MG BIASA XXIV/B
Yes 50:5-9a; Yak 2:14-18;
Mrk 8:27-35
Ketika Yesus bertanya kepada para murid, “Siapakah Aku ini menurut orang-orang banyak?” Petrus mewakili kawan-kawannya menjawab, Engkaulah Mesias!” Selama ini yang mereka lihat Yesus banyak membuat mujizat; menggandakan roti dan menyembuhkan orang sakit; Yang tuli dijadikan-Nya mendengar, yang bisu dijadikan-Nya berbicara. Di mata Petrus, Yesus adalah sosok pemimpin yang luar biasa. Menurut mereka, Dialah raja dan pemimpin Israel yang paling ditunggu-tunggu kedatangannya. Dengan mengikuti Yesus akan memperoleh masa depan yang enak dan menyenangkan. Begitulah yang terbayang dalam pikiran Petrus dan kawan-kawannya.
Kemudian Yesus mulai mengajar, bahwa Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan, hidup-Nya akan berakhir pada penderitaan, ditolak oleh bangsa-Nya sendiri dan dibunuh lalu bangkit sesudah tiga hari. Mendengar pernyataan Yesus itu, para murid pada kaget. “Kok berbeda dengan ajaran-Nya selama ini.” Biasanya Yesus berbicara dalam perumpamaan-perumpamaan, tetapi kenapa kali ini Yesus mengungkapkan secara terang-terangan tentang akhir hidup-Nya yang tragis. Petrus tidak menerima masa depan yang suram macam itu, lalu Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor-Nya, “Kami mengikuti Engkau agar memperoleh kemuliaan dan kebahagiaan, bukan kesengsaraan!”
Melihat protes Petrus itu, Yesus marah dan berkata: “Enyahlah Iblis!” Tegoran keras Yesus tidak hanya ditujukan kepada Petrus semata tetapi kepada para murid, bahkan kepada semua orang yang ingin mengikut-Nya. Reaksi tegas Yesus menunjukkan betapa seriusnya perbedaan pendapat-Nya dengan Petrus. Mereka sama sekali tidak mengerti kehendak Allah. Hanya Yesus yang mengerti dan paham, bahwa Ia taat pada Bapa-Nya dan mau menderita disalib demi banyak orang.
Pertanyaan Yesus kepada para murid tadi juga ditujukan kepada kita sebagai pengikur-Nya. Apakah kita hanya mau enaknya saja tetapi tidak mau susahnya? Pesan Yesus, “Bila mau mengikuti Aku, harus menyangkal diri dan memanggul salibnya.”
Itu bukan berarti sepanjang hidup kita harus menderita terus dan susah terus, tetapi kita harus sadar bahwa hidup di dunia ini sungguh tidak mudah. Diperlukan kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi keruwetan dan permasalahan hidup ini.
Harus diakui memang, sekarang mencari sesuap nasi demi keluarga makin susah. Apa-apa mahal, lapangan kerja terbatas. Mau jadi pengamen atau pengasong dikejar-kejar “trantib”. Bahkan jadi pengemis pun sekarang ditangkap. Namun, kita sebagai pengikut-Nya ketika menghadapi penderitaan tidak harus tergoda untuk menyalahgunakan kekuasaan, korupsi misalnya. Di kehidupan masyarakat pun harus siap dikucilkan demi iman; dibenci banyak orang karena tidak sama dengan keyakinan mereka.
Itulah tantangan bagi kita dalam mengikuti Yesus yang menderita. Menghindar dari penderitaan berarti menolak rencana Allah atau hanya mengikuti kehendak Iblis. Dari situlah kita mau menerima Juruselamat yang menderita. Bila seseorang tidak mau menerima Juruselamat yang menderita, sama halnya menolak kehendak Allah, karena hanya Allah yang berhak dan menentukan satu-satunya jalan untuk mengatasi dosa dan kedurhakaan manusia dengan melalui pengorbanan diri Yesus di salib. Dengan salib-Nya, Yesus menjadi teladan kesabaran, kerendahan hati, keberanian, ketulusan dan kasih yang total. Kita yakin bahwa selama di dunia memanggul salib Kristus, tetapi kelak di sorga akan memperoleh kebahagiaan sejati. (FX. Mgn)
Selasa, 08 September 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar