HIDUP BERMAKNA SEPERTI BIJI GANDUM UTAMA
Yer :31:31-34; Ibr 5:7-9; Yoh 12:20-33
Sering kali dalam hidup ini mengalami saat-saat yang genting dan gawat, bahkan menyakitkan membuat ketakutan dan mungkin tidak tahan. Saat seseorang yang sedang menghadapi tuntutan hukum di pengadilan. Saat seorang yang menantikan keputusan dokter yang menyatakan bahwa sakitnya sudah parah dan tak tersembuhkan lagi. Saat seorang ibu yang sedang melahirkan dan harus menanggung sakit. Di balik ketakutan dan kecemasan itu ada kebahagiaan yang menanti.
Injil hari ini kita juga melihat bagaimana saat Yesus menghadapi saat yang gawat di mana akhir hidup-Nya telah tiba, kata-Nya: ”Saat-Ku telah tiba, Putra Manusia akan dimuliakan. Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke tanah dan mati, ia tetap sebiji saja, tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah.” Demikian kata-kata Yesus ketika Ia memberitakan kematian-Nya, Ia mengibaratkan diri-Nya sebagai biji gandum yang harus mati. Setelah itu bertumbuh kemudian menghasilkan banyak biji. Yesus berbicara tentang biji gandum yang harus jatuh, pertama-tama mau dikatakan bahwa Ia sendiri yang dimaksud Biji Gandum itu. Ia adalah Biji Gandum Utama, yang harus jatuh untuk menghasilkan banyak buah.
Ketika para serdadu menikam lambung-Nya di salib, Biji Gandum Utama itu seolah-olah merekah. Ketika ia dikuburkan, Biji Gandum Utama itu seolah-olah ditanam. Ketika Ia bangkit dari kegelapan kuburan, Biji Gandum Utama itu bertumbuh dan mulai menghasilkan banyak buah! Ia rela mati agar menghasilkan banyak buah. Buah-buah itu ialah kita sebagai pengikut-Nya. Ia taat dan menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi kita. Kita semua memperoleh keselamatan berkat Benih Gandum Utama tadi. Dalam penderitaan dan wafat-Nya yang hina di salib, Tuhan menampakkan kemuliaan dan keagungan-Nya. Ia menjadi Penyelamat dan sungguh berarti bagi dunia.
Dengan belajar dari alam tadi, kita sebagai seorang beriman mestinya juga harus bermakna bagi orang lain. Ada kepedulian sosial dengan saling berbagi. Yang lebih berbagi kebahagiaan kepada yang berkekurangan, agar tidak ada kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin. Dengan berbagi kasih berarti hidup kita bukan hanya mementingkan diri tetapi juga mau mengosongkan diri demi sesama. Meneladan Dia yang mau mengosongkan diri-Nya dan mengorbankan diri-Nya demi kita. Dengan demikian kita pun harus rela merendahkan diri, melepaskan gengsi dan mengorbankan diri bagi sesama! Seperti Ia rela merendahkan Diri dan melepaskan keilahian-Nya. Yesus rela mengorbankan diri-Nya, bahkan sampai wafat di salib. Dengan begitu, Ia memberi hidup bagi kita. Itulah misteri hidup Yesus, yaitu misteri jalan kerendahan dan kerelaan untuk mati dan menjadi pokok keselamatan bagi semua umat manusia. (Ibr 5:9) Dengan wafat dan kebangkitan-Nya, Yesus menandai masa Perjanjian Baru, di mana Tuhan akan mengampuni kita, Tuhan tidak akan mengingat-ingat dosa kita lagi (Yer 31:31-34).
Berkat Dia yang tidak memperhitungkan dosa-dosa kita lagi, semoga kita memperoleh semangat baru untuk hidup yang semakin bertanggungjawab dengan mulai mengubah “cara hidup lama” dengan “hidup baru” seturut kehendak-Nya. Dan apabila kita menghadapi persoalan yang menghimpit hidup kita, semoga kita mampu menimba kekuatan dari pada-Nya, sebab Dia akan berjalan bersama kita dan rela memanggul salib demi kita. (FX. Mgn).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar