SELAMAT DATANG DAN SELAMAT BERJUMPA

Senin, 20 September 2010

ORANG KAYA DAN LAZARUS

MG BIASA XXVI (C)
Hari Minggu, 26 September 2010

Am 6:1a. 4-7;
1 Tim 6:11-16;   
Luk 16:16:19-31

      Membincangkan orang kaya dan orang miskin sejak jaman dulu sampai sekarang selalu menarik. Orang kaya dibenci oleh orang miskin karena orang miskin merasa tidak diperhatikan dan tidak memperoleh keadilan. Demikian juga orang kaya juga mencemoh orang miskin dengan menganggap orang miskin tidak ulet dalam mengatasi kepahitan hidup. Mereka bukan saling mendukung tetapi saling curiga. Nampaknya, bagi siapa pun sangat sulit mengurangi kemiskinan karena hampir pasti sangat sedikit orang yang memperhatikan orang miskin, maka jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin makin dalam. Apakah orang kaya tidak akan selamat? Dan apakah orang miskin pasti akan selamat?
     
      Bacaan Injil hari ini sangat nyata bahwa karena ketidakpeduliannya pada orang miskin, Si kaya tidak memperoleh keselamatan, tetapi justru orang miskin yang memperolehnya. Dalam perumpamaan di mana Si kaya beserta keluarganya bersuka ria dengan kemewahannya setiap hari, tetapi tidak peduli bahwa di luar pintu mereka ada Lazarus, seorang pengemis sakit-sakitan, penuh dengan kudis dan lapar tergeletak tidak berdaya. Lazarus hanya mengharapkan kalau ada remah-remah makanan yang mungkin jatuh dari meja makan orang kaya, untuk mengganjal perut. Tetapi Si kaya tidak mau tahu, dibalik kekayaannya yang melimpah tidak mau berbagi sedikit pun, dengan membiarkan Lazarus mati kelaparan.    
      Ternyata setelah Lazarus mati, Si kaya pun tidak lama juga mati. Hanya bedanya Lazarus langsung diterima di pangkuan Abraham tetapi Si kaya tidak. Ia menderita sengsara di alam maut dan hanya bisa berseru-seru memohon pertolongan, tetapi tidak mungkin diperolehnya karena jalan yang menjembataninya sudah tertutup. Ada jurang sangat dalam yang tak mungkin bisa diseberangi. Jurang itu berupa ”sikap dan tindakan” orang kaya selama masih di dunia yang tidak menghiraukan keluh kesah sesama yang mengalami kesulitan hidup. Si kaya, merasa kekayaan yang ia miliki karena hasil kerja kerasnya. Ia berpikir kalau ia mau maju ya harus berusaha sendiri.

      Memang benar siapa pun harus kerja keras dan berusaha sendiri kalau ingin berhasil. Ini juga yang sering digembar-gemborkan oleh banyak orang yang sudah merasa mapan. Mereka seringkali lupa bahwa banyak orang menjadi miskin karena ulah mereka yang mapan itu. Karena keserakahan mereka seringkali membuat banyak orang menjadi miskin. Orang menjadi miskin bukan karena malas, tetapi tidak dimungkinkan untuk mendapatkan kesempatan bekerja.
      Lain halnya dengan Lazarus. Ia dengan rendah hati dan sabar menerima kepahitan hidup setiap hari. Lazarus yang selama hidupnya tidak mempunyai harta dan hanya mengandalkan bantuan orang lain dan bersandar kepada Tuhan. Sikapnya yang bergantung dan bersandar kepada Tuhan, maka ia memperoleh belas kasih Allah. Sekarang ia telah berada dipangkuan Abraham, di mana kepahitan hidup Lazarus sudah berakhir untuk selama-lamanya.
     
      Menyikapi hidup di dunia ini yang hanya sementara, maka kita harus sadar bahwa pada saatnya akan menghadapi pengadilan terakhir. Kita akan menghadapi sebuah pertanyaan, ”Apakah kita telah  mempergunakan kekayaan di dunia ini untuk kesejahteraan semua orang atau hanya mementingkan ego kita sendiri?” Karena sesungguhnya nasib orang kaya maupun orang miskin kelak ditentukan oleh sikap dan tindakannya di dunia dalam memilih dan mempergunakan harta. Tampaknya bukan soal kaya atau miskin tetapi sikap dan tindakan kita itulah yang lebih menentukan memperoleh keselamatan atau tidak.
        Marilah kita masing-masing memilih harta yang mengantarkan kita ke surga dengan tidak memilih harta yang semu seperti pilihan Si kaya tadi. (FX. Mgn)