IA ADALAH RAJA SEMESTA ALAM YANG MENJADI RAJA DI
HATI SETIAP ORANG
Dan 7:13-14;
Why 1:5-8;
Yoh 18:33b-37
Hari ini adalah akhir tahun liturgi. Setiap
akhir tahun liturgi kita merayakan Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam. Apa
makna hari raya ini bagi penghayatan iman kita? Sungguhkah Kristus berkuasa dan
pantas menjadi Raja atas alam semesta? Dan apa konsekuensinya manakala kita
mengakui Kristus sebagai raja kita?
Menurut
pandangan banyak orang, seorang raja selalu dilihat sebagai seorang yang
mempunyai kekuasaan yang luar biasa, raja yang tinggal di istana yang megah,
memiliki pasukan khusus, kaya raya dan hidupnya mewah. Apa lagi sekarang ini di negeri kita banyak yang ingin
menjadi raja-raja kecil. Semua orang ingin berkuasa, ingin dihormati, ingin menguasai
orang lain dengan menunjukkan bahwa dirinya satu-satunya yang pantas menjadi
raja. Dan kalau perlu setelah berkuasa, memerintah dengan tangan besi untuk bisa mempertahankan
kekuasaannya.
Namun Yesus mempunyai pandangan yang berbeda. Ini
terungkap ketika Pilatus menanyai Yesus, apa betul Ia itu raja orang Yahudi? Yesus
pun mengakui bahwa Ia adalah Raja, namun kerajaannya bukan dari dunia sini.
Raja yang wilayah kekuasaan dan pemerintahannya tidak dibatasi oleh dunia. Dia
bukan raja yang akan memegang kekuasaan seperti Daud, walau memang Ia keturunan
Daud. Yesus adalah Raja yang memerintah dengan cinta kasih. Yang Ia lakukan adalah membantu
yang lemah dan miskin. Ia menggandakan roti untuk 5000 orang, mengusir roh
jahat, menyembuhkan segala penyakit dan menghidupkan orang mati. Ia mau menjadi
raja di hati setiap orang. Ia datang sebagai Raja yang membawa dan mengajarkan
kebenaran ilahi kepada dunia. Ia mengajarkan agar para pemimpin tidak munafik
tetapi melayani rakyatnya. Ia datang ke dunia untuk bersaksi akan kebenaran.
Itulah
sebabnya Ia menjadi penghalang bagi orang-orang yang sedang berkuasa.
Tampaknya, “kebenaran” dapat membuat hati orang lain tertekan. Maka mereka
menjerat-Nya dengan tuduhan palsu dan membunuh-Nya. Tetapi menarik, bahwa
kebenaran ini akhirnya menang. Walau Ia dihukum mati dan Ia mati di salib,
namun dengan kebangkitan-Nya, justru Yesus dijadikan Raja untuk semesta alam,
yaitu Raja yang membawa kebenaran dan keadilan kepada umat manusia melalui
darah-Nya. Ia menjadi Raja justru melalui penyaliban-Nya.
Injil mewartakan Yesus sebagai Mesias dari Tuhan. Dalam arti itu, ia memiliki
martabat raja. Namun demikian, wujud martabat itu bukan kecermelangan duniawi
melainkan kelemahlembutan, kesederhanaan, kemampuan ikut merasakan penderitaan
orang dan mengajarkan kepada orang banyak, siapa Ia itu sesungguhnya.
Dengan
merayakan Kristus Raja Semesta Alam, dirayakan juga kebesaran manusia,
kebesaran martabat manusia sejati yakni manusia seperti yang dikehendaki
Pencipta. Raja yang lahir dalam kemanusiaan yang sederhana, tapi yang juga
mendapat perkenan Yang Maha Kuasa. Yesus menjadi Pribadi yang penuh kuasa,
berwibawa dalam perkataan dan perbuatan. (Mrk 1:27; Luk 4:32; Luk 24:19).
Perkataan dan perbuatan-Nya membuat orang lain menemukan kebenaran sejati,
membuat banyak orang tertarik kepada-Nya dan menjadi pengikut-Nya. (FX.Mgn)