SELAMAT DATANG DAN SELAMAT BERJUMPA

Senin, 31 Januari 2011

KAMULAH GARAM DAN TERANG DUNIA

MG BIASA V (A)
Minggu, 6 Februari 2011

            Yes 58:7-10;             
            1 Kor 2:1-5;          
Mat 5:13-16

Dalam Injil hari ini, Yesus mengatakan bahwa kita ini adalah garam dan terang dunia. Garam yang tidak asin lagi mending dibuang saja dan terang yang tidak bisa menerangi sekitar, tidak berguna. Selanjutnya Yesus mengatakan bahwa, ”Agar orang lain yang melihat perbuatanmu yang baik, memuliakan Bapamu yang di sorga.
Yesus tidak sembarangan mengambil perumpamaan garam. Seorang yang suka memasak tahu persis bahwa garam sangat penting dalam membuat racikan masakannya. Bayangkan masakan tanpa garam akan terasa hambar, tetapi kalau terlalu banyak garam akan merusak rasa. Masih banyak sekali manfaatnya garam.  Di samping membuat rasa enak juga mengawetkan. Ikan laut yang dikenal menjadi ikan asin sampai sekarang ini, awalnya digarami agar tidak membusuk.

Menyikapi pernyataan Yesus bahwa kita disebut sebagai garam dunia, kita diminta sembari tetap dalam proses Roh Kudus untuk menggarami dunia. Kita harus menjadi garam dunia terlebih dahulu, baru kemudian kita bisa menjadi terang dunia. Pada saat semua orang bisa mengecap atau merasakan dan menikmati kebaikan kita, maka pada saat berikutnya kita bisa menerangi dunia ini. Kita harus menjadi berkat bagi orang lain terlebih dahulu, baru kemudian bisa menjadi terang bagi dunia ini. Dengan mendahulukan kebaikan, apapun yang kita sampaikan kepada semua orang, pasti akan didengarkan. Sikap dan perilaku kita di tengah-tengah masyarakat, dapat mempengaruhi sikap serta perilaku banyak orang. Yesus meminta agar kita hidup sebagai garam dan terang dunia; Maksudnya, kita harus bisa menghadirkan pencerahan hidup kepada banyak orang melalui sikap serta perilaku yang menabur banyak berkat dan membawa berkat bagi orang-orang di sekitar kita.
Apakah kita sudah melaksanakannya? Minimal untuk lingkungan yang dekat dengan kita misalnya keluarga, lingkungan, wilayah? Untuk menjadi garam, berarti kita harus mengasini lingkungan. Apakah rasa asin itu bisa dirasakan oleh orang lain. Atau jangan-jangan, garam itu sudah hambar alias tidak asin lagi. Kalau demikian, memang garam itu harus dibuang karena tidak bermanfaat lagi.
Demikian juga mengenai menjadi terang. Cahaya terang harus mampu menerangi banyak orang. Terang itu memberikan cahaya agar orang lain menerima cahaya kebenaran Ilahi. Kalau sumber terang itu tidak mampu memberikan cahaya terang, maka terang itu artinya sudah padam. Yang jelas Yesus menandaskan kepada kita jadilah garam yang mampu mengasinkan orang lain, atau jadilah terang yang mampu menerangi orang lain.
Inilah perutusan kita untuk melaksanakan perintah Yesus menjadi garam dan terang. Bagaimana agar garam itu tetap asin, dan agar terang itu tetap menyala. Menurut Yesaya kita harus berbagi kepada sesama yang kesulitan ekonomi, yang lapar dan memperhatikan gelandangan, serta mereka yang telanjang karena tidak mempunyai pakaian. Inilah yang akan memampukan garam tetap asin dan terang tetap bercahaya, yaitu yang mampu menggarami orang banyak dan juga memberi cahaya orang lain. Seperti harapan Yesus, ”Berbuatlah baik demi kemuliaan Allah saja, sehingga perbuatan-perbuatan baikmu akan mampu mengundang orang lain untuk memuliakan-Nya juga.” (FX. Mgn)

Senin, 24 Januari 2011

BERBAHAGIALAH ORANG YANG MISKIN DI HADAPAN ALLAH

MG BIASA IV (A)
Minggu, 30 Januari 2011

Zef 2:3;3:12-13
1Kor 1:26-31
Mat 5:1-12a

Injil hari ini mengatakan, mereka yang berbahagia adalah ”orang-orang yang miskin di hadapan Allah karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga.” Bagaimana orang miskin bisa bahagia? Orang miskin itu ya susah, sengsara dan menderita karena serba kekurangan, tidak mempunyai harta kekayaan dan tidak berdaya. Menurut Sabda Bahagia tadi bertentangan dengan harapan dan kenyataan.

