DENGAN SIKAP RENDAH HATI DAN JUJUR MENERIMA TUHAN DALAM HIDUP KITA
Yes 61:1-2a.10-11;
1 Tes 5:16-24;
Yoh 1:6-8.19-28.
Ketika itu saya membaptis orang tua yang sudah sakit parah. Selama hidupnya orang tua itu sangat rindu ingin hidup seperti anak-anaknya, yang semuanya Katolik. Niat dan keinginan orang tua itu sudah cukup lama tetapi karena tidak bisa baca tulis, keinginannya tertunda. Karena kondisi kesehatannya mulai menurun, oleh anak-anaknya minta agar orang tuanya bisa dibaptis. Setelah dibaptis orang tua itu meninggal. Selang seminggu saat peringatan arwah orang tua itu, ada seseorang yang mempermasalahkan baptisan tersebut. Katanya, ”Saudara bukan pastor, kenapa membaptis orang?”
Kejadian itu mengingatkan saya pada bacaan Injil hari ini ketika orang Yahudi dari Yerusalem yang mengutus beberapa imam dan orang-orang Lewi bertanya kepada Yohanes Pembaptis, ”Siapakah engkau dan mengapa engkau membaptis, jikalau engkau bukan Mesias, bukan Elia, dan bukan nabi yang akan datang?” Yohanes pun mengaku terus terang bahwa ia bukan Mesias, dengan rendah hati mengatakan, ”Aku hanyalah orang yang berseru-seru di padang gurun, luruskanlah jalan Tuhan! Seperti yang telah dikatakan nabi Yesaya.” Selanjutnya Yohanes mengatakan, ”Aku membaptis dengan air, tetapi ditengah-tengahmu berdiri Dia yang tidak kamu kenal, yaitu Dia, yang datang kemudian daripadaku.”
Seperti Yohanes yang diragukan oleh beberapa orang Farisi yang diutus menanyakan siapakah dia sebenarnya, "kok berani-beraninya membaptis", saya pun diragukan ketika membaptis seorang tua yang sudah mau meninggal di atas tadi. Memang yang berhak membaptis orang itu adalah pastor, tetapi dalam keadaan darurat siapapun bisa membaptis asal orang yang membaptis itu sudah dibaptis. Sebenarnya saya juga tidak layak untuk membaptis orang, tetapi daripada tidak membaptis lebih baik saya salah membaptis orang. Rasanya jiwa orang tua itu harus terselamatkan berkat pembaptisan itu, sebab yang diterima dalam pembaptisan itu bukan sekedar mencurahkan air di dahinya tetapi yang dihadirkan adalah Bapa dan Putra dan Roh Kudus sendiri.
Semoga kita mau belajar dari Yohanes Pembaptis yang sederhana dan jujur, tidak mengaku-aku sebagai Mesias yang dinanti-nantikan kedatangannya. Yohanes berpedoman, biar aku menjadi kecil, asal Tuhan menjadi besar. Yohanes dengan tegas menjawab orang-orang banyak katanya, ”Aku bukan nabi, aku bukan Mesias, aku bukan Elia. Suatu sikap yang sungguh ksatria, berani mengakui diri siapa sebenarnya. Suatu sikap yang sungguh jujur dan terbuka, sehingga dapat menempatkan Tuhan di tempat yang sesungguhnya. Kata Yohanes, ”Membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak.” Kiranya dengan sikap rendah hati dan jujur menerima Tuhan dalam hidiup kita merupakan sikap yang diharapkan dari kita bila mempersiapkan diri untuk menerima Tuhan dalam hidup kita, maupun di hari natal nanti.
Marilah menyambut kehadiran Tuhan dengan menyiapkan hati yang penuh keterbukaan, seperti Tuhan selalu menawarkan diri untuk menyapa, mencintai dan mau tinggal bersama kita. (FX. Mgn).