PASRAH DAN MELAKUKAN KEHENDAK TUHAN
2 Sam 7:1-5.8b-12.14a.16a;
Rm 15:25-27;
Luk 1:26-38.
Seringkali kita sulit membedakan kata pasrah dengan kata menyerah. Misalnya kita pasrah kepada Tuhan apa yang menjadi kehendak-Nya, tentu sangat berbeda dengan menyerah pada keadaan karena keterbatasan kita. Menyerah terhadap keadaan, adalah suatu keputusan dan tindakan yang tidak didasari keyakinan tetapi karena tidak ada harapan dan tidak mau berusaha. Lain halnya dengan pasrah kepada Tuhan. Dengan pasrah kepada Tuhan berarti percaya kepada-Nya bahwa apapun yang menjadi keputusan dan kehendak Tuhan itu baik adanya.
Injil hari ini menunjukkan sikap pasrah yang benar seperti yang dilakukan Maria. Maria mendapat tamu, Gabriel namanya. Ternyata tamu itu adalah utusan Tuhan, datang membawa warta kepada Maria, bahwa Maria akan mengandung. Warta itu bagi seorang wanita merupakan kabar yang menyenangkan tetapi juga penuh resiko. Maka dijelaskan kepada Maria “jangan takut” sebab Allah sendiri yang berkenan. Maria mencoba mengelak, tetapi sekali lagi ditegaskan kepada Maria, Allah menyertaimu, lalu Maria percaya dan bersedia.
Kenapa Maria pasrah dan mau melakukan apa yang dikehendaki Allah? Karena Maria berani melihat sisi ilahi dari hidup ini. Maria melihat bahwa apa yang mustahil atau tidak mungkin di mata manusia, merupakan hal yang mungkin terjadi atau biasa bagi Allah. Berani berserah pada Allah hanya karena percaya dan pasrah. Namun bagi kita, seringkali kita kurang berani melihat sisi ilahi dari kehidupan ini. Hanya sisi manusiawi saja yang menjadi dasar pertimbangannya.
Dalam menantikan kedatangan Tuhan pada Adven yang terakhir ini, kita diingatkan bahwa kehendak Allah berbeda dengan kehendak manusia. Akan hal ini janganlah kita memperlakukan Dia menurut jalan pikiran manusia. Kepada Allah, kita hanya bisa berserah, percaya bahwa banyak hal di luar dugaan manusia bisa diselesaikan Allah dengan cara yang amat sederhana. Lalu apa yang harus kita lakukan dalam menantikan kedatangan Tuhan?
Jika kita menantikan kedatangan Yesus sebagai utusan Allah, harusnya kita sambut dengan hati terbuka dan pasrah bahwa Allah sungguh mencintai kita. Kita sambut dengan meriah dan sukacita penuh walau mungkin kita sedang dalam kesulitan. Bukan mengeluh dan kecewa ketika kita dihadang oleh persoalan hidup, tetapi dengan hati gembira dan penuh syukur kita menyambut-Nya. Dengan hati yang mau melihat bahwa hati dan kehendak Allah sungguh lain dari kehendak manusia. Hati yang mau mengerti bahwa apa pun yang kita pikirkan dan kita lakukan itu karena kehendak-Nya, bukan karena kehendak kita sendiri. Dalam menyambut kedatangan Tuhan, bukan juga dengan hiasan mewah, bukan dengan bingkisan kado yang mahal, dan juga bukan dengan barang-barang yang serba baru, melainkan dengan hati yang mau berserah, hati yang rendah hati dan mau terbuka terhadap kehendak-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar