MENGUTAMAKAN KEHIDUPAN ROHANI DARIPADA KEHIDUPAN LAHIRIAH
Ul 4:1-2.6-8;
Yak 1: 17-18.21b.22-27;
Mrk 7:1-8.4-15.21-23
Pendapat
umum yang salah kaprah tetapi dianggap benar dan menjadi tradisi karena dilakukan
terus-menerus oleh banyak orang. Ada beberapa contoh kebiasaan-kebiasaan yang
”salah kaprah” yang dilakukan manusia, misalnya: ”Yang penting ke gereja hari
Minggu, sebab kalau tidak berangkat, tidak enak sama tetangga dan teman-teman”.
Jadi ke gereja bukan suatu kebutuhan tetapi kebiasaan, tidak enak dilihat
tetangga kalau tidak ke gereja hari Minggu.
Tardisi
menyunatkan anak laki-laki karena di sekitar lingkungan hidup kita; Anak
laki-laki harus disunat, yang sebenarnya menyunat anak laki-laki demi
kesehatan.
Dalam
menghadiri undangan pesta makan bersama harus mengikuti mereka dengan acara
cuci tangan bersama; tidak enak kalau tidak ikut rame-rame melakukan seperti
mereka. Penekanannya bukan cuci tangan agar bersih tetapi tidak enak kalau
tidak ikut melakukan bersama. Itulah yang terjadi, seringkali kita mengutamakan
”tangan” daripada hati.
Demikian
juga dalam kehidupan beragama kita lebih mengutamakan yang nampak bagi manusia
daripada dihadapan Allah. Seringkali kita mengutamakan ”tangan” daripada hati.
Melakukan sesuatu asal kelihatan baik di depan manusia, bukan di dihadapan
Allah. Jika kita mengutamakan ”tangan”, maka dengan sendirinya – kita akan
semakin sibuk dengan ”tangan” Kita sibuk merawat penampilan lahiriah;
sementara, secara sadar atau tidak, kita lupa akan hati dan memang tidak cukup
waktu untuk merawat hati.
Injil
hari ini, mengajak kita bermenung sejenak: Apa yang diutamakan dalam kehidupan
beragama kita? Tangan yang kotor atau hati yang kotor?
Tangan yang bersih atau hati yang bersih? Yesus mengingatkan kita semua sebagai
pengikut-Nya agar mengutamakan ”hati’ bukan ”tangan” atau penampilan lahiriah
yang penuh dengan kemunafikan. Yesus mengkritik penghayatan keagamaan kaum
Farisi dan Ahli Taurat yang berhenti pada masalah lahiriah manusia semata,
sementara agama yang benar seharusnya memperhatikan batin manusia.
Pertanyaannya buat kita?
Sebagai
pengikut-Nya, apakah kita sudah melaksanakan kehendak-Nya dalam mengimani
Yesus, atau sekedar ikut-ikutan karena tradisi? Dengan mengikuti kehendak Tuhan
yang menyelamatkan atau mengikuti hukum dan tradisi yang dibuat manusia yang
belum tentu berguna bagi perkembangan manusia?
Semoga kita menjadi kritis dalam melaksanakan
hukum dan tardisi, sebagaimana Yesus mengkriritisi terhadap hukum dan tradisi
di sekitar hidup-Nya. (FX. Mgn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar