SELAMAT DATANG DAN SELAMAT BERJUMPA

Senin, 29 Agustus 2011

SALING MENASIHATI DALAM SEMANGAT CINTA KASIH

MINGGU BIASA XXIII (A)
Minggu, 4 September 2011 (Minggu Kitab Suci Nasional)

Yeh 33:7-9;
Rm 13:8-10;
Mat 18:15-20

Hampr di setiap keluarga pasti ada yang berbuat kekeliruan karena salah ucap atau salah tindak. Demikian juga dalam komunitas apa pun pasti ada yang melakukan keasalahan. Dan sudah menjadi kewajiban kepala keluarga atau pimpinan, bahkan sesama anggota komunitas untuk saling mengingatkan yang berbuat salah. Ada perasaan tidak enak dan tidak tega untuk menegur, karena takut membuat tersinggung perasaannya atau mungkin malah membuat marah.
Banyak kasus, orang cenderung untuk langsung menegur yang berbuat salah secara spontan, bahkan secara terbuka dan terang-terangan. Hal ini akan membuat persoalan tidak menjadi baik tetapi malah akan menimbulkan perpecahan dan memicu ketegangan dan perselisihan, yang pada akhirnya akan merugikan semuanya.
 Membiarkan masalah juga tidak baik, maka untuk mereda kemarahan publik diperlukan langkah yang bijak dari seorang pimpinan. Mendekati seseorang yang bersalah secara pribadi dan memperingatkan secara pribadi merupakan langkah yang bijak. Melalui percakapan secara pribadi dan peringatan secara pribadi, masalah akan bisa lebih jelas. Karena apa? Kebanyakan orang tidak suka ditegur di muka umum. Dengan menegur di muka umum dapat memberi rasa malu, juga kesempatan membela diri dan memberi penjelasan pun menjadi sulit. Namun bila langkah ini juga tidak membawa hasil dan membuat sadar bagi pelakunya maka langkah-langkah selanjutnya dapat ditempuh dengan membawa teman lain menjadi saksi. Kemudian baru mambawanya terbatas kepada jemaat, dengan tidak menyebarluaskan kesalahannya kepada umum.

Sesuai dengan pesan Injil hari ini, jika ada saudara kita seiman yang berbuat dosa, kita wajib menasihatinya agar bertobat dari dosanya. Karena Yesus ingin mengantarkan kita semua sebagai warga Gereja, agar menjadi persekutuan umat yang kudus. Diharapkan kita membangun semangat untuk saling mengingatkan anggota Gereja yang berbuat dosa. Mulai dari menasihati empat mata, selanjutnya membawa teman lain sebagai saksi dan kemudian membawanya jemaat. Motivasi yang melandasi adalah keinginan untuk membantu yang bersangkutan untuk kembali ke jalan yang benar atau untuk memperbaiki diri. 
Rasul Paulus juga mengingatkan kita dalam kehidupan bersama agar saling mangasihi sesama manusia seperti mengasihi diri sendiri, karena kasih itu kegenapan hukum Taurat. Kita yang sama-sama rapuh, marilah kita berani bersama-sama saling mengingatkan. Tetapi juga jangan hanya melihat kesalahan orang lain tetapi juga mau melihat diri sendiri. 
        
        Semoga kita dalam membangun relasi jemaat dengan saling tegur sapa dan tegur koreksi dijiwai spiritualitas cinta kasih agar tidak ada yang terluka. (FX. Mgn)

Senin, 22 Agustus 2011

APAKAH SAYA JUGA SIAP MEMANGGUL SALIB?

MINGGU BIASA XXII (A)
Minggu, 28 Agustus 2011

Yer 20:7-9;
Rm 12:1-2;
Mat 16:21-27

Seorang bapak dari suatu paroki yang belum mempunyai gereja dengan susah payah berjuang untuk mewartakan sabda Allah di tempat mereka tinggal. Namun ia seringkali mendapat cemoohan dan sindiran karena ia bukan pastor. Apa pun yang ia katakan tidak didengarkan. Dalam hati ia ingin meninggalkan tugasnya.
Peristiwa ini juga dialami nabi Yeremia dalam bacaan pertama hari ini di mana ia telah berusaha mewartakan sabda Allah. Namun ia justru dicemooh, dipojokkan dan dihina. Ia mengeluh dan dalam hatinya ia ingin meninggalkan tugas kenabiannya. Akan tetapi dorongan ilahi yang ada dalam dirinya masih sangat kuat untuk tetap melaksanakan tugas pewartaan sabda Allah. Rupanya Yeremia tidak bisa menahan kehendak Tuhan karena dalam hatinya ada dorongan seperti api yang menyala-nyala dalam tulangnya.

Sebenarnya menjadi pewarta sabda Tuhan itu adalah panggilan dari Tuhan sendiri. Sebagai orang yang sudah dibaptis dan mengimani Yesus sebagai penyelamatnya harus mau mewartakan kabar gembira itu kepada orang lain agar semua orang memperoleh damai sejahtera. Menjadi murid Yesus pasti lebih mudah jika lingkungan hidup kita baik dan mendukung perjuangan iman kita. Tetapi seringkali menghadapi tantangan yang tidak ringan dari pihak manusia. Banyak persoalan yang tidak mudah diatasi. Sadar atau tidak menjadi murid Yesus ternyata tidak mudah, karena harus ada keberanian menyangkal diri, memanggul salib dan mengikuti Dia. Ada anggapan bahwa menjadi murid Yesus ternyata sungguh berat.

Benarkah demikian?
Sejatinya tidak selalu begitu. Memang dalam kehidupan di tengah masyarakat seringkali menghadapi gesekan-gesekan dalam bermasyarakat karena perbedaan pendapat dan keyakinan. Tetapi sebagai murid Yesus kita diharapkan setia pada ajaran iman Gereja yang benar. Ajaran iman Gereja yang benar adalah iman yang sesuai dengan ajaran para Rasul, sebagaimana tertulis dalam Kitab Suci dan Tradisi Gereja. Salah satu pegangan dan  pengajaran praktis ialah apa yang diajarkan Tuhan dalam Injil hari ini. Tuhan berkata: “Setiap orang yang mau mengikuti Aku, ia harus menyangkal dirinya, memanggul salibnya dan mengikuti Aku”.

Bagaimana kenyataannya?
Bisa jadi orang hafal akan Kitab Suci, Iman Katolik dan Katekismus Gereja Katolik tetapi hidupnya seringkali tidak selaras dengan imannya. Gaya hidup mau enaknya saja, tidak mau susah apa lagi mati raga. Mungkin saja kehidupan iman saya tidak lebih baik daripada seorang ibu dari paroki sebuah desa yang lebih setia dengan iman Gereja, yang sejak subuh ia telah pergi ke gereja mengikuti misa dan berdoa. Ia tidak menghiraukan jarak rumahnya yang cukup jauh dengan gereja tetapi setiap Minggu tetap pergi dengan berjalan kaki. Ia tidak pernah putus asa tetapi tetap tekun  beribadah dan berbuat baik.
           Semoga kita mampu belajar dengan iman seorang ibu dari desa tersebut dan iman seorang bapak yang mau berjerih payah mewartakan sabda Tuhan kepada lingkungan hidupnya walau menghadapi banyak tantangan. (FX. Mgn)

Senin, 15 Agustus 2011

SIAPAKAH YESUS ITU MENURUT SAYA?

MINGGU BIASA XXI (A)
Minggu, 21 Agustus 2011

Yes 22:19-23;
Rm 11:33-36;
Mat 16:13-20

Dalam sebuah warung makan yang penuh pengunjung, saya menyaksikan seorang yang sedang makan. Sebelum makan ia membuat tanda salib, tetapi membuat tanda salibnya sangat kecil. Hampir tak kelihatan kalau tidak diperhatikan. Kemudian saya tanya, “Anda Katolik?” “Ya sudah lama, sejak kecil”, jawabnya. Saya tanya lagi, “Kok kecil sekali salibnya?” Dengan spontan ia mengatakan, “Malu akh, membuat tanda salib di depan banyak orang.”
Ada keluarga setiap Minggu pagi pergi bersama seluruh anggota keluarganya. Tetangganya menyapa, “Kok saban Minggu pagi pasti pergi sekeluarga, kemana to pak? Sambil tetap berjalan ia menyahut, “Biasa jalan-jalan, shopping.”
Hal ini bisa terjadi pada keluarga katolik yang tinggal di suatu tempat yang mayoritas non katolik. Seringkali orang takut menyatakan dirinya sebagai orang katolik. Tidak berani dengan terus terang mengatakan bahwa saya katolik kalau hari Minggu saya ke gereja. Sikap demikian sama halnya dengan takut mengakui Tuhan kita. Mudah-mudahan ini tidak terjadi pada warga kita. Sebab hal ini tidak sesuai dengan harapan dan kehendak Tuhan.

Dari dua contoh kejadian di atas berbeda jauh dengan pengakuan Petrus saat Yesus di Kaisarea Filipi di mana Yesus berdialog dengan para murid-Nya setelah cukup lama mengikuti-Nya. Para murid ditanyai Yesus, “Siapakah Aku ini menurut kalian semua?” Mereka ditanyai tentang jati diri-Nya, maka Simon Petrus mewakili teman-temannya mengatakan dengan terus terang bahwa Engkau adalah Mesias, Putra Allah yang hidup!
Jawaban Petrus memang tepat dan itu menandakan bahwa pengakuan imannya sungguh berasal dari Bapa di surga. Dengan jawaban tersebut, Petrus dianggap layak menerima kunci Kerajaan Surga. Apa yang diungkapkan Petrus memang suatu pernyataan iman. Ungkapan hubungan pribadi dia dengan Tuhan sendiri. Iman yang bersifat pribadi, yang merupakan suatu tanggapan mendalam terhadap sapaan dan kasih pribadi Allah kepadanya.
Pertanyaan yang sama juga ditujukan kepada kita, siapakah Yesus menurut saya? Bagi kita apakah kita juga berani dan tegas serta tidak malu menyatakan iman kita dengan mengatakan, Yesus Engkaulah Tuhan yang membimbing, menyertai dan mengarahkan kita masing-masing. Pernyataan iman yang menunjukkan hubungan dan penghayatan kita akan Tuhan dalam hidup di tengah masyarakat.
Kita menyadari kemantapan iman membutuhkan suatu proses. Tidak selalu mudah bagi kita untuk menyatakan iman kita dengan penuh kemantapan dan keberanian karena kerap kali hambatannya cukup banyak. Kendati begitu, tugas untuk menjadi saksi iman tetaplah tugas yang harus dijalankan oleh pengikut Kristus. Iman yang tidak diwartakan tidak akan menghasilkan buah, lebih-lebh jika iman tersebut tidak diwujudkan dalam perbuatan nyata.
       
       Semoga kita yang sudah menjadi pengikut-Nya, tidak perlu takut dan malu mengakui sebagai orang katolik. Dengan pengakuan itu ada kosekuensinya, yaitu kita sebagai Gereja tidak akan lepas dari masalah dan kesulitan. Tetapi Yesus berjanji bahwa Gereja yang Ia dirikan itu tidak akan dikuasai alam maut karena Tuhan sendiri telah mengalahkan maut itu. Dan Ia berjanji akan senantiasa menyertai Gereja sampai akhir zaman. (FX. Mgn)

Senin, 08 Agustus 2011

BERKAT KESETIAAN DAN TELADAN HIDUPNYA MARIA LAYAK DIANGKAT KE SURGA

HR RY SP MARIA DIANGKAT KE SURGA
Minggu, 14 Agustus 2011

Why 11:19a;12:1,3-6a;
1Kor 15:20-26;
Luk 1:39-56

Maria dalam kunjungannya menemui Elisabet di rumah Zakharia diliputi rasa kerinduan yang sangat mendalam karena sudah cukup lama tidak bertemu. Pada saat Maria memberikan salam melonjaklah bayi yang ada dalam kandungan Elisabet. Kalau begitu salam dari Maria ternyata bukan hanya membuat Elisabet dan Zakharia bergembira, bahkan bayi yang sedang dikandung Elisabet pun bergejolak gembira seakan-akan mau menyambut saudaranya yang datang.
Begitu girangnya Elisabet, apalagi merasakan gejolak gembira bayi dalam kandungannya, ia menjawab salam Maria dengan penuh semangat, “Berbahagialah engkau dan anak yang sedang kaukandung. Kehadiranmu sungguh menunjukan suatu kerendahan hati seorang ibu Tuhan yang berkenan mengunjungi aku.” Elisabet  merasa betapa Allah sangat menyayangi Maria. Namun sebagai hamba Allah dalam kerendahan hatinya Maria mengungkapkan kegembiraannya dengan memuji Allah, ”Jiwaku memuji Tuhan, karena Ia memperhatikan hamba-Nya, rahmat-Nya  terus mengalir dalam hidupku. Ia telah melimpahkan rahmat-Nya kepada orang yang lapar dan kecil”.
Itulah Kidung Magnificat atau nyanyian pujian Maria yang ia sampaikan kepada Allah, di hadapan Elisabet. Selanjutnya menjadi keyakinan iman Gereja Katolik, bahwa Maria menjadi Bunda Gereja dan teladan kerendahan hati. Apa yang terjadi dalam diri Bunda Maria mengungkapkan pesan iman bahwa Tuhan mengangkat orang yang rendah hati dan mempermalukan orang yang sombong. Maria bersyukur dan memuji Tuhan karena ia menyadari dan mengakui telah memperoleh karunia yang melimpah dari Allah. Bunda Maria adalah seorang hamba Tuhan yang mendengarkan dan melaksanakan kehendak Allah. Maria mau bekerja sama dengan Allah dan rela dipakai Allah untuk penggenapan rencana penyelamatan-Nya. Itulah wujud kerendahan hatinya dan dari situlah Bunda Maria telah mengalami secara penuh buah penebusan Tuhan Yesus Kristus.
        Peran Bunda Maria dalam karya penyelamatan Yesus Kristus nyata dalam dirinya. Maria yang seorang manusia biasa, tetapi karena cintanya pada Allah dan imannya yang begitu besar kepada-Nya, maka Maria sungguh dimuliakan seluruh jiwa dan raganya. Berkat kerendahan hatinya serta teladan hidupnya, sungguh pantas dan layak ia diangkat ke surga.
Dengan merayakan Santa Perawan Maria diangkat ke surga, kita diajak menimba keteladanan hidup Maria. Keteladanannya tampak dalam peran sertanya dalam karya penyelamatan. Ia menjadi wanita yang berbahagia karena percaya Sabda Tuhan dan melaksanakannya. Dengan rendah hati, Maria menyadari bahwa Allah berkarya dalam dirinya, sekaligus terlibat di dalam karya penyelamatan tersebut dengan menjadi Ibu Yesus. Itulah karya besar Allah dalam diri Maria.
            Marilah kita mohon kerendahan hati seperti Bunda Maria, agar kita juga pantas menjadi warga kerajaan surga, di mana Maria telah lebih dulu berada di sana. (FX. Mgn)

Senin, 01 Agustus 2011

TETAP PERCAYA DAN TETAP SETIA KEPADA-NYA

MINGGU BIASA XIX (A)
Minggu, 7 Agustus 2011

1 Raj 19:9a.11-13a;
Rm 9:1-5;
Mat 14:22-33

Ketika Tuhan mengaruniakan kebebasan hidup dan memberi rezeki yang cukup serta kesenangan-kesenangan hidup di dunia ini,  Tuhan juga menguji kita. Sejauh mana kesetiaan dan kepercayaan kita kepada-Nya. Apakah kita tahan uji ketika menghadapi kesulitan atau penderitaan sebagai cobaan hidup.
Memang dalam kehidupan sehari-hari tak seorang pun yang bebas dari penderitaan. Entah itu karena sakit, kematian orang yang paling kita cintai, terkena pemutusan hubungan kerja, hubungan keluarga yang tidak harmonis, dan masih banyak lagi. Semua orang mempunyai kesusahan dan kesulitan sendiri, merasakan serta mengalami gelombang pasang surut kehidupan. Gelombang-gelombang itu adalah pencobaan-pencobaan yang selalu dihadapi dalam kehidupan ini.  Iman kita diuji.
Demikian juga dalam Injil hari ini, iman para murid diuji.  Setelah Yesus memberi makan ribuan orang yang kelaparan, para murid diminta naik perahu dan menyeberang tanpa didampingi-Nya. Dalam perjalanan mereka mengalami cobaan besar karena perahu mereka diterjang badai. Mereka diombang-ambingkan oleh gelombang besar karena angin sakal yang dapat membahayakan kehidupannya.
Dalam suasana mencekam dan ketakutan, Yesus menampakkan diri dengan berjalan di atas air menyusul mereka. Kedatangan Yesus yang berjalan di atas air membuat para murid ketakutan dan mengira bahwa Ia adalah ”hantu”. Tetapi segera Ia berkata kepada mereka: ”Tenanglah! Aku ini, jangan takut!” Petrus yang ketakutan dan kurang percaya minta kepada Yesus untuk membuktian, apakah yang dihadapannya itu hantu atau Yesus. Petrus berseru, “Tuhan, jika benar Tuhan sendiri, suruhlah aku datang kepada-Mu dengan berjalan di atas air”. Yesus pun menanggapinya dengan mengatakan, “Datanglah”. Diliputi perasaan takut dan setengah percaya Petrus mencoba berjalan di atas air menghampiri Yesus, tetapi tenggelamlah ia, lalu berseru: “Tolonglah aku!” Maka oleh Yesus ditariklah Petrus naik ke atas perahu, dan anginpun redalah. Lalu orang-orang itu menyembah Dia, katanya: ”Sesungguhnya Engkau Putra Allah”.
Pada saat yang membahayakan itu Yesus menampakkan diri dan hadir untuk menyelamatkan mereka sehingga mereka selamat berlayar sampai di darat. Pengalaman Petrus yang ketakutan menggambarkan kita sebagai orang yang kurang percaya.
Seringkali kita juga menemui situasi sulit bahkan dalam ancaman kebinasaan, tetapi yakinlah bahwa dalam kesulitan yang kita alami itu Tuhan tidak tinggal diam. Tuhan hadir dan memberikan terang dan kekuatan. Dalam hal ini kita dituntut untuk mampu mengalami kehadiran Tuhan dan melihat terang itu. Bisa terjadi bahwa terang dan kekuatan muncul dari orang-orang yang dikirim Tuhan dan tidak kita duga-duga, bahkan dapat terjadi pertolongan muncul dari orang yang dipandang lemah atau tidak berguna oleh kita. Pertolongan bisa saja datang dari orang sederhana tetapi berhati lapang dan tidak memandang paham atau keyakinan kita.
         Semoga kita sebagai pengikut Kristus yang selalu berharap dan bergantung kepada-Nya tetap percaya bahwa Dialah yang mampu menyelesaikan semua persoalan hidup kita dan membuat kita tetap berdiri tegak mengalami kehadiran Tuhan. (FX. Mgn)