"DENGAN SALING BERBAGI AKAN TERJADI KESEIMBANGAN”
Keb
1:13-15; 2:23-24;
2 Kor
8:7.9.13-15;
Mrk
5:21-24.25b-43
Kepala
rumah ibadat yang bernama Yairus, anak perempuannya yang berumur duabelas tahun
sakit parah dan hampir mati. Yairus minta kepada Yesus agar datang ke rumahnya
untuk menjamah dan menyembuhkan anaknya. Namun, belum sampai Yesus tiba di
rumah Yairus, anak itu sudah meninggal dunia. Para tetangga ikut sedih atas
kematian anak itu. Karena anak itu sudah mati, banyak orang mentertawakan Yesus
ketika Dia mengatakan bahwa anak itu tidak mati, tetapi hanya tidur. Mereka
tidak percaya bahwa Yesus punya kuasa untuk membangkitkan orang mati.
Tanpa menghiraukan omongan banyak orang, Yesus mengajak Petrus, Yakobus dan
Yohanes serta orang tua anak itu masuk ke kamar di mana anak itu dibaringkan.
Mereka yang diajak Yesus itu adalah yang punya kepercayaan bahwa Yesus bisa
berbuat sesuatu untuk menolong mereka. Dan kepercayaan inilah yang ditanggapi
Yesus. Yesus memegang tangan anak itu dan berkata, ”Hai anak-Ku, Aku berkata
kepadamu, bangunlah” Seketika itu juga anak itu bangun dan berjalan. Anak itu
hidup kembali. Seluruh keluarga menjadi penuh kesukaan, dan orang-orang lain
menjadi takjub.
Yesus mau dan rela berbuat apa saja demi keselamatan umat manusia. Seluruh
hidup Yesus memang dibagikan kepada kita. Itulah yang diajarkan kepada kita
agar kita juga mau berbagi sesuai dengan kelebihan yang kita miliki
masing-masing. Hidup berbagi inilah juga yang disuarakan lagi oleh Rasul Paulus
kepada umat di Korintus pada bacaan kedua hari ini. ”Maka hendaklah sekarang
ini kelebihanmu melengkapi kekurangan mereka, agar kelebihan mereka kemudian
melengkapi kekurangan kamu. Dengan saling berbagi akan terjadi keseimbangan.
Untuk apa kita menumpuk harta, sementara mereka di sekitar kita serba kelaparan
dan anak-anak mereka tidak bisa sekolah? Mungkin saja kita setiap Minggu bisa
beribadah di tempat ibadah yang megah dan berpendingin ruangan. Tetapi apakah
sadar banyak diantara kita tidak bisa ke gereja karena keterbatasannya. Untuk
pergi ke tempat ibadah pun harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Tidak
mungkin orang tinggal di kota ini pergi ke suatu tempat biar dekat sekalipun,
tanpa mengeluarkan biaya untuk naik kendaraan. Tentu berbeda dengan di kampung
sejauh apapun bisa jalan kaki. Kenapa kita harus menghukum mereka dengan
membiarkan mereka tidak bisa ke gereja. Seringkali kita malah menghukum mereka
yang sedang mengalami kesulitan dengan mengatakan, ”Biar saja. Salah sendiri,
kenapa tidak mau berusaha?”
Menjadi pertanyaan bagi banyak orang, apakah kita sudah ”kaya dalam pelayanan
kasih?” Apakah kita sudah bisa disebut kecukupan dalam iman, dalam perkataan
dan pengetahuan; kalau kita tidak peduli dan belum membantu mereka yang
kekurangan. Kenapa kita tidak peduli kepada mereka, bahkan membenci mereka?
Kepedulian kita kepada mereka bukan berarti memanjakan mereka.
Bagaimana
seharusnya?
Kita
mesti belajar dari Guru kita yang peduli dan mau berbagi. Yesus bukan membiarkan atau tidak mau berbuat apa-apa ketika melihat kematian anak Yairus, tetapi Ia
tergerak hati-Nya untuk menolong Yairus yang sedang mengalami kesulitan. Ia
tidak tega melihat Yairus sedih kehilangan anak perempuannya. Dia adalah Tuhan
yang berkuasa atas maut. Ia bukan saja punya kuasa untuk menyembuhkan orang
sakit, tetapi juga menghidupkan orang yang telah mati. Semoga kita sebagai
pengikut-Nya juga mau berbuat yang sama seperti yang dilakukan Yesus. Kita
diajak menjaga keutuhan iman kita dengan mewujudnyatakannya dalam perbuatan dan
perhatian terhadap sesama. Keutuhan iman kita bukan diwarnai rasa dengki dan
iri sebagai ciri khas Kitab Kebijaksanaan pada bacaan pertama hari ini. (FX.
Mgn)