TAMBAHKAN IMAN KAMI
Kej 22:1-2.9a.10-13.15-18;
Rm 8:31b-34;
Mrk 9:2-10
Kita semua pasti pernah mengalami dan merasakan khawatir, takut dan kecewa. Memang, pengalaman pahit, derita, duka, kekosongan dan keguncangan selalu membayangi setiap orang. Di balik kebahagiaan mengintip penderitaan. Tampaknya, hal itu seperti keping mata uang dengan dua sisinya. Pengalaman seperti itu tidak mudah dihadapi bila kita sendiri yang mengalaminya. Bagi seorang beriman pengalaman demikian merupakan tantangan dan perjuangan.
Para murid Yesus pun mengalami, yaitu Petrus, Yakobus dan Yohanes ketika diajak ke gunung yang tinggi. Mereka memperoleh pengalaman yang sungguh mengharukan, menyentuh hatinya. Itulah dambaan setiap manusia. Melihat Tuhan dalam kemuliaan-Nya yang menjadi gambaran hidup kelak. “Inilah Anak-Ku terkasih, dengarkanlah Dia!” Namun pada saat yang sama, ketika murid sedang mengalami kegembiraan, Yesus memberitahukan kepada murid mereka jangan beritahukan siapa-siapa, sebelum Anak Manusia bangkit dari orang mati. Melihat peristiwa ini para murid mengalami dan merasakan suatu peristiwa yang akan memisahkan dengan Yesus, Guru mereka. Siapa murid atau pengikut yang tidak takut dan was-was dengan apa yang dikatakan Yesus itu?
Untuk itulah, seperti apa yang kita dengarkan dalam Injil tadi, dialami oleh beberapa murid Yesus. Mereka ingin mencoba merasakan kemuliaan bagi siapa yang setia mengikuti Yesus. Namun, tentu saja kemuliaan itu bukannya tanpa perjuangan. Sengsara Yesus menunjukkan perjuangan, kesabaran, dan kesetiaan-Nya dalam mengikuti kehendak Bapa. Betapa tidak, demi keselamatan manusia, Allah mengurbankan Putra-Nya sendiri dan membangkitkan-Nya Dia dari antara orang mati. Ia menjadi pintu bagi kita untuk masuk ke dalam kemuliaan Allah yang tiada taranya. Semoga kita sebagai pengikut-Nya, mampu bertahan bila duka derita kita alami.
Pengalaman lain juga bisa kita simak ketika Allah mencobai Abraham. Allah meminta Abraham untuk mengorbankan anak satu-satunya. Dengan permintaan Allah seperti itu menurut perhitungan manusiawi, janji Allah akan keturunan yang banyak kepada Abraham tampaknya meleset. Namun, itulah tuntutan iman Allah. Percaya kepada Allah berarti meninggalkan perhitungan manusiawi atau cara pikir manusia. Abraham memiliki iman yang berserah penuh kepada Allah. Ia percaya kepada Allah yang pasti memiliki rencana yang tepat dan selalu terlaksana. Karena Abraham telah menaati perintah Allah dengan menyerahkan anak satu-satunya kepada Allah, maka Abraham memperoleh berkat berlimpah-limpah dan memperoleh keturunan yang banyak seperti bintang di langit dan pasir di pantai.
Pengalaman Abraham mengorbankan anak kesayangan satu-satunya kepada Allah dan pengalaman ketiga murid Yesus, kiranya memberikan gambaran kepada kita bahwa janji Allah akan kemuliaan kekal akan terlaksana bagi kita yang percaya kepada Yesus Kristus, Putra terkasih Bapa. (FX. Mgn)
Kej 22:1-2.9a.10-13.15-18;
Rm 8:31b-34;
Mrk 9:2-10
Kita semua pasti pernah mengalami dan merasakan khawatir, takut dan kecewa. Memang, pengalaman pahit, derita, duka, kekosongan dan keguncangan selalu membayangi setiap orang. Di balik kebahagiaan mengintip penderitaan. Tampaknya, hal itu seperti keping mata uang dengan dua sisinya. Pengalaman seperti itu tidak mudah dihadapi bila kita sendiri yang mengalaminya. Bagi seorang beriman pengalaman demikian merupakan tantangan dan perjuangan.
Para murid Yesus pun mengalami, yaitu Petrus, Yakobus dan Yohanes ketika diajak ke gunung yang tinggi. Mereka memperoleh pengalaman yang sungguh mengharukan, menyentuh hatinya. Itulah dambaan setiap manusia. Melihat Tuhan dalam kemuliaan-Nya yang menjadi gambaran hidup kelak. “Inilah Anak-Ku terkasih, dengarkanlah Dia!” Namun pada saat yang sama, ketika murid sedang mengalami kegembiraan, Yesus memberitahukan kepada murid mereka jangan beritahukan siapa-siapa, sebelum Anak Manusia bangkit dari orang mati. Melihat peristiwa ini para murid mengalami dan merasakan suatu peristiwa yang akan memisahkan dengan Yesus, Guru mereka. Siapa murid atau pengikut yang tidak takut dan was-was dengan apa yang dikatakan Yesus itu?
Untuk itulah, seperti apa yang kita dengarkan dalam Injil tadi, dialami oleh beberapa murid Yesus. Mereka ingin mencoba merasakan kemuliaan bagi siapa yang setia mengikuti Yesus. Namun, tentu saja kemuliaan itu bukannya tanpa perjuangan. Sengsara Yesus menunjukkan perjuangan, kesabaran, dan kesetiaan-Nya dalam mengikuti kehendak Bapa. Betapa tidak, demi keselamatan manusia, Allah mengurbankan Putra-Nya sendiri dan membangkitkan-Nya Dia dari antara orang mati. Ia menjadi pintu bagi kita untuk masuk ke dalam kemuliaan Allah yang tiada taranya. Semoga kita sebagai pengikut-Nya, mampu bertahan bila duka derita kita alami.
Pengalaman lain juga bisa kita simak ketika Allah mencobai Abraham. Allah meminta Abraham untuk mengorbankan anak satu-satunya. Dengan permintaan Allah seperti itu menurut perhitungan manusiawi, janji Allah akan keturunan yang banyak kepada Abraham tampaknya meleset. Namun, itulah tuntutan iman Allah. Percaya kepada Allah berarti meninggalkan perhitungan manusiawi atau cara pikir manusia. Abraham memiliki iman yang berserah penuh kepada Allah. Ia percaya kepada Allah yang pasti memiliki rencana yang tepat dan selalu terlaksana. Karena Abraham telah menaati perintah Allah dengan menyerahkan anak satu-satunya kepada Allah, maka Abraham memperoleh berkat berlimpah-limpah dan memperoleh keturunan yang banyak seperti bintang di langit dan pasir di pantai.
Pengalaman Abraham mengorbankan anak kesayangan satu-satunya kepada Allah dan pengalaman ketiga murid Yesus, kiranya memberikan gambaran kepada kita bahwa janji Allah akan kemuliaan kekal akan terlaksana bagi kita yang percaya kepada Yesus Kristus, Putra terkasih Bapa. (FX. Mgn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar