SELAMAT DATANG DAN SELAMAT BERJUMPA

Rabu, 30 Desember 2009

TUHAN MENAMPAKKAN DIRI TURUN KE DUNIA, HIDUP DAN BERADA DALAM SITUASI MANUSIA

HR RY PENAMPAKAN TUHAN / ABC 
(Minggu, 3 Januari 2010)

Yes 60:1-6;
Ef. 3:2-3a.5-6;
Mat 2:1-12

Hari ini Gereja merayakan Penampakan Tuhan yang ditandai dengan munculnya bintang timur. Tanda bahwa telah lahir seorang pemimpin atau raja baru, Yesus Kristus yang akan menggembalakan umat manusia.

Berita kelahiran Yesus Kristus membuat dunia gempar mulai dari para gembala sampai dengan para bijak atau orang-orang majus dan Herodes penguasa saat itu. Baik para gembala maupun orang-orang majus mendapat bimbingan langsung dari langit dengan "bahasa" yang sesuai dengan cara berpikir masing-masing.
Tuhan berbicara lewat penampakan malaikat dan bala tentara surgawi kepada para gembala. Kepada para ulama yang ahli ilmu pengetahuan itu, Ia berbicara lewat isyarat bintang dan pemikiran. Bahkan Ia pun berbicara kepada mereka lewat orang yang memiliki niat tidak baik seperti Herodes.

Dengan hadirnya Bayi mungil bersahaja di Betlehem menunjukkan bahwa karya keselamatan Allah bagi dunia mulai tampak. Allah juga menampakkan kuasa-Nya untuk mengantar setiap orang menyambut serta menikmati keselamatan yang dibawa oleh Yesus. Tuhan sudah berkenan turun ke dunia menampakkan karya keselamatan-Nya, juga membuka jalan bagi siapa saja untuk mengantar kepada keselamatan itu. Keselamatan telah ditawarkan tinggal mereka yang mengetahui mau memahami dan menerima atau menolak keselamatan itu. Sebagian besar umat manusia yang menghuni bumi ini menerima dan menyambut-Nya, tetapi ada juga orang-orang yang seperti Herodes menolak-Nya.

Para majus menjadi saksi yang melihat sendiri Bayi Yesus, mereka memahami tanda-tanda dari langit dan mereka memihak raja yang baru lahir. Sekarang mereka menyadari bahwa muslihat Herodes yang ingin melacak di mana persisnya tokoh yang dianggapnya bakal menjadi saingannya itu. Para majus diperingatkan dalam mimpi supaya jangan kembali kepada Herodes. Mereka pulang membawa kegembiraan yang akan mereka bagikan kepada orang-orang lain.

Bagaimana dengan mereka yang ada di Yerusalem, terutama Herodes? Kendati dia sudah diberitahu akan hadirnya Sang Mesias, bahkan diyakinkan lagi oleh para imam kepala dan ahli Taurat, dia tidak mencari Mesias dan bersembah sujud kepada-Nya. Sebaliknya, justru berusaha untuk menghabisi-Nya, kendati harus mengorbankan banyak bayi yang tidak berdosa. Mereka kehilangan kepekaan akan cara-cara Tuhan berbicara kepada manusia, malah menganggapnya sebagai ancaman! Begitu juga para ulama di Yerusalem itu sebenarnya juga dapat mengetahui peristiwa itu, tetapi mereka tidak memahami maknanya. Di antara orang-orang yang mendengar kata-kata para gembala, hanyalah Maria sajalah yang berusaha mengerti. Maria "menyimpan semua perkataan itu dalam hatinya dan memikir-mikirkannya." Bunda Maria bersikap mau memahami misteri yang ada dalam kehidupannya. Orang-orang lain tetap terkagum-kagum dan terkejut saja.

Dalam Pesta penampakan Tuhan hari ini yang merupakan pesta Tuhan yang mau turun kepada manusia, yang hidup dan berada dalam situasi manusia, semoga dapat mengantar pada seluruh hidup kita hanya pada karya keselamatan-Nya. Keselamatan bagi umat manusia yang mau membuka mata hatinya kepada Juru Selamat yang telah turun ke dunia membawa damai sejahtera. (FX. Mgn)

Kamis, 24 Desember 2009

MENELADAN KELUARGA KUDUS

PESTA KELUARGA KUDUS, YESUS, MARIA, YUSUF / C
(Minggu, 27 Desember 2009)

1 Sam 1:20-22. 24-28;
1 Yoh 3:1-2. 21-24;
Luk 2:41-52

Hari ini kita merayakan pesta Keluarga Kudus Nazaret, Yesus, Maria dan Yusuf. Yusuf dan Maria adalah contoh yang sempurna sebagai keluarga dalam pasangan suami istri yang disukai Allah. Persembahan hidup mereka sempurna karena mereka mempunyai relasi yang erat satu sama lain dan kedekatan yang akrab dengan Allah. Terutama karena Yesus menjadi tempat bagi mereka membaktikan diri.

Kita pun dapat melakukan hal yang sama, jika kita menempatkan cinta kasih Allah sebagai dasar hubungan cinta kasih kita kepada keluarga. Spiritualitas kehidupan keluarga tampak lewat kasih yang senantiasa diberikan kepada sesama. Dalam keluarga kecil yang hidup dalam rumah sederhana pun sesungguhnya bisa melakukan hal-hal besar. Keluarga adalah tempat persemaian cinta kasih Allah. Di sanalah, seharusnya taburan benih cinta mendapat ruang pertumbuhan paling nyaman di dunia. Namun, mudahkah menyemai, menumbuhkan dan merawat cinta manusiawi melalui persekutuan cinta dalam sebuah keluarga?

Seringkali yang kita jumpai banyak keluarga tidak harmonis. Mencuatnya fakta kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) melalui media massa diiringi berita seputar perceraian para selebriti, tentu cuikup memberi gambaran untuk menjawab pertanyaan di atas. Belum lagi, banyak keluarga yang merasa gagal karena anak mereka tidak mandiri. Orang tua sering mengeluh kenapa anak saya tidak pernah bangun sendiri, kalau tidak dibangunkan orang tua? Anak saya belum bisa mengurus keperluannya sendiri, mencuci atau menyeterika pakaiannya? Semuanya masih dilakukan oleh orang tuanya. Alasannya, kasihan kalau terlambat bangun dan tidak sekolah. Terlambat kerja atau malah tidak kerja, bisa dipecat. Orang tua selalu tidak tega.
Tetapi kalau para orang tua mau jujur, kesalahan justru ada pada orang tua sendiri, karena anak terlalu dimanja. Memang, hidup dalam dunia yang sudah maju ini dan karena perbaikan ekonomi, membuat anak-anak dimanjakan oleh materi. Ada perasaan khawatir bila anaknya sampai gagal. Penyebab kegagalan justru dari orang tua karena berlebihan kekhawatirannya.

Lalu apa solusinya?
Orang tua harus mau memberi kesempatan anak-anaknya untuk belajar mandiri. Mulai belajar melakukan hal-hal yang kecil. Mungkin awalnya ada kesalahan dan tidak sempurna, tetapi bukan harus dilarang melakukan sesuatu. Bila kita mau belajar dari Keluarga Kudus Nazaret, Yesus pun pernah membuat khawatir orang tuanya ketika Ia tertinggal di Yerusalem selama tiga hari. Namun Maria dan Yusuf sabar mencari Yesus Putranya yang masih berada di Bait Allah, dan masih bersoal jawab dengan para guru agama. Lalu Maria mengajak pulang Putranya dan mendidiknya sampai dewasa. Meski begitu, Maria menyimpan semua hal itu di dalam hatinya. Maria membawa persoalan hidupnya ke dalam ruangan doa hening. Dalam ruangan doa hening itu, Maria selalu berdoa bagi kerja suami tercinta dan bagi karya agung Sang Putra terkasih. Melalui kehidupan doa batin, Maria terus memandang dan menyaring rahmat Allah yang menghinggapi orang-orang yang dikasihinya.

Sementara itu, Yusuf sang ayah dengan pekerjaannya sebagai tukang kayu, ingin menunjukkan hidup kontemplasi dalam tindakan. Dalam kerja, ia tidak banyak bicara. Dalam karya, Yusuf mampu memandang dan menyaring rahmat Allah yang bersembunyi di balik perhatian dan cinta istri serta Putera terkasihnya. Bagaimana kanak-kanak Yesus turut serta memakai peralatan tukangnya, turut berkreasi bersamanya, tentu menjelmakan senyum bangga pada Putera Allah yang dipercayakan berada dalam pengasuhannya.
Dalam keluarga yang dipenuhi daya hidup kontemplatif itu, tidak mengherankan bila akhirnya Yesus pun menangkap perutusannya menjadi seorang kontemplatif, baik dalam cinta maupun dalam karya-Nya. Ia dihidupi oleh cinta ibu dan bapa manusiawi-Nya. Hati-Nya bertemu dengan cinta manusiawi yang hidup di tengah-tengah keluarga sederhana Nazaret. Semakin mengertilah Ia, betapa hidup mencinta merupakan panggilan hidup-Nya, sekalipun hidup mencintai harus berani menderita.

Menghayati spiritualitas cinta Ilahi dalam Keluarga Kudus Nazaret, spiritualitas hidup yang tumbuh dan berkembang adalah kasih. Kasih Allah hadir dalam diri Yesus. Keluarga Kudus Nazaret mendapat kesempatan istimewa untuk bergaul dalam relasi manusiawi dengan Sang Kasih Ilahi. Begitu pula sebaliknya, Sang Kasih Ilahi mengalami perjumpaan dan relasi manusiawi melalui dekapan keibuan Maria, dan perhatian seorang bapa, Yusuf. Bagi keluarga-keluarga masa kini, tentu teladan Keluarga Kudus yang tetap erat dalam persekutuan dengan Kristus akan memberikan topangan istimewa. Sekalipun tantangan hidup keluarga masa kini tidak bisa dikatakan ringan. Dengan memandang teladan Keluarga Kudus dalam iman dan kasih akan memberikan kekuatan di tengah penderitaan dunia ini. (FX. Mgn)

Selasa, 22 Desember 2009

SABDA TELAH MENJADI MANUSIA

HR RY NATAL ABC
(Jumat, 25 Desember 2009)

Yes 52:7-10;
Ibr 1:1-6;
Yoh 1:1-5. 9-14

Sudah menjadi tradisi dalam merayakan Natal, orang saling mengunjungi dan memberikan salam damai natal. Dahulu masih banyak orang mengirimkan kartu ucapan Natal dan Tahun Baru, namun sekarang tidak dengan kartu natal lagi melainkan dengan pesan pendek (SMS), atau via e-mail.

Banyak orang kristani mengungkapkan kegembiraan Natal dan penuh syukur karena telah lahir Bayi Yesus dari rahim Bunda Maria, sebagai Penyelamat dunia. Dalam merayakan kedatangan Yesus Kristus Sang Raja Damai, seringkali dengan liburan ke luar kota, dengan pakaian yang indah dan pesta ria.
Namun jika kita mau jujur melihat kenyataan, barangkali banyak di antara kita yang tidak semuanya bisa menikmati suasana Natal yang membawa damai. Masih banyak saudara-saudara kita yang belum menikmati terang Kristus, yang sesungguhnya terang Kristus itu harus bercahaya di dalam kegelapan hati manusia.

Apakah merayakan Natal harus dengan hura-hura?
Pertanyaan itu bagi kita sebagai para pengikut-Nya harus kembali pada Sang Sabda yang telah menjadi manusia, yaitu Yesus. Yesus lahir di dunia dalam kesederhanaan-Nya dengan tugas utama menyelamatkan umat manusia, membawa kedamaian dengan cahaya terang ilahi. Kita semua mempunyai tugas yang dasar utamanya adalah Yesus sendiri, dengan memahami kedatangan Yesus ke dunia ini untuk mendamaikan manusia dengan sesamanya dan mendamaikan manusia dengan Allah sendiri, agar manusia hidup bahagia dan damai sejahtera.
Sesudah manusia memperoleh cahaya terang Kristus dan berdamai dengan Allah mulailah berdamai di dalam keluarga. Itu berarti mensyukuri kehadiran setiap pribadi di dalam keluarga. Sebab keluarga merupakan persekutuan hidup antar pribadi. Keluarga yang bahagia jika suami, isteri, anak-anak mengalami hidup yang tenteram dan damai.
Kemudian berdamai dengan sesama. Berdamai dengan sesama berarti berusaha menemukan wajah Allah dalam diri setiap orang, sebab Allah menciptakan semua manusia menurut citra-Nya. Berdamai dengan sesama berarti juga berdamai dengan mereka yang selama ini berseberangan dengan kita karena perbedaan pandangan dan keyakinan. Mau berdamai dan minta maaf dengan saling memaafkan atau mengampuni.
Dengan saling mangampuni kita akan hidup bahagia, damai sejahtera selamat lahir batin, jasmani dan rohani dengan sesama sebagai saudara. Melalui terang Kristus kita akan bertumbuh menjadi komunitas pembawa damai dan diharapkan mampu membuka mata dan telinga kita terhadap lingkungan hidup di sekitar kita. Kiranya kita dapat melihat dan mendengar bahwa masih cukup banyak orang yang menderita serta membutuhkan uluran kasih atau bantuan.

Maka kalau kita meneladan Sang Penyelamat Dunia, Allah yang turun ke dunia menjadi manusia sama dengan kita kecuali dalam hal dosa. Ia yang telah `menanggalkan ke Allah-an-Nya' atau kebesaran-Nya dengan rela mengorbankan nyawa-Nya demi umat manusia. Belajar dari Dia yang rela berkorban, maka kita pun dipanggil untuk dengan rela dan senang hati mau berbagi dan peduli terhadap sesama. Mau `membagikan' sebagian harta/uang, tenaga dan perhatian kita bagi saudara-saudari kita yang sedang menderita sakit, yang kehilangan harta bendanya dan kehilangan anggota keluarganya karena bencana alam, yang kehilangan pekerjaannya karena pemutusan hubungan kerja.
Marilah kita menutup tahun 2009 ini dengan penuh syukur dan dengan hati yang damai sejahtera. Mengawali tahun 2010 dengan hati yang damai juga, dalam terang cahaya Kristus dan semoga berkah Natal melimpah kepada kita.

KOPI KENTAL GULANYA BATU: "SELAMAT NATAL DAN TAHUN BARU” (FX. Mgn)

Selasa, 15 Desember 2009

MARIA MENGUNJUNGI ELISABET

MG ADVEN IV / C
(Minggu, 20 Desember 2009)

Mi 5-2-5a;
Ibr 10:5-10;
Luk 1:39-45

Mengunjungi sahabat, orang tua pada saat libur atau hari raya adalah kesempatan bisa berkumpul bersama dan melepas rindu. Namun kunjungan Bunda Maria ke rumah Elisabet bukan sekedar kesempatan mereka untuk berkumpul atau melepas rindu, tetapi merupakan kunjungan dan perjumpaan dua orang perempuan yang menjadi tonggak sejarah penyelamatan. Karena perjumpaan itu tidak hanya sekedar bertemunya antar kedua wanita itu, tetapi juga merupakan perjumpaan janin yang ada dalam rahim ke dua calon ibu itu. Perjumpaan Maria dan Elisabet merupakan perjumpaan dua pribadi yang sama-sama percaya akan karya Allah dalam diri mereka, akan kasih Allah dalam hidup mereka. Perjumpaan dua pribadi yang sama-sama kepenuhan Roh Kudus. Perjumpaan dua wanita yang sama-sama menantikan bayinya berkat campur tangan Allah sendiri. Kehadiran ke dua janin di dalam rahim kedua wanita itu akan membuat banyak orang bersukacita dan bergembira serta membuat takjub karena terjadi di luar kelaziman. Elisabet istrinya Zakharia, yang sudah dinyatakan mandul akan melahirkan anak laki-laki baginya yang diberi nama Yohanes Pembaptis. Demikian juga perawan Maria tunangan Yusuf harus mengandung dari Roh Kudus juga melahirkan anak laki-laki dan dinamai Yesus. Yohanes Pembaptis mewakili dunia Perjanjian Lama dan satu lagi, Yesus menjadi tanda Perjanjian Baru. Sungguh menarik, keduanya laki-laki pilihan Allah. Lebih menarik lagi kehadiran Maria di rumah Elisabet membuat bayi dalam kandungannya melonjak kegirangan. Tanda penyambutan yang hangat atas kedatangan Juru Selamat yang dijanjikan Allah. Lonjakan bayinya Elisabet menandakan bahwa bayi yang dikandungnya ikut gembira menyambut Yesus yang masih di dalam kandungan Bunda Maria. Bagaimana dengan kita? Dalam penantian terakhir pada minggu adven keempat ini diharapkan dapat membuat kita semua bersukacita dan membuka hati bagi kehadiran Tuhan. Ungkapan syukur akan kehadiran Tuhan dalam diri kita dengan mau melakukan banyak hal yang dinyatakan kepada sesama serta Tuhan sendiri. Suasana hati yang penuh kegembiraan dan suasana hati penuh keakraban. Apakah perjumpaan kita dengan orang lain benar-benar bisa membahagiakan? Tampaknya kegembiraan seperti itu hanya dapat sungguh kita alami, bila dalam penantian ini kita memang percaya akan kedatangan Tuhan, seperti yang diungkapkan Bunda Maria dan Elisabet. Kegembiraaan itu hanya terjadi bila kita sungguh percaya akan kasih dan karya Tuhan dalam hidup kita. Perjumpaan kita dengan Tuhan dalam masa penantian ini menjadi masa yang baik untuk lebih mau bertemu dan berkomunikasi serta menyapa sesama sebagai yang dicintai Tuhan. Masa yang membuat kita selalu percaya dan berharap akan datangnya Tuhan Pembawa Damai Sejahtera. Masa di mana hidup kita merasa bahagia dalam penyertaan dan kasih Tuhan. (FX. Mgn)

