MINGGU BIASA XVII (A)
Minggu, 24 Juli 2011
1 Raj 3:5.7-12;
Rm 8:28-30;
Mat 13:44-52 (Mat 13:44-46)
Ketika kita bekerja keras dengan membanting tulang siang dan malam mengumpulkan harta kekayaan, dengan tujuan agar keluarga kita tidak menderita hidupnya lebih-lebih pada hari tuanya. Dengan banyak uang dan harta kekayaan yang melimpah kita bisa berbuat apa pun. Tetapi apakah benar materi menjadi jaminan kebahagiaan dan merupakan kekayaan hidup?
Memang materi sangat dibutuhkan manusia selama di dunia, tetapi kita harus menyadari bahwa di dunia ini hanya sementara. Kebahagiaan yang kita nikmati di dunia ini tidak abadi. Lalu kebahagiaan yang seperti apa? Tentu saja kebahagiaan yang abadi dan harus kita miliki dan kita cari. Mencarinya ibarat mencari harta berharga yang terpendam di ladang atau seorang pedagang yang mencari mutiara yang berharga. Untuk menemukan harta yang terpendam di ladang atau mutiara yang berharga itu harus mencarinya dengan perjuangan dan pengorbanan. Mutiara indah paling berharga dan Harta terpendam yang sangat berharga itu adalah Yesus sendiri sebagai harta kekayaan hidup kita.
Bila Yesus kita anggap sebagai kekayaan hidup yang sangat berharga, maka mesti ada kerelaan untuk memberi dan meluangkan waktu bertemu dengan Yesus. Dengan apa? Melalui doa pribadi, kelompok atau bersama dalam keluarga atau seluruh warga jemaat seperti dalam Misa Kudus. Inilah yang harus kita cari lebih dulu sebagai kekayaan hidup.
Seperti Raja Salomo yang berkelimpahan materi dalam mencari kekayaan hidup, ketika ditanya Tuhan ‘mau minta apa’? Salomo bukan minta materi, bukan kepopuleran yang ia minta, melainkan; ‘kebijaksanaan’ dalam arti mampu melihat mana yang benar dan menindak mana yang salah dengan tepat. Salomo mohon kepada Tuhan agar bisa memimpin rakyatnya seturut kehendak Tuhan, yaitu memimpin dengan adil dan bijaksana, serta membuat rakyatnya hidup bahagia dan damai sejahtera.
Bagaimana dengan kita?
Sebagai pengikut-Nya kita pun dituntut untuk berusaha bisa berbuat yang sama sesuai dengan posisi kita masing-masing. Entah sebagai keluarga, pendidik, pemimpin umat atau karyawan. Berusaha hidup yang biasa-biasa saja, tidak aneh-aneh atau rendah hati. Dalam pekerjaan, lingkungan hidup kita dan terutama dalam diri kita sendiri. Sebab di sanalah Allah hidup dan di sanalah Allah tinggal serta di sanalah Allah menampakkan diri.
Karena Yesus telah menjadi harta kekayaan hidup kita yang paling berharga, sudah sewajarnya kita dengan rela dan tidak segan-segan untuk menghidupi dan mewujudkan ajaran-ajaran-Nya sebagai mutiara yang sangat berharga.
Semoga kita mampu mendahulukan kekayaan hidup abadi daripada kekayaan materi yang tidak menjamin kebahagiaan hati, seperti pesan Yesus: “Carilah Kerajaan Allah lebih dahulu, maka semua yang lain akan ditambahkan. (FX. Mgn)