SELAMAT DATANG DAN SELAMAT BERJUMPA

Senin, 01 November 2010

ALLAH ADALAH ALLAH ORANG HIDUP

MG BIASA XXXII (C)
Hari Minggu, 7 November 2010

2 Mak 7:1-2. 9-14;
2 Tes 2:15-3:5;  
Luk 20:27-38 (20:27.34-38)

      Di Jawa dikenal istilah Bahu Laweyan, yaitu perempuan yang memiliki ciri-ciri khusus pembawa sial berupa toh (tompel) sebesar uang logam yang terletak pada bahu kiri. Siapa saja yang menikahi perempuan tersebut bakal mati dengan cara mengenaskan.
      Mitos ini diangkat juga pada zamannya Yesus ketika orang Saduki yang tidak percaya tentang kebangkitan, mempersoalkan tentang hidup sesudah mati. Mereka menanyakan kasus perempuan yang menikah sampai tujuh kali demi memperoleh keturunan. Namun sampai tujuh kali berganti-ganti suami, semuanya mati tanpa meninggalkan keturunan. Sebab, menurut ajaran Musa yang mereka yakini kalau seorang laki-laki menikah kemudian mati tetapi tidak memberikan keturunan, maka saudara laki-lakinya harus menikahi perempuan itu agar ada keturunan yang melanjutkan keluarga itu. Orang-orang Saduki bertanya kepada Yesus, siapakah di antara laki-laki itu yang akan menjadi suaminya nanti di surga?     
      Yesus menjawab dengan singkat bahwa di surga nanti tidak ada orang kawin dan dikawinkan lagi, kita tidak akan mati lagi, kita hidup sama seperti malaikat, kita adalah anak-anak Allah. Dari jawaban itu setelah kebangkitan orang mati, tidak ada tanda-tanda bahwa kita akan meneruskan hidup duniawi yang seperti sekarang ini, yaitu makan atau minum, pesta atau kawin.
      Yesus menambahkan, “Masalah kebangkitan orang-orang mati, Musa telah memberitahukannya dalam nas tentang semak duri, di mana Tuhan disebut Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub, Ia bukan Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup, sebab di hadapan Allah semua orang hidup.” Kita semua adalah anak-anak Abraham, bapa umat beriman. Beriman berarti percaya dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan sehingga kita senantiasa berada “di hadapan Tuhan dan hidup” bersatu dan bersama dengan Tuhan.
      Seperti dalam bacaan pertama dari Kitab Makabe diceritakan seorang ibu dengan tujuh anaknya yang lebih senang hidup bersatu dengan Tuhan dalam iman. Walaupun, satu keluarga disiksa oleh raja yang tidak percaya pada Allah, agar mengkhianati hukum agama mereka. Namun ibu dan ketujuh anak itu lebih baik mati daripada harus melanggar perintah agama. Mereka meyakini bahwa kematian demi mempertahankan iman tidak akan sia-sia karena kelak mereka akan dibangkitkan lagi dan memperoleh hidup kekal.
      Mereka memang telah mati di dalam kehidupan di dunia ini, tetapi mereka tetaplah hidup, yaitu di dalam kehidupan kekal. Allah orang yang hidup itu berkenan menganugerahkan kehidupan abadi kepada umat yang berkenan kepada-Nya. Dengan demikian sikap iman kepada Allah yang hidup di dalam Kristus adalah sikap iman yang menyelamatkan. Demikian Yesus memberi tanggapan atas pertanyaan orang-orang Saduki tentang kebangkitan orang mati. Dengan jawaban itu, Yesus mau meyakinkan orang-orang Saduki bahwa kelak ada kebangkitan badan dan kehidupan kekal.
     
      Bagaimana sikap kita?
      Dihadapan Allah, semua orang hidup. Sikap iman kepada Allah yang hidup menentukan keselamatan. Keselamatan merupakan anugerah dari Allah, bukan hasil usaha dari manusia. Kita telah memperoleh anugerah iman. Melalui iman, kita diperkenankan untuk melihat karya Allah yang berkenan menebus kita dari kuasa dosa sehingga kita diselamatkan. Bagi kita, wafat dan kebangkitan Kristus merupakan jawaban atas pertanyaan, bahwa apakah nanti akan ada kebangkitan badan dan kehidupan kekal. Sebab melalui Kristus, kita ditebus oleh kuasa darah-Nya sehingga kita dibebaskan dari kuasa dosa dan maut. Di dalam Kristus tersedia hidup kekal yang memampukan kita untuk bersatu dengan Allah yang hidup. (FX. Mgn)