Selasa, 08 Desember 2009

BERBAGI KEPADA SESAMA SEBAGAI UNGKAPAN TOBAT


MG ADVEN III / C 
(Minggu, 13 Desember 2009)

Zef 3:14-18a;
Flp 4:4-7;
Luk 3:10-18

Masa penantian kedatangan Tuhan dalam minggu adven ketiga ini membawa sukacita dan pengharapan dengan ditandai pada keluarga-keluarga kristiani serta di gereja memasang lilin merah jambu yang dinamai juga lilin "Sukacita". Warna merah jambu menyimbolkan sukacita pengharapan yang tidak tertahankan lagi karena kelahiran Tuhan sudah sangat dekat. Kedatangan Tuhan yang membawa warta kegembiraan dan keselamatan.
Warta kegembiraan ini juga terpancar pada orang banyak yang mau datang dan mendengarkan pewartaan Yohanes Pembaptis di tepi sungai Yordan. Dalam pewartaannya Yohanes Pembaptis menyerukan pertobatan, bukan hanya ditujukan pada kelompok Saduki dan Farisi saja tetapi kepada semua orang. Bertobat tidak cukup dengan menyesal, tetapi diwujudnyatakan dengan perubahan hidup yang lebih baik. Perlu tindakan nyata. Itulah yang ia ajarkan kepada orang-orang yang datang kepadanya untuk minta dibaptis.
Kemudian mereka masing-masing bertanya, “Apa yang harus kami dilakukan?” Yohanes Pembaptis menganjurkan beberapa hal yang harus segera dilakukan. Berbagilah kepada mereka yang membutuhkan, pakaian, makanan, uang dsb. Kepada penarik pajak dia berkata, “Jangan menarik lebih dari yang sudah ditentukan untukmu.” Dan kepada para prajurit, dia berkata, “Jangan merampas dan memeras”. Yohanes Pembaptis menekankan kepada semua orang sesuai dengan tugasnya agar bertindak adil dan jujur, jangan merampas hak orang lain dan jangan memeras.
Pertanyaan tadi berlaku juga untuk kita semua saat ini dalam mempersiapkan diri untuk perayaan Natal. Apakah yang harus saya perbuat sebagai ungkapan tobat: seorang anak, orang tua, pegawai, pedagang, pemimpin Gereja, warga Gereja, pemimpin masyarakat, warga masyarakat, penegak hukum, militer, wakil rakyat, atau apa saja sesuai dengan tugas dan jabatan kita. Mau dan rela berbagi kepada sesama sebagai tanda tobat berupa: tenaga, pikiran, perhatian, waktu, uang, atau apa saja. Mau berdamai dengan memaafkan dan minta maaf.
Dari seruan dan semua nasihat yang disampaikan Yohanes Pembaptis tadi membuat orang banyak berpikir, apakah dia itu Mesias. Namun Yohanes Pembaptis dengan jujur mengatakan kepada orang banyak bahwa bukan dia Mesias itu, dia hanyalah saksi-Nya. Yohanes Pembaptis hanya mewartakan kabar baik tentang kedatangan Tuhan kepada orang banyak. Kabar baik yang diwartakannya agar bisa mendorong orang lain untuk mencari tahu apa yang harus mereka perbuat. Mereka dimotivasi untuk solider dengan orang yang tak punya, bertindak adil terhadap siapapun.
Lalu … Apakah dalam masa persiapan kedatangan Tuhan sekarang ini, orang makin terdorong untuk mencari tahu apa yang sebaiknya mereka perbuat untuk menolong sesamanya manusia, terutama yang berkekurangan atau diperlakukan tidak adil secara terus menerus ? Ataukah, semakin gampang orang berkata: “Ah, kenapa mesti repot, itu masalah mereka sendiri, untuk apa mencampuri hal itu?
Semoga semua orang mau hadir sebagai motivator kepada orang banyak untuk semakin peduli terhadap sesamanya manusia dan kepada Tuhan. Kesediaan, kesederhanan, kejujuran dalam kata dan tindakan serta pengertian yang ditampilkan kepada semua orang, turut menentukan mutu persiapan kita menyambut kedatangan Tuhan. (FX. Mgn)

Jumat, 04 Desember 2009

BERTOBAT MENYONGSONG KEDATANGAN TUHAN

MG ADVEN II / C
(Minggu, 6 Desember 2009)

Bar 5:1-9;
Flp 1:4-6.8-11;
Luk 3:3-6

Seringkali kita ini menipu diri sendiri dengan mengatakan tidak berdosa. Tetapi kalau menyadari sungguh-sungguh setiap kali masih diberi kesempatan hidup di dunia ini, manusia cenderung melakukan dosa. Sangat tepatlah Yohanes Pembaptis mengingatkan semua orang agar “bertobat dan memberikan diri dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu …”

Bagi orang yang berdosa atau bersalah dan tidak mengindahkan suara hatinya, akan berusaha mati-matian untuk menutupi dosa-dosanya dan mengatakan bahwa: “Saya sama sekali tidak berdosa.” Namun bagi orang yang berdosa tetapi masih peka akan bisikan suara hati nuraninya tentu pikiran dan hatinya akan tidak tenang karena merasa jauh dari Tuhan. Sadar, bahwa perbuatan yang dilakukan benar-benar bertentangan dengan hati nurani dan merupakan pelanggaran di hadapan Allah. Selain berdosa kepada Allah juga merugikan orang lain dan diri sendiri karena upah dosa adalah maut.
Sebagai orang beriman harusnya menyadari atas dosa-dosanya, menyesali semua kekeliruan dan bertobat serta berusaha untuk berdamai dengan Allah. Bertobat atau “kapok” berarti tidak akan berbuat dosa lagi. Ditandai dari perubahan sikap dan perilaku sebagai tanda penyesalan dan berkabung.

Bila dalam Minggu Adven I yang lalu kita diajak melihat kelahiran Yesus di Betlehem dengan gambaran kedatangan Anak Manusia di akhir zaman, maka dalam Minggu Adven II ini kita didorong melangkah maju lebih lanjut dengan bantuan Yohanes Pembaptis untuk berdamai dengan Allah. Berdamai dengan Allah yang juga mendorong untuk berdamai dengan sesama, dengan tidak hanya melihat kesalahan orang lain tetapi mau melihat kesalahan sendiri.
Yohanes Pembaptis mengingatkan kita semua melalui baptisan tobat, baptisan yang menandai tekad untuk membuka lembaran baru. Lembaran baru, yaitu sikap bertobat dengan mempersiapkan diri dan meluruskan jalan bagi kedatangan Tuhan sebagai Pennyelamat yang memberikan pengampunan dan kedamaian.

Dalam menyongsong kedatangan Tuhan, kita diajak mendengarkan pesan nabi Barukh agar jangan tenggelam dalam kegelisahan dan kesedihan, tetapi supaya menanggalkan pakaian berkabung serta berbesar hati karena kita semua akan dekat kembali dengan Allah. Kita semua diajak agar berani menanggalkan sikap menghukum diri dan membiarkan diri dituntun Allah sendiri agar mendekat kepada-Nya kembali. Ada kerohanian segar yang disampaikan Yohanes Pembaptis yang mengajarkan bahwa Yang Ilahi bukan lagi sebagai yang akan datang menghukum dan memperhitungkan dosa-dosa kita melainkan sebagai Dia yang akan membawa kembali umat-Nya menuju kebahagiaan bersama-Nya. Ia bukan lagi yang menuntut dan hanya memandang serta memperhitungkan dosa-dosa kita, melainkan Ia datang menguatkan manusia. Kehidupan serta tindakan Yohanes Pembaptis menjadi kesaksian akan warta tadi.
Ia mengajak orang melihat ke arah lain, ke arah datang-Nya Dia yang akan mengajar kita semua merasakan kasih-Nya. Ia bukan lagi yang jauh, melainkan yang mau mendekat dan peduli akan manusia dengan segala kelemahannya. Sehingga kita semua mampu hidup terus kendati sering jatuh karena kerapuhan kita. (FX. Mgn)