“SIAP MENDERITA DAN SIAP DITOLAK”
Yeh 2:2-5;
2 Kor
12:7-10;
Mrk 5:9:1-6
mBah Kasanredjo terkenal sebagai ”orang
tua” atau dhukun. Banyak orang dari luar daerah yang anggota keluarganya sakit
minta ”air putih” kepada mBah Kasan karena ia memang sangat dikenal manjur atau
”cocok” kalau menolong orang. Namun ia kurang ”cocok” kalau menolong orang di
daerahnya sendiri. Para tetangga terdekatnya jarang yang minta tolong
kepadanya, karena mereka memandangnya sebagai ”orang biasa” sama-sama petani di
daerahnya.
Dalam Injil hari ini Yesus yang telah
banyak membuat mukjizat dan mengajar serta menyembuhkan orang sakit di
tempat-tempat lain, mengalami perlakuan yang mirip dengan mBah Kasan tadi
ketika Ia pulang kampungnya. Waktu Ia mengajar dengan bagusnya orang mulai
tertegun. Tetapi lama kelamaan mereka mulai berbisik, ”Lho itu kan anak Maria
dan Yosep tetangga kita...” Mereka tidak percaya dan menolak ajaran-Nya.
Sungguh mengherankan Yesus ditolak di kotanya sendiri. Tidakkah mereka
seharusnya bangga bahwa anak dari kampungnya menjadi begitu populer. Rupanya
Yesus pun kecewa karena mereka pada tidak percaya. Dan karena mereka tidak
percaya, Yesus juga tidak membuat mukjizat di situ. Karena
mukjizat membutuhkan iman kepercayaan dan penerimaan serta kerendahan hati.
Sejak zaman Perjanjian Lama ada
orang-orang yang dipilih dan diutus untuk menyuarakan kehendak Allah. Orang-orang
itu mendapatkan anugerah Roh Kenabian, misalnya Nabi Yehezkiel. Mereka adalah
orang-orang biasa yang dipanggil dengan segala kelemahan dan kerapuhannya.
Demikian juga Paulus dipanggil Tuhan yang merefleksikan bahwa kelemahan itu
perlu agar ”kuasa Tuhan menjadi sempurna”. Yesus yang dipilih Allah sebagai
Mesias pada zaman-Nya, diutus untuk mempertobatkan dan memelihara kawanan domba
Allah. Tetapi Ia menghadapi orang sebangsanya yang menolak diri-Nya. Hal itu
disadari-Nya, karena memang demikianlah perlakuan manusia terhadap
nabi-nabinya.
Nampaknya menghargai orang lain dan
menerima ajaran bukanlah hal yang mudah, apalagi bila orang yang memberi
pengajaran adalah ia yang kita kenal masa lalunya. Seringkali kita tidak
menghargai orang lain, karena hanya melihat penampilannya dan asal-usul orang
itu. Tidak menghargai kemampuannya atau karya dan perjuangannya. Orang
memperjuangkan keadilan dan kebenaran seringkali malah dihabisi. Mereka
ditumpas habis. Kendati mendapat penolakan, sebagai pejuang dan nabi hendaknya
terus setia pada Allah, melaksanakan tugasnya mewartakan keadilan dan kebenaran.
Dalam hal iman, kalau para nabi bahkan Yesus sendiri ditolak di kotanya
sendiri, apalagi kita para pengikut-Nya. Kita menjadi orang yang dipanggil dan
diutus mewartakan kabar gembira harus siap mengalami penderitaan berupa
penolakan.
Marilah
kita belajar dari pengalaman Yesus. Yesus yang tetap hadir dengan cara yang
sederhana: memberi bekal ilahi melalui Sakramen Ekaristi. Yesus yang mengampuni
melalui imam dalam Sakramen Pengampunan. Memberi rahmat perkawinan untuk saling
mencintai. Memberi kekuatan pada mereka yang sakit. Jangan sampai rahmat Allah
yang dijanjikan kepada kita, hilang hanya karena kita menolak/tidak menghargai
mereka yang menyampaikan hanya karena kita tahu siapa dia. (FX. Mgn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar