Minggu, 7 Maret 2010
Kel 3:1-8a.13-15;
1Kor 10:1-6.10-12;
Luk 13:1-9
Masa Prapaskah adalah masa perlunya bertobat. Yesus menyerukan pentingnya pertobatan. Hidup tanpa pertobatan akan menderita dan tidak memperoleh kebahagiaan di akhir zaman. Buah dari penolakan pertobatan adalah ”penyiksaan” di akhir hidupnya. Apa maksudnya?
Apakah orang yang tidak mau bertobat, ”matinya” nanti akan mengalami penyiksaan dengan dikeroyok orang banyak dan dibantai beramai-ramai? Bukan! Gambaran penyiksaan tadi hanya ingin mengatakan bahwa, orang yang tidak mau bertobat akan kehilangan kegembiraan dalam perjalanan hidupnya. Sepanjang hidupnya tidak ada ketenangan dan kedamaian lagi.
Misalnya seseorang yang membunuh, berzinah, mencuri atau menipu, ketika perbuatannya ketahuan orang lain akan mengalami ketakutan dan keresahan. Contoh lain seseorang yang korupsi, awalnya mereka merasa senang karena bisa memperoleh kesempatan korupsi dan memperkaya diri. Tetapi setelah ketahuan bahwa kekayaan yang mereka nikmati itu dari hasil korupsi, mereka akan menuai perasaan malu dengan keluarga atau tetangga dan selalu dikejar-kejar rasa bersalah, rasa diawasi ke mana pun pergi. Untuk menutupi kesalahannya orang itu akan membuat pembenaran kesalahannya dan merancang penipuan lainnya, dengan tidak mengaku dan mencari pengacara. Bisa dibayangkan, orang itu bukan ketenangan yang diperoleh, melainkan kegelisahan dan kegundahan terus-menerus.
Bagaimana dengan diri kita?
Harus diakui bahwa, sekecil apa pun semua manusia pasti pernah bersalah. Tidak bisa orang membandingkan diri dengan orang-orang lain lebih bersalah, untuk membenarkan dirinya. Kalau kita masih diberi kesempatan hidup sekarang ini, berarti kita masih diberi kesempatan untuk bertobat. Ini seperti pohon ara yang masih diulur usianya hingga satu tahun, seperti Injil hari ini. Oleh pengurus kebun masih berusaha mencangkul sekeilingnya dan memupuk, mudah-mudahan mau berbuah.
Pohon ara adalah simbol diri kita masing-masing. Hidup kita diumpamakan pohon yang setiap hari dipelihara, dicintai, dibimbing dan diarahkan Tuhan. Tentu akan sedih bahkan marah pemilik pohon ini, bila pohon kehidupan kita tidak menghasilkan buah apa-apa. Seperti kata Yesus, mereka ini harus ditebang, dimusnahkan karena tidak ada faedahnya. Apa lagi kalau kita malah membanding-bandingkan kesalahan sendiri dengan hanya melihat kesalahan orang lain, ”seolah kesalahan saya lebih kecil daripada kesalahan mereka.” Yesus mengingatkan, ”Apakah kamu kira, kamu akan lebih baik dari nasib mereka? Kalau kamu tidak bertobat, kamu akan mengalami hal yang sama”
Lalu pertobatan yang bagaimana yang harus kita lakukan?
Dengan masih diberi kesempatan hidup ini, mestinya kita berani menyusun kembali kehidupan baru dengan membuat perubahan, meskipun dasarnya tetap hidup lama. Mulai membenahi hidup dan pohon kehidupan kita dengan menyirami, memberi pupuk dan mencabuti rumput yang tumbuh dalam pohon kehidupan kita agar menghasilkan buah. Memupuk pohon kehidupan kita dengan Sakramen Tobat, mohon bimbingan dan pengarahan agar hidup kita sejalan dengan kehendak Tuhan. Tidak harus menunggu kita sudah tua baru membenahi hidup; bisa terlambat. Kita bersyukur karena masih diberi kesempatan bertobat. (FX. Mgn)