Tetapi yang dimaksud miskin di hadapan Allah adalah orang yang tidak mempuyai harta apa pun dan tidak ada akses kepada siapa pun untuk mengharapkan pertolongan, sehingga hanya percaya dan mengandalkan bantuan Allah. Orang miskin yang hanya bisa memohon kepada Allah dan bergantung pada-Nya itu yang akan memperoleh kebahagiaan dan menjadi warga Kerajaan Surga. Hanya orang yang menyadari ketidakberdayaan dan ketidakmampuan dirinya sendiri serta mengandalkan kuasa Allah, akan menerima karunia dan berkat yang tak terpisahkan dari Kerajaan Surga.
Kebahagiaan orang miskin bukan karena keadaan mereka yang miskin dan melarat tetapi karena ikut ambil bagian dalam karunia dan pemerintahan Allah. Karunia itu bukan saja kelak di surga yang akan datang, tetapi sekarang juga di bawah pemerintahan Allah yang sedang dijalankan di dunia ini. Orang yang rendah hati dan mempercayakan dirinya kepada kuasa Allah, sekarang sudah diperhatikan dan dilindungi Allah melalui pelayanan Yesus dan para utusan-Nya. Perlindungan itu akan menjadi penuh dan sempurna di masa mendatang, di bumi yang baru yaitu surga.

Bagaimana dengan kita?
Orang miskin menderita, itu sudah biasa. Menjadi luar biasa kalau orang miskin yang terhimpit aneka kesulitan itu tetap bersikap rendah hati dan berusaha hidup sesuai kehendak Allah. Harus diakui, bahwa yang disampaikan dalam Sabda Bahagia itu berat, tidak mudah dan menuntut perjuangan yang tidak ringan. Tetapi bila kita bisa ”bersemangat miskin” dan berserah kepada Tuhan secara penuh akan lebih tenteram hidup kita. Kita tetap gembira meski hidup sederhana karena yang kita pegang adalah Tuhan. Orang yang pasrah dan menyerahkan diri kepada Tuhan itulah yang berbahagia menurut Kitab Suci. Harapan dan cintanya hanya tertuju kepada Allah. Allah menjadi pusat utama dan pertama dalam kehidupan kita sebagai manusia.

Marilah kita kembali merenungkan Sabda Bahagia itu, yaitu bersemangat papa di hadapan Allah, rendah hati, lembah lembut, murah hati, suci hati dan menjadi pembawa damai walau menghadapi penganiayaan serta dicela dan difitnahkan segala yang jahat. Sebab dianiaya dan menderita demi kebenaran sesuai kehendak Allah, kelak akan menerima ganjaran besar di surga. (FX. Mgn)

Senin, 17 Januari 2011

BERTOBATLAH KERAJAAN SURGA SUDAH DEKAT

MG BIASA III (A)
Minggu, 23 Januari 2011

Yes 8:23b-9:3;
1 Kor 1:10-13.17;
Mat 4:12-23

Pernahkah Anda mengalami lampu listrik padam? Bagaimana perasaan Anda; pasti takut, kacau, dan tidak bisa beraktivitas. Apakah usaha Anda untuk mengatasi kegelapan itu? Dan bagaimana perasaan Anda ketika lampu listrik menyala? Yang pasti, kemudian timbul sorak sorai kegirangan. Gelap dan terang itu sebagai gambaran hidup kita ini.
Gelap. Hidup yang diwarnai keributan, percekcokan, pertengkaran, perseteruan dan peperangan itu merupakan hidup dalam kegelapan maut. Semau gue, masa bodoh, acuh tak acuh, tidak mau tahu itu juga merupakan kegelapan maut. Masih banyak lagi saudara kandung dari kegelapan maut itu: iri, dengki, sirik, tinggi hati dan sombong.
Terang. Dan Terang itu mengusir kegelapan. Fajar yang merekah di timur menghalau kegelapan malam, dan hari pun menjadi pagi. Datangnya terang membawa kelegaan dan suka cita. Hidup dalam Terang adalah kebalikan dari semua yang terkandung dalam kegelapan tadi.

Injil hari ini dengan begitu yakin memberi kesaksian bahwa manusia yang hidup dalam kegelapan telah melihat terang. Ramalan Nabi Yesaya tersebut tergenapi dalam Yesus Kristus dan warta yang Dia bawa. Yesus memulai karya pewartaan Injil dengan memberitakan: “Bertobatlah sebab Kerajaan Allah sudah dekat.”
Yesus adalah Terang besar yang datang ke dunia membawa terang besar, membuat suka cita dan bahagia umat manusia. Yesus Sang Terang itu akan mengalahkan kegelapan maut dan memberikan kehidupan kepada kita. Maka kita harus menyambut dan menerima Terang itu. Seperti orang-orang di tanah Zebulon dan Naftali menyambut sinar Terang dengan bersorak sorai dan bersukacita sesuai janji Allah yang diramalkan oleh Yesaya. Sama senangnya ketika kita merasakan lampu menyala, setelah baru saja mengalami kegelapan lantaran listrik padam.
Namun untuk menyambut Terang itu, orang harus bertobat dan menerima pewartaan Yesus Kristus, seperti yang terjadi pada diri para murid pertama, Simon Petrus dan Andreas dalam Injil hari ini. Yaitu kita harus keluar dari kegelapan maut itu dan keluar dari situasi yang kacau, menghindari percekcokan dan pertengkaran serta perseteruan, meninggalkan perilaku semau gue, keluar dari jalan kekelaman dan keluar dari hidup yang bergelimang dosa. Kita harus seia sekata dengan meninggalkan semangat memecah belah serta mengupayakan kesatuan dan persudaraan, seperti yang dikatakan Santo Paulus pada bacaan kedua hari ini.
Bertobat sebagai dasar menerima Tuhan dan percaya kepada-Nya. Dan agar kita bisa keluar dari itu semua kita harus menanggapi ajakan Yesus yaitu bertobat, karena Kerajaan Surga sudah dekat. Bahkan Kerajaan Surga itu sudah sangat dekat, sudah ada di tengah-tengah umat manusia dalam diri Yesus sendiri. Inilah memang inti pewartaan Kabar Gembira, yaitu agar setiap manusia bertobat, membuka hati terhadap cinta Tuhan yang besar, yaitu datangnya Sang Terang yang besar.
Menyikapi hal ini marilah kita mulai saat ini berhenti mengolok dan menghina, berhenti dari hanya melihat kesalahan orang orang lain tetapi menyadari kelemahan kita masing-masing. Ingat akan Sabda Yesus, “Bertobatlah, Kerajaan Allah sudah dekat! “ (FX. Mgn)

Senin, 10 Januari 2011

INILAH ANAK DOMBA ALLAH YANG MENGHAPUS DOSA DUNIA

MG BIASA II (A)
Minggu, 16 Januari 2011

Yes 49:3.5-6;
1 Kor 1:1-3;
Yoh 1:29-34

Kadang-kadang saya merasa senior lalu menganggap remeh para yunior. Seringkali saya membanggakan diri bahwa semuanya ini bisa terjadi, karena saya sebagai orang pertama yang merintis dan membesarkannya. Karena sayalah kalian bisa menjadi orang, coba kalau dulu tidak ada saya mau jadi apa kalian?

