SELAMAT DATANG DAN SELAMAT BERJUMPA

Minggu, 12 Juli 2009

Seumur-umur baru ini ...

Yoh 15:12-16

Seumur-umur baru ini ...

Baru kali ini saya menyaksikan pemberkatan perkawinan pasangan over swid (di atas 60). Ini benar-benar terjadi pada pasangan pernikahan teman saya.
Ketika saya menyampaikan undangan resepsi pernikahan dari teman saya itu kepada teman-teman yang lain, semuanya merasa kaget dan tidak percaya. Karena apa teman-teman tidak percaya? Mereka berpendapat kalaupun mau mantu, mau menikahkan siapa lagi? Wong anaknya sudah menikah semua dan cucu-cunya pun sudah besar-besar. Kemungkinannya apa mau menyunatkan cucunya.
Seumur-umur baru ini saya tidak dipercaya teman-teman atas pemberitahuan itu. Maka untuk meyakinkan, mereka saya ajak untuk hadir dan membuktikan sendiri pada hari pemberkatan pernikahan tersebut. Daripada hanya membayangkan yang tidak-tidak apakah calon istrinya masih muda, cantik .....! Kenapa kok menikah lagi??? Apa yang dicari???
Hanya saya berpesan nanti dalam acara ramah tamah dan kesempatan tertentu agar menjaga perasaan mereka, dengan mengendalikan diri dan jangan tertawa lepas.

Pernikahan itu benar-benar terlaksana dan diberkati oleh seorang imam. Imam pun mengatakan bahwa baru-baru ini ia menikahkan pasangan usia 40 tahun. Sekarang malah menikahkan pasangan lansia di atas 60 tahun. Sebab teman saya itu 68 tahun dan pasangannya 63 tahun.

Apa yang melatarbelakangi pernikahan tersebut? Dan apa yang mereka cari?

Pasangan pengantin lansia ini sama-sama sudah sendiri karena sudah 2 tahun ditinggal pasangan hidupnya. Terutama teman saya itu setelah ditinggal istrinya ia merasa kesepian. Lebih-lebih salah satu anaknya yang selama ini serumah dan mendampingi teman saya itu pindah rumah, mendorongnya segera ia mencari pendamping hidup.

Perintah Gereja mengatakan bahwa pernikahan dimungkinkan adanya keturunan sebagai tanda nyata pasangan itu bekerjasama Allah dalam karya penciptaaan di mana manusia agar memenuhi bumi dengan keturunan yang banyak seperti pasir di tepi laut dan bintang di langit. Tapi apa mungkin pada pasangan wanitanya yang sudah 63 tahun? Kecuali pasangan Abraham dan Sarah atau pasangan Zakharias dan Elisabet.
Tentu bukan itu tujuannya! Tujuan utamanya mereka menikah lagi agar mereka bahagia. Untuk mencapai kebahagiaan itu tentu banyak tantangan yang mereka hadapi: malu ditonton cucu-cucunya, mungkin menghadapi penolakan dari anak cucu dan kerabatnya. Bahkan menjadi tertawaan dari teman-temannya. Banyak kejadian pasangan pernikahan lanjut usia yang sulit bisa menyesuaikan diri, karena sudah puluhan tahun terbentuk kebiasaan-kebiasaan lama. Kemudian harus menyesuaikan dengan kebiasaan-kebiasaan baru dengan pasangannya.
Namun itu semua merupakan PR (pekerjaan rumah) yang harus mereka hadapi dan diperjuangkan.

Alasan umum pasangan lanjut usia adalah biar ada yang diajak “greneng-greneng” (ada yang diajak bicara, berbagi rasa), biar tidak kesepian. Alasan lain kalau mengalami sedikit pusing atau kurang enak badan ada yang mendampingi. Mungkin para lansia itu punya anak perempuan yang bisa melayani dan merawat; tetapi akan lebih nyaman dan rahap kalau dilayani oleh suami atau istri.
Karena sudah menjadi keputusan untuk menikah tentu harus mampu menghadapi tantangan kelak yang menghadang, antara lain: menurunnya kemampuan fisik dan financial.

Semoga pasangan lansia teman saya tadi merupakan pasangan yang bahagia dan juga membawa kebahagiaaan anak cucu dan kerabatnya. Perkawinan yang membawa kesejahteraan suami istri bukan karena harta tetapi pasangan yang bisa menjadi teman satu sama lain dan berbagi pengalaman hidup. Perkawinan yang dilandasi kasih yaitu pasangan yang saling mengasihi. Pasangan yang mampu melihat cinta sejati, mampu saling memberi dan menerima apa adanya (kelebihan dan kekurangan masing-masing) demi kebahagiaan mereka. (FX. Mgn)