SELAMAT DATANG DAN SELAMAT BERJUMPA

Senin, 24 Oktober 2011

MENJAUHI SIKAP MUNAFIK DAN GILA HORMAT

MINGGU BIASA XXXI (A)
Minggu, 30 Oktober 2011

Mal 1:14b – 2:2b.8-10;
1 Tes 2:7b-9.13;
Mat 23:1-12

Ketika itu saya memimpin upacara pemakaman. Salah seorang ibu yang belum mengenal saya, memanggil saya Rama. Saya tidak menolak dipanggil Rama, dan orang-orang di sekitar saya pun tidak mengoreksinya. Ibu itu tidak tahu kalau saya sebenarnya adalah ”ramanĂ© para larĂ©*, yaitu bapaknya anak-anak. Hari itu saya seperti menjadi manusia yang paling terhormat. Setelah sore, saya pulang dan merenungkan dalam meditasi, ada suara dari batin saya, ”Kamu farisi!, kamu munafik!”; Saya sebagai seorang bapak yang dipercaya Gereja mestinya jujur dan rendah hati, tetapi malah bohong dengan membiarkan orang lain memperlakukan diri saya secara salah sebagai seorang pastor. Ternyata saya tidak jauh berbeda dengan orang-orang Farisi yang munafik. Orang-orang Farisi dan ahli Taurat yang suka menonjolkan diri di muka umum agar dihormati. Bukan itu saja, yang mereka katakan berbeda dengan yang mereka lakukan; mereka suka omong baik tetapi tidak melakukannya.
Injil hari ini kita melihat bagaimana Yesus mengecam apa yang dilakukan kaum Farisi dan ahli Taurat, ”Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya.” Kecaman itu jelas bukan hanya ditujukan bagi kaum Farisi dan ahli Taurat, tetapi juga berlaku bagi kita. Karena apa? Bukankah kita sering berlaku munafik, tidak konsekuen dengan yang kita omongkan? Bukankah kita kadang juga meninggikan diri seolah-olah lebih dari orang lain? Bukankah kita juga sering sombong dan menonjolkan diri, seakan-akan paling hebat, padahal sebenarnya tidak demikian?
Apabila demikian, maka kritik Yesus, ”agar kita menuruti dan melakukan yang diajarkan kaum Farisi dan ahli Taurat, tetapi jangan mengikuti perbuatannya” juga berlaku bagi kita, agar kita menjadi lebih rendah hati, jujur dan konsekuen. Namun kecaman Yesus terhadap kaum Farisi dan ahli Taurat itu dibatasi hanya pada yang jelek dan tidak pantas, tetapi yang baik boleh diterima yaitu yang mereka ajarkan. Yesus mencoba untuk membedakan apa yang diajarkan ahli Taurat memang sungguh baik; tetapi yang mereka lakukan tidak baik. Ajaran mereka banyak yang baik tetapi perbuatan mereka tidak baik, yaitu mereka sendiri tidak melaksanakan apa yang mereka ajarkan. Perbuatan mereka itulah yang tidak boleh ditiru, khususnya sikap munafik dan gila hormatnya.
Dengan kecaman itu kita dibantu untuk semakin menghayati semangat kristiani secara lebih tepat. Diharapkan kita bisa menjalani hidup semakin jujur, apa adanya dan rendah hati. Tidak membiarkan orang memberi penghormatan kepada kita yang sebenarnya kita tidak pantas menerimanya. Bila kita dihormati sebagai pemimpin, mari kita upayakan kepantasan sebagai seorang pemimpin, yaitu pemimpin yang jujur tulus dan rendah hati. Bukan seorang pemimpin yang sekedar mengobral janji tetapi tidak ada bukti. Bukan sekedar pandai berpidato tetapi harus bisa mewujudnyatakannnya. Kalau kita dihormati sebagai ayah/ibu, mari kita upayakan kepantasan seorang ayah/ibu yang bisa menjadi panutan bagi anak-anak kita.
         Marilah kita semua baik pemimpin atau yang biasa-biasa saja untuk kembali kepada dasar kita, yaitu melayani Allah dan sesama dengan penuh kerendahan hati dan tidak tergoda menggunakan kedudukan serta kekuasaan untuk membebani sesama. Mencontoh motivasi Rasul Paulus, yaitu rela membagi Injil dan membagi hidupnya untuk jemaat, karena ia mencintai jemaatnya. (FX. Mgn)