Sifat-sifat ini tidak ada dalam diri Yohanes Pembaptis yang merupakan orang pertama mempertobatkan orang banyak. Yohanes adalah utusan Allah dan ia diberi kuasa membaptis banyak orang sebagai tanda pertobatan, tetapi tidak membuatnya sombong lalu meninggikan diri. Hal ini bisa kita perhatikan ketika Yesus datang kepadanya, Yohanes langsung menyambut-Nya dengan mengatakan, ”Lihatlah Anak Domba Allah, yang menghapus dosa dunia.” Yohanes tidak kecewa atau merasa tidak menjadi pusat perhatian lagi, karena ia menyadari sebagai orang yang diutus Allah hanya mempersiapkan jalan bagi kedatangan Mesias.
Mesias yang ditunggu-tunggu benar-benar telah datang dan berada di depan dirinya. Yohanes telah melihatnya sendiri dan mengingatkan dirinya ketika ia membaptis-Nya dengan air. Dari situ ia melihat Roh yang turun dari langit seperti burung merpati hinggap di atas-Nya. Yohanes mengakui Mesias membaptis dengan Roh Kudus dan ia memaklumkan pada khalayak bahwa Dialah Anak Domba Allah.
Yesus sebagai Anak Domba Allah pun lebih merendahkan diri. Walaupun Ia adalah Tuhan tetapi tidak lalu meninggikan diri-Nya. Ia setia akan tugasnya datang ke dunia untuk menyelamatkan umat manusia dari lembah dosa. Ia mau turun ke dunia masuk dan hidup bersama manusia dan ikut merasakan bagaimana jerih payahnya manusia. Ia taat akan perintah Bapa-Nya dan rela menderita sampai wafatnya di kayu salib demi kita.

Kehadiran seseorang bisa mengubah sikap kita, bisa positif, bisa sebaliknya. Jika yang hadir Tuhan sendiri, pastilah daya positif yang dialirkan dalam diri kita. Apakah kita merasakan kehadiran Allah dalam diri kita? Kalau kita mau jujur Mesias yang datang ke dunia dengan segala pengorbanan-Nya menunjukkan cinta-Nya kepada umat manusia. Ia datang dan mengasihi kita dengan tidak memperhitungkan dosa-dosa kita tetapi karena terdorong oleh cintanya pada kita. Ia membela kita dengan menyerahkan diri-Nya seutuhnya bagi keselamatan kita.

Bagaimana dengan kita?
Sebagai pengikut-Nya sudah selayaknya kita mau lebih menyadari kelemahan kita dan memasrahkan diri kepada-Nya. Tidak pantas kita membanggakan diri seolah-olah semuanya karena  keberhasilan kita. Sebagai orang orang tua akan lebih pantas disebut sebagai sandaran keluarga, bila mau menyerahkan seluruh dirinya demi keselamatan keluarganya. Rela meninggalkan segala kesenangan pribadi demi keluarga dan bangga kalau keluarganya hidup dengan tenteram dan damai. Keberhasilan mereka nampak dari sikap anak-anaknya yang berbakti pada orang tuanya. Anak-anak akan bangga atas pengorbanan orang tuanya yang telah mengantar mereka sukses dalam hidupnya. Sebuah gambaran keluarga yang mau menyambut kehadiran Sang Anak Domba Allah yang datang menyelamatkan umat manusia. Keluarga yang berusaha menjadi terang bagi sesama, agar supaya keselamatan dari Allah nyata sampai ke ujung bumi.
Marilah dengan rela dan penuh syukur mau menghadiri undangan perjamuan Sang Anak Domba Allah, serta berusaha menjadi keluarga yang mensyukuri karunia dari Allah Bapa dan dari Tuhan Yesus Kristus.  (FX. Mgn)

