“BERBAHAGIALAH MEREKA YANG TIDAK MELIHAT, NAMUN PERCAYA"
Kis 4:32-35; 1Yoh 5:1-6; Yoh 20:19-31
Seringkali kita mendengar bahwa orang yang percaya kepada Tuhan disebut orang beriman. Namun orang yang beriman, tidak sekedar mengatakan bahwa aku percaya kepada Tuhan. Orang kalau beriman mestinya harus nyata dalam kehidupan, dan merasakan bahwa Tuhan beserta kita. Lalu bagaimana dengan iman kita?
Yesus sesudah wafat dan dikuburkan, tiga harinya Ia dibangkitkan dari orang mati. Bisa kita bayangkan betapa bahagianya perasaan hati Yesus ketika Ia dibangkitkan dari orang mati. Tentu sangat gembira dan bahagia. Kebahagiaan Yesus ditunjukkan pertama-tama kepada para wanita yang akan merawat makam-Nya. Kenapa Yesus menampakkan diri-Nya? Hal ini supaya diwartakan kepada segala bangsa di dunia terutama kepada Petrus dan para murid-Nya. Lalu bagaimana kenyataannya? Ternyata tidak semua murid-Nya langsung percaya begitu saja. Salah satunya Thomas, yang menyanggah: “Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya.” Atas tidak kepercayaan Thomas itu, maka Yesus menegor Thomas yang kurang percaya yang menuntut bukti akan penampakan Tuhan bagi dirinya.
Yesus justru memuji orang yang percaya kepada-Nya yang tanpa meminta suatu penampakan atau bukti. ”Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya.” Sikap Thomas rupanya sering menjadi sikap kita. Iman kita sering goyah kala kita menghadapi tantangan. Kita lari dari Yesus dan sering lebih percaya kepada kekuatan lain, lebih percaya isu atau kabar burung, dan omongan warung kopi.
Dalam Injil hari ini, Yesus menuntut dari para murid-Nya supaya mereka tetap percaya kepada-Nya dan kehadiran-Nya, walaupun Ia akan hanya akan hadir beserta mereka melalui Roh Kudus. Percaya selalu berarti pasrah kepada Tuhan tanpa banyak tuntutan atau bukti. Sebenarnya nasihat Yesus kepada Thomas juga ditujukan kepada kita. Kita tidak harus membuktikan dulu setelah melihat atau meraba Ia secara inderawi. Sebaliknya kita harus percaya bahwa Ia tetap dan selalu hadir di tengah-tengah kita melalui teman seperjalanan dalam iman dan sakramen-sakramen-Nya. Yesus akan menyertai kita selalu, kapan pun dan di mana pun seperti yang pernah Ia katakan kepada kita, bahwa “di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka” (Mat 18:20). Iman demikianlah yang dituntut Yesus hidup dalam diri kita. Sebab tanpa merasakan bahwa disertai Yesus, maka iman kita sia-sia.
Iman yang benar ialah kerelaan kita berserah diri kepada Allah dan rela melaksanakan perintah-Nya. Sedangkan perintah yang utama ialah mencintai Allah dan sesama. Hal ini telah dilakukan oleh umat Gereja perdana dalam mewujudkan iman mereka dalam hidup. Mereka lebih mengutamakan kesejahteraan bersama daripada diri sendiri. Dan mereka pun tidak memiliki sikap mumpung. Bagaimana dengan kita? Seharusnya kita yang telah dipersatukan dalam ekaristi harus lebih rela berbagi, karena iman tanpa perbuatan adalah sia-sia. Iman yang diwujudkan dalam kehidupan nyata akan mendatangkan berkat bagi kita.
Marilah mohon berkat Allah agar iman kita kepada Yesus semakin diteguhkan dan mampu mewujudkannya dalam kehidupan nyata, walau belum pernah melihat Dia namun kita percaya akan sabda-Nya, “Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya.” (FX. Mgn)
Teman-teman yang baik. Saya ada di blog ini karena ingin belajar dan menimba pengalaman dari teman-teman. Ini juga yang mendorong saya untuk bisa menuangkan apa yang ada dalam pikiran saya serta merupakan sarana olah raga melatih otak agar tidak cepat pikun. Dari sini pula saya memperoleh tempat sekedar untuk menulis apapun yang tiba-tiba suka muncul di benak saya. Saya tidak tahu apakah ini berguna untuk mereka yang membacanya atau tidak - silakan Anda sendiri yang mengujinya. Kalau susunan katanya agak kacau, mohon maaf, saya memang tidak punya latar belakang jurnalistik. Saya hanya mencoba menuliskannya. Di samping itu bisa merupakan sarana saling berbagi atau sharing dengan sesama teman. Ternyata di sekitar hidup saya banyak teman seperjalanan seperti saya yang sama-sama tinggal menunggu panggilan mempunyai pengalaman hidup yang mungkin berguna bagi kita. Semoga bermanfaat - Tuhan Memberkati. Amin.
Nama saya Margono, nama pemberian orang tua. Nama itu tidak akan saya ubah.
Margo artinya jalan, No artinya ana (ada). Jadi dalam kesulitan apa pun selalu ada jalan. Bukan berarti saya dilahirkan di tengah jalan, tetapi benar saya lahir melalui jalan.
Saya adalah awam biasa, seorang kepala keluarga dengan 1 istri dan 3 anak, yang laki-laki 2 orang dan perempuan 1 orang. Cucu saya 5 orang. Saya sudah tidak bekerja. Kegiatan saya hanya membaca atau menulis kalau mau, nonton TV, berkebun dan jalan-jalan sebagai olah raga. Bercanda dengan keluarga: istri anak-anak atau cucu. Berdiskusi dan sharing, bahkan berdebat kalau perlu demi kebersamaan keluarga.
Saya sangat bersyukur kepada Tuhan, karena di usia yang senja hampir 72 tahun masih diberi kesehatan yang baik. Semoga kesempatan ini dapat saya pergunakan untuk bertobat.
Tetap semangat!!!