(7 Februari 2010)
Yes 6:1-2a.3-8;
1 Kor 15:1-11 atau
15:3:3-8.11;
Luk 5:1-11
Dalam pembaptisan, kita sebagai makhluk berdosa diangkat oleh-Nya menjadi anak-anak Allah. Kita diperkenankan menyebut-Nya Bapa. Karena telah diangkat menjadi anak-anak-Nya, seharusnya kita berserah diri dan semakin rendah hati di hadapan Allah. Sebagai pengikut-Nya, sejauh mana kita telah melaksanakan kehendak-Nya?
Dari ketiga kutipan di atas, nampak tiga tokoh yang dengan segala kelemahan dan kekurangan mereka, menunjukkan nilai kesetiaan dan kesanggupan dalam melayani. Dalam diri nabi Yesaya, lalu dalam diri Paulus, juga Petrus. Nabi Yesaya yang karena dosa-dosa dan kelemahannya telah memperoleh rahmat Allah. Ketika Tuhan bertanya dan mengajak siapa yang akan diutus pergi mengikut-Nya, ia dengan tegas menjawab, “Inilah aku, utuslah aku!” Demikian juga Paulus dan Petrus berkat rahmat Allah, ia menjadi pewarta kebangkitan di antara bangsa-bangsa. Mereka menjadi lebih rendah hati dan setia di hadapan Tuhan.
Hal ini dapat kita lihat dengan jelas dalam diri Petrus yang merasa sungguh hina berada di dekat Yesus, memohon agar Yesus pergi menjauhi dirinya karena Petrus merasa tidak ada artinya di hadapan Tuhan (Luk 5:8). Namun Yesus tidak kemudian menjadi sewenang-wenang terhadap Petrus. Dengan nada simpatik Yesus menyapa Petrus, “jangan takut Petrus, lanjutkan tugasmu sebagai penjala. Namun bukan lagi penjala ikan, melainkan jalalah manusia agar mereka kauantarkan masuk ke dalam Kerajaan Allah’ (Luk 5:10). Petrus yang merasa hina diangkat dan disemangati dalam tugasnya sehari-hari, ia mengubah tugas duniawi menjadi tugas keilahian. Lalu Petrus mengikuti Yesus, walaupun pandangan dan cita-citanya masih harus diperbaiki dan masih harus belajar dari kegagalan-kegagalan, namun niat sudah ada.
Lalu bagaimana hubungannya dengan bacaan-bacaan di atas dengan hidup kita. Kita sadar bahwa sebagai orang Kristen merasa tidak pantas karena masih banyak kelemahan dan dosa untuk melaksanakan tugas nyata yang diserahkan Tuhan kepada kita. Tetapi Tuhan bukan hanya menggunakan orang-orang yang sempurna dan tanpa dosa untuk melanjutkan perutusan-Nya. Untuk itu hendaknya kita tidak harus berkecil hati, karena Tuhan selalu menyertai kita dalam mewartakan kabar gembira kepada banyak orang. Kita semua percaya kepada Allah dan kita yang telah disatukan dalam Yesus Kristus dengan baptisan, akan memperoleh kekuatan dari daya Injil-Nya.
Akan hal itu persatuan dengan Yesus Kristus, hendaknya nampak dalam segala tindakan kita sehari-hari. Kiranya bukan hanya dalam doa-doa saja, bukan hanya dalam ibadat saja, juga bukan hanya dalam pendalaman iman atau pertemuan lingkungan. Karena, itu semua hanya sebagai sarana. Tujuan utamanya adalah lebih mewujudnyatakan iman kita akan Yesus Kristus dan menghayati panggilan Katolik agar menjadi pribadi yang baik. Keluarga yang rukun, peduli kepada sesama dengan berbuat sosial untuk meningkatkan harkat manusia menjadi lebih tinggi, menjadi orang yang jujur, disiplin, peka, bela rasa, dan solidaritas.
Marilah menimba pengalaman Paulus, ia bukan saja mengimani tetapi ia juga mengajarkan dan mewartakan kabar baik kepada bangsa-bangsa (1 Kor 15:11). Dan marilah kita juga belajar dari pengalaman Petrus yang mau menanggapi ajakan Yesus, untuk ‘bertolak ke tempat yang dalam’, meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikuti-Nya. (FX. Mgn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar