SELAMAT DATANG DAN SELAMAT BERJUMPA

Senin, 18 Oktober 2010

BERDOA DENGAN RENDAH HATI DAN JUJUR

MG BIASA XXX (C)
Hari Minggu, 24 Oktober 2010

Sir 35:12-14. 16-18;
2 Tim 4:6-8. 16-18;    
Luk 18:9-14

      Seorang pemasar yang cukup pengalaman melamar pekerjaan kepada kepada bos pengembang perumahan yang cukup besar. Si pemasar meyakinkan pada bos bahwa ia sanggup menjual seluruh rumah yang dibangun dalam tempo tiga bulan. Ia juga menunjukkan kesalehannya bahwa seluruh rencana dan usahanya dibawa dalam doa, maka ia sangat yakin dan mantap bahwa Tuhan selalu memberkatinya. Disamping itu ia punya modal dan pengaruh, ia punya pengalaman menjual serta banyak relasinya. Tanpa melihat kualitas rumah dan fasilitas yang ada ia akan memasarkan dengan cara melebih-lebihkan kualitas jualannya kepada pembeli dengan tidak mengatakan kekurangannya. Yang penting terjual terima uang, urusan selesai. Resiko selanjutnya adalah urusan pembeli. 
      Pelamar kedua yang tidak punya pengalaman melamar juga tetapi ia tidak punya modal. Modalnya hanya sebuah proposal dan kejujuran serta niat yang tulus untuk membantu memasarkan produk. Dalam proposalnya pelamar yang belum berpengalaman ini menjelaskan secara terperinci semua kelebihan dan kekurangan produk itu, serta solusinya agar pembeli puas. Melihat ketulusan pelamar yang kedua ini, bos menerima lamaran tersebut. Bos itu tidak menerima pelamar yang pertama karena kesombongannya dan ketidakjujurannya.

      Injil hari ini, kita mendengar sebuah perumpamaan yang disampaikan Yesus mengenai doa orang Farisi dan pemungut cukai. Mereka berdoa di Bait Allah. Orang Farisi berdoa begitu panjang dan penuh syukur karena ia merasa tidak tergolong para pendosa. Dalam doanya ia mengatakan, bahwa belum pernah menipu atau pun mencuri apalagi merampok. Ia juga tidak berzina dan ia tidak pernah lupa beramal dan berpuasa. Si Farisi di depan Tuhan membenarkan dirinya, bahwa ia jauh lebih baik dari orang lain. Si Farisi membandingkan dirinya dengan si pemungut cukai yang saat itu berdiri di belakangnya. Sedangkan si pemungut cukai berdiri jauh-jauh dan hanya berdoa singkat: "Ya Allah, kasihanilah aku orang yang berdosa ini." Dengan rendah hati ia mengakui kesalahannya dan mohon ampun di depan Tuhan. Yesus memuji pemungut cukai tersebut karena doanya diucapkan dengan penuh kerendahan hati. Doanya singkat tetapi diucapkan dengan penuh perasaan dan keyakinan bahwa Tuhan itu mahakasih dan mahapengampun. Si pemungut cukai sebagai orang yang dibenarkan Allah, sedangkan si Farisi tidak, karena si Farisi berbohong di hadapan Tuhan dan menyombongkan diri.
      Si Farisi tidak dibenarkan karena dalam doanya ia hanya membenarkan dirinya sendiri dan selalu membandingkan kehebatannya dengan orang lain untuk menunjukkan bahwa dirinya hebat dan baik. Dalam doanya si Farisi tidak pernah bicara tentang Tuhan atau berserah kepada Tuhan, tetapi ia berbicara tentang dirinya sendiri. Ia memoles dirinya agar nampak hebat dan cantik di depan Tuhan. Sedangkan si pemungut cukai berdoa dengan hati yang jujur. Ia membuka hatinya dengan rendah hati kepada Tuhan. Dia mengatakan secara benar siapakah dirinya di hadapan Tuhan. Si pemungut cukai mengakui Tuhan sebagai yang berbelas kasih dan mencintainya. Dia sungguh membutuhkan belas kasih dan pengampunan Tuhan. Si pemungut cukai menggantungkan diri dan bersandar kepada Tuhan.

      Bagaimana dengan kita selama ini?
      Sadar atau tidak sadar, kita berada di tengah zaman yang mengagungkan kesuksesan, kelimpahan kekayaan, dan kenikmatan serta kecantikan. Kita seringkali cenderung melihat orang lain lebih rendah bila ukurannya tidak sesuai dengan perkembangan zaman ini. Kita bisa menjadi seperti orang Farisi yang berdoa dengan meninggikan diri. Sejatinya, kita sadar dan tahu bahwa Allah melihat hati kita. Di hadapan Allah kita semua adalah orang-orang yang membutuhkan belas kasih dan pengampunan. Allah tidak membutuhkan kecantikan dan kehebatan kita tetapi Allah memilih kedalaman dan keterbukaan hati kita. Allah tidak mau mendengarkan doa-doa yang panjang dengan kalimat yang indah-indah tetapi tidak sesuai dengan kenyataan pada diri kita. Allah menghendaki doa kita yang jujur dan tulus serta rendah hati. Dengan merendahkan hati di hadapan Allah, kita bisa belajar untuk melihat sesama hidup ini sebagaimana Allah memandang sesama kita. Karena, orang yang meninggikan diri akan direndahkan; sedangkan orang yang merendahkan diri, ia akan ditinggikan. (FX. Mgn)