memberi kehidupan. Mereka tidak melihat bahwa di balik mukjizat itu sebenarnya mereka harus melihat bahwa Yesus adalah Tuhan yang datang di tengah-tengah mereka. Bahwa Yesus sendiri adalah roti kehidupan yang menghidupkan banyak orang. Dialah roti yang tidak kunjung habis bila percaya kepada-Nya.
Yesus tahu apa yang ada dalam pikiran mereka, maka Yesus menyindir mereka dan berkata: ”Sebenarnya kamu mencari Aku itu bukan karena tanda-tanda tetapi karena kamu telah kenyang makan roti (Yoh 6:26). Maka kalau mau makan kenyang bekerjalah untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu.”
Mereka bertanya kepada Yesus, ”Apa yang harus diperbuat supaya dapat mengerjakan yang dikehendaki Allah; dan Yesus menjawab bahwa mereka harus percaya kepada Dia yang diutus Allah.”
Orang-orang itu marah meninggalkan Yesus. Mereka masih minta tanda apa yang membuktikan bahwa Ia yang diutus Allah. Padahal mereka sudah melihat tanda-tanda itu dan bahkan menikmati tanda itu, hati mereka tetap tertutup kepada Allah. Hati mereka hanya melihat roti dan tidak melihat Yesus sang roti kehidupan.
Memang tidak semua orang dapat begitu saja percaya. Tidak semua orang dapat dengan mudah melihat tanda-tanda yang diberikan Tuhan dalam hidup ini. Di sini diperlukan kerendahan hati dan keterbukaan hati untuk rela digerakkan oleh semangat Tuhan sendiri.
Melihat kisah tadi, kita pun mencari Yesus bukan karena Sabda-Nya dan pengajaran-Nya tetapi karena roti. Kita datang ke gereja hanya karena ”roti kecil” Sakramen Maha Kudus, yang penting komuni. Maka tidak malu-malu kalau datang di gereja terlambat tetapi pulang duluan, yang penting sudah terima komuni. Di dalam gereja bukannya berdoa tetapi ngobrol mumpung ketemu teman-temannya. Apa lagi khotbah romonya kurang menarik, mendingan main HP saja.
Semoga sindiran Yesus tadi menyadarkan kita semua bahwa ke gereja itu bukan hanya kewajiban tetapi merupakan kebutuhan, maka perlu persiapan. Bukan hanya datang sekedar terima komuni tetapi ada kerinduan bertemu dengan Tuhan dan mendengarkan firman-Nya serta menerima ajaran-Nya.
Dalam menjalani hidup pun kita harus sadar bahwa bukan hanya mengejar "roti yang bisa binasa” saja, tetapi mengejar roti yang tidak binasa yaitu roti kehidupan kekal. Seperti sabda-Nya: “Akulah roti hidup, barangsiapa datang kepada-Ku takkan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku takkan haus lagi.” (FX. Mgn)
Kel 16:2-4.12-15;
Ef 4:17.20-24;
Yoh 6:24-35
Barangsiapa datang kepada-Ku takkan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku takkan haus lagi.
Dalam kesulitan ekonomi di mana banyak orang kelaparan, begitu mendengar khabar ada pembagian makanan gratis mereka akan datang berduyun-duyun untuk memperolehnya. Entah di mana pun tidak pandang siapa yang memberi yang penting dapat pembagian dan perut bisa diselamatkan. Hal ini juga menunjukkan babwa jumlah orang miskin atau yang berkekurangan dalam hal makan di negara kita masih cukup banyak.
Seperti dalam Injil tadi dikisahkan orang berbondong-bondong mencari Yesus karena melihat mukjizat Yesus menggandakan roti, mereka ingin makan roti lagi agar tidak lapar lagi. Mereka itu hanya mencari rotinya yang dapat punah, tetapi tidak mau menerima si pembuat roti itu yang akan selalu memberi kehidupan. Mereka tidak melihat bahwa di balik mukjizat itu sebenarnya mereka harus melihat bahwa Yesus adalah Tuhan yang datang di tengah-tengah mereka. Bahwa Yesus sendiri adalah roti kehidupan yang menghidupkan banyak orang. Dialah roti yang tidak kunjung habis bila percaya kepada-Nya.
Yesus tahu apa yang ada dalam pikiran mereka, maka Yesus menyindir mereka dan berkata: ”Sebenarnya kamu mencari Aku itu bukan karena tanda-tanda tetapi karena kamu telah kenyang makan roti (Yoh 6:26). Maka kalau mau makan kenyang bekerjalah untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu.”
Mereka bertanya kepada Yesus, ”Apa yang harus diperbuat supaya dapat mengerjakan yang dikehendaki Allah; dan Yesus menjawab bahwa mereka harus percaya kepada Dia yang diutus Allah.”
Orang-orang itu marah meninggalkan Yesus. Mereka masih minta tanda apa yang membuktikan bahwa Ia yang diutus Allah. Padahal mereka sudah melihat tanda-tanda itu dan bahkan menikmati tanda itu, hati mereka tetap tertutup kepada Allah. Hati mereka hanya melihat roti dan tidak melihat Yesus sang roti kehidupan.
Memang tidak semua orang dapat begitu saja percaya. Tidak semua orang dapat dengan mudah melihat tanda-tanda yang diberikan Tuhan dalam hidup ini. Di sini diperlukan kerendahan hati dan keterbukaan hati untuk rela digerakkan oleh semangat Tuhan sendiri.
Melihat kisah tadi, kita pun mencari Yesus bukan karena Sabda-Nya dan pengajaran-Nya tetapi karena roti. Kita datang ke gereja hanya karena ”roti kecil” Sakramen Maha Kudus, yang penting komuni. Maka tidak malu-malu kalau datang di gereja terlambat tetapi pulang duluan, yang penting sudah terima komuni. Di dalam gereja bukannya berdoa tetapi ngobrol mumpung ketemu teman-temannya. Apa lagi khotbah romonya kurang menarik, mendingan main HP saja.
Semoga sindiran Yesus tadi menyadarkan kita semua bahwa ke gereja itu bukan hanya kewajiban tetapi merupakan kebutuhan, maka perlu persiapan. Bukan hanya datang sekedar terima komuni tetapi ada kerinduan bertemu dengan Tuhan dan mendengarkan firman-Nya serta menerima ajaran-Nya.
Dalam menjalani hidup pun kita harus sadar bahwa bukan hanya mengejar "roti yang bisa binasa” saja, tetapi mengejar roti yang tidak binasa yaitu roti kehidupan kekal. Seperti sabda-Nya: “Akulah roti hidup, barangsiapa datang kepada-Ku takkan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku takkan haus lagi.” (FX. Mgn)
Langganan:
Postingan (Atom)