Senin, 03 Januari 2011

INILAH PUTRA KESAYANGAN-KU, IA BERKENAN DI HATI-KU

PESTA PEMBAPTISAN TUHAN (A)
Minggu, 9 Januari 2011

Yes 42:1-4. 6-7;
Kis 10:34-38;
Mat 3:13-17

Dalam kotbahnya Yohanes Pembaptis mengajak semua orang agar bertobat dan dibaptis sebagai tanda pertobatan, karena kerajaan Allah sudah dekat. Banyak orang berbondong-bondong mengikuti anjuran Yohanes serta minta dibaptis. Dalam rombongan itu ada Yesus yang tidak berdosa ikut masuk dalam barisan orang pendosa dan Ia pun minta dibaptis. Ketika Yesus dibaptis oleh Yohanes, Yohanes menolak sambil berkata, ”Akulah yang seharusnya Engkau baptis, tetapi kenapa Engkau datang minta dibaptis?”
Dari pernyataan  tersebut menunjukkan bahwa sikap Yohanes Pembaptis yang menempatkan kedudukan Kristus lebih tinggi dari pada dirinya. Yohanes Pembaptis menyebut Yesus sebagai “yang lebih berkuasa dari padaku” sehingga Yohanes tidak layak untuk melepaskan kasut-Nya. Sebab bagi Yohanes Pembaptis hanya Yesus saja yang dapat membaptis manusia dengan Roh Kudus dan api. Hanya Yesus saja yang dapat membawa pemulihan dan penebusan dosa oleh kuasa Roh Kudus. Sedangkan dirinya hanya diutus oleh Allah untuk membaptis umat Israel dengan air sebagai tanda pertobatan.
Tetapi kemudian muncul pertanyaan, “bukankah Yesus dibaptis oleh Yohanes Pembaptis dengan menggunakan air di sungai Yordan?” Apabila memang Yesus dibaptis oleh Yohanes Pembaptis dengan air, bukankah berarti baptisan yang diterima oleh Yesus tersebut juga sebagai tanda pertobatan? 

Baptisan Yohanes Pembaptis memang baptisan untuk pertobatan bagi setiap orang yang berdosa. Tetapi Yesus yang bersedia dibaptis oleh Yohanes Pembaptis pada hakikatnya sebagai penggenapan kehendak Allah, yaitu bahwa Yesus menerima perutusan Bapa untuk menyelamatkan manusia dari dosa. Tugas itu dilakukan dengan menjadi senasib dengan situasi manusia yang paling buruk, yaitu dosa. Dengan menjadi senasib manusia, Dia akan bisa membawa manusia terangkat dari martabatnya dan diselamatkan. Jadi makna dari baptisan yang diterima oleh Yesus pada hakikatnya sebagai wujud dari sikap ketaatan-Nya yang mutlak kepada kehendak Allah; walaupun Dia adalah Anak Allah, Yesus bersedia memposisikan diri-Nya sama dengan umat manusia yang berdosa. Kristus bersedia merendahkan diri-Nya di tengah-tengah kehidupan umat manusia.
Dengan peristiwa baptisan di sungai Yordan tersebut dipakai oleh Allah bukan sebagai sarana bagi Yesus untuk mengaku dosa dan bertobat sebagaimana yang dilakukan oleh orang banyak; tetapi justru dipakai oleh Allah untuk mengurapi dan menahbiskan Yesus menjadi seorang Mesias. Pengurapan-Nya sebagai Mesias diteguhkan oleh suara Allah yang berkata: “Inilah Putra kesayangan-Ku, Ia berkenan di hati-Ku.” Suatu ungkapan yang menyatakan bahwa Dia adalah sungguh Putra Allah yang memang diutus Bapa ke dunia. Melalui pengurapan-Nya sebagai Mesias, Yesus kini menyandang gelar “Mesias” atau “Kristus” sebab Dia telah diurapi oleh Allah dengan Roh-Nya.
Yesus walaupun Mesias yang penuh dengan kuasa dan Roh Allah, dengan tulus Dia bersedia untuk merendahkan diri-Nya di sungai Yordan. Dalam perendahan diri-Nya, Kristus menjangkau dan merangkul semua umat agar memperoleh keselamatan dari Allah. Kristus tidak pernah membiarkan orang-orang yang putus-asa dan kehilangan semangat menjadi binasa. Karena itu dengan perendahan diri-Nya, Kristus dapat menolong dan memulihkan setiap orang yang telah putus harapan dan kehilangan semangat hidup.

Bagaimana sikap kita?
Bagi kita yang sudah dibaptis dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus, adalah baptisan pertobatan sekaligus baptisan untuk bergabung dalam kasih Allah Tritunggal, Bapa, Putra dan Roh Kudus; diharapkan bisa mewujudkan kasih kepada sesama. Sikap Kristus tersebut perlu kita kembangkan dan sebarkan di berbagai aspek kehidupan ini, yaitu sikap saling mengasihi. Dengan sikap saling mengasihi akan banyak orang mengenal Dia, bahwa Yesus adalah penyelamat dunia. Karena siapa pun orangnya yang menerima Dia akan diselamatkan. (FX. Mgn)