MG BIASA XVIII (C)
Hari Minggu, 1 Agustus 2010
Kol 3:1-5. 9-11;
Luk 12:13-21
Siapa yang tidak ingin kaya raya? Semua orang tentu ingin kaya raya. Karena dengan kekayaan yang melimpah, hidupnya akan bahagia. Benarkah demikian? Yesus mengingatkan bahwa hal-hal duniawi hanyalah sementara sifatnya. Dengan kata lain bukan harta duniawi yang menjadi jaminan kebahagiaan manusia. Tetapi harta surgawi, itulah jaminan kebahagiaan kita.
Maka ketika Yesus diminta untuk menjadi hakim perselisihan tentang warisan, Dia tidak mengabulkan permintaan itu. Dia justru menunjukkan apa yang perlu dan penting dalam hidup ini. Yesus tidak melarang upaya manusia untuk mengumpulkan harta dan menjadi kaya, tetapi Ia memperingatkan bahayanya orang yang begitu mencintai harta duniawi sampai kemudian melupakan upaya mengumpulkan harta surgawi.
Dari pemikiran orang yang tidak beriman, memang menjadi kaya raya itu dapat dimengerti. Mereka menyiapkan dan menumpuk kekayaan untuk bisa dinikmati pada hari tuanya. Itulah sebabnya dalam pikiran mereka selalu berusaha menumpuk harta. Hartalah yang utama dan yang menjadi prioritas serta tujuan hidupnya atau yang menjadi ”tuhan”nya. Hartalah yang menjadi kebanggaan hidupnya. Namun sayang, belum sampai menikmati itu semua, keburu dipanggil Sang Pemberi Rezeki. Lalu semuanya menjadi tidak berarti.
Kekeliruan si kaya dalam perumpamaan yang dikisahkan Yesus tadi, bukan pada keinginannya yang keras untuk mengumpulkan harta. Juga keinginannya untuk menjadi kaya, itu bukan soal. Akan tetapi, kekeliruannya terutama terletak pada keyakinan hanya hartalah yang bisa memuaskan hidup dan memberikan kebahagiaan kepadanya. Dengan begitu, harta dijadikan prioritas hidup, harta dijadikan tujuan hidup mereka. Menurut mereka ”tuhan”nya ya hartanya.
Lain halnya bagi seorang beriman, harta memang perlu dan penting. Kekayaan sangat penting untuk kelangsungan hidup. Kita sangat dianjurkan untuk kaya. Bahkan kalau kita semua menjadi kaya, baiklah. Tetapi, harus disadari bahwa harta itu tetap hanyalah sarana untuk hidup, bukan tujuan hidup. Harta yang mestinya sebagai sarana hidup, tetapi menjadi tujuan hidup adalah salah besar. Tujuan hidup kita tetap berbahagia bersama Allah yang memanggil kita dan mencintai kita. Sedangkan, semua harta duniawi sebaiknya kita cari sejauh menunjang tujuan hidup itu.
Bacaan Injil hari ini merupakan peringatan agar kembali kepada tujuan hidup kita. Yaitu tidak mentuhankan harta duniawi yang akan musnah itu. Tidak mendewakan harta duniawi tetapi harta surgawi. Kita boleh kaya di dunia, tetapi lebih penting lagi adalah menjadi kaya di hadapan Tuhan. Kaya di hadapan Allah berarti menggunakan kekayaan dengan benar. Si kaya seharusnya berbagi dengan sesama, bukan ditumpuk untuk memuaskan diri sendiri. Mungkin puas dengan harta duniawi karena kaya raya, tetapi kekayaan tidak memuaskan jiwa.
Semoga peringatan Yesus kepada orang kaya yang bodoh tadi juga mengingatkan kita agar dalam berusaha mencari harta menjadikan sarana hidup, bukan tujuan hidup. (FX. Mgn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar