SELAMAT DATANG DAN SELAMAT BERJUMPA

Senin, 26 Maret 2012

HARI MINGGU PALMA (B) Mengenangkan Sengsara Tuhan Minggu, 1 April 2012

BELAJAR SETIA SEPERTI YESUS YANG SETIA MELAKSANAKAN KEHENDAK BAPA

Yes 50:4-7;
Flp 2:6-11;
Mrk 14:1-15:47
       
        Seorang ibu karena keterbatasannya dibujuk agar mau menerima tawaran bantuan, tetapi dengan syarat mau mengingkari iman dan prinsip hidupnya. Ibu itu menghadapi pertentangan batinnya antara ya atau menolak. Namun karena kesetiaan akan imannya dan memegang teguh akan prinsip hidupnya, ia menolak semua tawaran itu.
        Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus juga menghadapi pertentangan yang luar biasa antara apa yang bersifat ilahi dan apa yang bersifat insani atau manusiawi. Namun dibalik kedua sifat yang ilahi dengan sifat insani dan manusiawi yang bertentangan itu nampak sinar keagungan cinta kasih. Dalam diri Yesus kita temukan keagungan cinta kasih Allah kepada kita orang berdosa. Dari pihak Allah, Yesus adalah Putra Allah, tetapi karena kasih-Nya kepada kita, ”Ia mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia”.
Dari pihak manusia, kita melihat dan merasakan bahwa Ia berbuat baik, tetapi ditangkap dan diadili karena tuduhan palsu. Melalui pengkhianatan Yudas hanya karena uang. Petrus sendiri sebagai pengikut-Nya juga menyangkal-Nya, sebab iman kepercayaannya belum berani mengambil resiko besar. Yesus sanggup dan mampu menghadapi resiko yang besar itu. Dalam Kisah sengsara Yesus kita bisa melihat ”wajah” yang baru, dibandingkan dengan yang biasa dikenal atau diyakini pada waktu itu. Menurut gambaran umum pada waktu itu, Allah adalah Dia yang Mahakuasa ini tetap benar. Namun di sisi lain yang belum dikenal, yaitu Allah yang merendahkan diri dan menjadi sama dengan manusia, mengalami nasib manusia yang paling hina, baru ditemukan dalam Yesus.
Ia harus menghadapi pengadilan yang tidak jujur. Kaum Farisi dan para imam memaksa Pilatus mengambil keputusan yang palsu. Pilatus mengadili Yesus dengan hukuman mati, walaupun tak bersalah, karena ia takut kehilangan jabatannya. Namun Yesus tetap menghadapinya resiko itu karena Ia berpegang akan prinsip dan misi utamanya. Yesus tetap pada prinsip hidup-Nya dan setia akan panggilan hidup-Nya yaitu melaksanakan kehendak Bapa. Ketika Ia ditanya Pilatus tentang siapakah diri-Nya dan benarkah Engkau Raja? Ia tetap mengatakan bahwa diri-Nya adalah Raja. Ia tetap setia akan kehendak Bapa, walau dengan resiko mati di kayu salib. Karena kasihnya pada manusia sampai Ia rela mengorbankan diri-Nya sampai wafat di salib. Demikianlah, kasih mampu mengatasi segalanya. Betapa besar kesalahan dan dosa kita yang mendatangkan hukuman atas Yesus, tetapi kasih-Nya yang ilahi sekaligus manusiawi itu selalu terbuka mengampuni.
Lalu bagaimana sikap kita atas pengorbanan Yesus karena kasihnya pada kita? Kasih Yesus menuntut pula jawaban kasih kita kepada-Nya. Dalam Pekan Suci ini adalah kesempatan berharga untuk melakukan pertobatan, membenahi diri, membarui hidup sekaligus penyerahan diri kepada Allah yang kasih-Nya tak terbatas melalui Yesus Putra-Nya.
Marilah kita juga mau tetap setia akan panggilan kita masing-masih dengan berpegang teguh dan setia akan iman kepada Yesus Kristus. Seperti seorang ibu di atas yang setia akan imannya dan berpegang teguh akan prinsip hidupnya. (FX. Mgn)

Senin, 19 Maret 2012

HARI MINGGU PRAPASKAH V (B) Minggu, 25 Maret 2012

HIDUP BERMAKNA SEPERTI BIJI GANDUM UTAMA 

Yer :31:31-34; Ibr 5:7-9; Yoh 12:20-33

Sering kali dalam hidup ini mengalami saat-saat yang genting dan gawat, bahkan menyakitkan membuat ketakutan dan mungkin tidak tahan. Saat seseorang yang sedang menghadapi tuntutan hukum di pengadilan. Saat seorang yang menantikan keputusan dokter yang menyatakan bahwa sakitnya sudah parah dan tak tersembuhkan lagi. Saat seorang ibu yang sedang melahirkan dan harus menanggung sakit. Di balik ketakutan dan kecemasan itu ada kebahagiaan yang menanti.
Injil hari ini kita juga melihat bagaimana saat Yesus menghadapi saat yang gawat di mana akhir hidup-Nya telah tiba, kata-Nya: ”Saat-Ku telah tiba, Putra Manusia akan dimuliakan. Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke tanah dan mati, ia tetap sebiji saja, tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah.” Demikian kata-kata Yesus ketika Ia memberitakan kematian-Nya, Ia mengibaratkan diri-Nya sebagai biji gandum yang harus mati. Setelah itu bertumbuh kemudian menghasilkan banyak biji. Yesus berbicara tentang biji gandum yang harus jatuh, pertama-tama mau dikatakan bahwa Ia sendiri yang dimaksud Biji Gandum itu. Ia adalah Biji Gandum Utama, yang harus jatuh untuk menghasilkan banyak buah.
Ketika para serdadu menikam lambung-Nya di salib, Biji Gandum Utama itu seolah-olah merekah. Ketika ia dikuburkan, Biji Gandum Utama itu seolah-olah ditanam. Ketika Ia bangkit dari kegelapan kuburan, Biji Gandum Utama itu bertumbuh dan mulai menghasilkan banyak buah! Ia rela mati agar menghasilkan banyak buah. Buah-buah itu ialah kita sebagai pengikut-Nya. Ia taat dan menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi kita. Kita semua memperoleh keselamatan berkat Benih Gandum Utama tadi. Dalam penderitaan dan wafat-Nya yang hina di salib, Tuhan menampakkan kemuliaan dan keagungan-Nya. Ia menjadi Penyelamat dan sungguh berarti bagi dunia.
Dengan belajar dari alam tadi, kita sebagai seorang beriman mestinya juga harus bermakna bagi orang lain. Ada kepedulian sosial dengan saling berbagi. Yang lebih berbagi kebahagiaan kepada yang berkekurangan, agar tidak ada kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin. Dengan berbagi kasih berarti hidup kita bukan hanya mementingkan diri tetapi juga mau mengosongkan diri demi sesama. Meneladan Dia yang mau mengosongkan diri-Nya dan mengorbankan diri-Nya demi kita. Dengan demikian kita pun harus rela merendahkan diri, melepaskan gengsi dan mengorbankan diri bagi sesama! Seperti Ia rela merendahkan Diri dan melepaskan keilahian-Nya. Yesus rela mengorbankan diri-Nya, bahkan sampai wafat di salib. Dengan begitu, Ia memberi hidup bagi kita. Itulah misteri hidup Yesus, yaitu misteri jalan kerendahan dan kerelaan untuk mati dan menjadi pokok keselamatan bagi semua umat manusia. (Ibr 5:9) Dengan wafat dan kebangkitan-Nya, Yesus menandai masa Perjanjian Baru, di mana Tuhan akan mengampuni kita, Tuhan tidak akan mengingat-ingat dosa kita lagi (Yer 31:31-34).
Berkat Dia yang tidak memperhitungkan dosa-dosa kita lagi, semoga kita memperoleh semangat baru untuk hidup yang semakin bertanggungjawab dengan mulai mengubah “cara hidup lama” dengan “hidup baru” seturut kehendak-Nya. Dan apabila kita menghadapi persoalan yang menghimpit hidup kita, semoga kita mampu menimba kekuatan dari pada-Nya, sebab Dia akan berjalan bersama kita dan rela memanggul salib demi kita. (FX. Mgn).

Senin, 12 Maret 2012

HARI MINGGU PRAPASKAH IV (B) Minggu, 18 Maret 2012

BERBAGI SEKECIL APAPUN MENGHADIRKAN ”TERANG”

2 Taw 36:14-16.19-23;
Ef 2:4-10;
Yoh 3;14-21

Hari ini kita telah memasuki minggu keempat Masa Prapaskah. Sejak Rabu Abu Gereja mengajak kita berpuasa dan berpantang selama empatpuluh hari. Bacaan-bacaan selama masa Prapaskah membawa kita ke suasana pertobatan: kembali pada Bapa. Gereja mengajak kita untuk membenahi diri, melihat kembali sepak terjang kita selama ini. Itulah tobat!
Injil hari ini, pertobatan digambarkan sebagai orang yang “datang kepada terang, agar menjadi nyata bahwa perbuatan-perbuatannya dilakukan dalam nama Allah” (Yoh 3:20). Siapa pun yang telah berbuat baik berarti telah hidup berdasarkan ”terang”. Perbuatan terang itu sesuai dengan ajakan Yesus yang menyatakan Diri sebagai terang yang datang ke dunia. Artinya kita harus meninggalkan segala perbuatan jahat yang sering tidak nampak. Kalau kita percaya kepada Yesus, berarti kita memilih untuk hidup dalam terang. Perbuatan kita adalah perbuatan yang boleh dan bisa diketahui oleh orang lain.
“Terang” juga bisa diistilahkan dengan “keterbukaan.” Artinya tidak ada yang ditutup-tutupi. Bukankah kita akan merasa aman-aman saja bila yang kita lakukan hal-hal yang baik. Tidak takut diketahui oleh orang lain karena bukan perbuatan jahat. Ini bukan berarti bahwa kita harus memamerkan tindakan baik kita di depan umum. Kita perlu bersikap wajar. Saya kira cukup baiklah bila yang kita lakukan sehari-hari dengan dilandasi hati dan motivasi yang jernih. Berangkat dari hati yang bersih tentu apa pun yang keluar dari dalam diri kita dan yang dilakukan akan berupa kebaikan.
Sebaliknya, ketika kita melakukan perbuatan jahat, akan merasa malu bila diketahui oleh orang lain. Namun harus diakui bahwa manusia, seringkali “lebih menyukai kegelapan daripada terang, sebab perbuatan-perbuatan mereka jahat” (Yoh 3:19). Dalam diri kita seringkali ada pertentangan antara kata hati dengan tindakan atau perilaku. Karena memiliki kekuasaan dan kewenangan seringkali tergoda untuk menyalahgunakan. Lingkungan sekitar juga mempengaruhi perilaku kita misalnya: tempat kerja, teman-teman, kebiasaan-kebiasaan setempat dan situasi serta kesempatan, sangat berperan dalam membentuk perilaku.
Bila demikian, apa yang harus kita bagikan di lingkungan kita, agar terjadi suasana “terang”? Karena kita yang sudah dipersatukan dalam Yesus, kalau kita mau berbagi sekecil apa pun, itu sudah menghadirkan “terang” (FX. Mgn).

Senin, 05 Maret 2012

HARI MINGGU PRAPASKAH III (B) Minggu, 11 Maret 2012


MEROMBAK CARA HIDUP YANG LAMA

Kel 20:1-17;
1 Kor:22-25;
Yoh 2:13-25

Sekarang ini pemerintah sedang menggalakkan penggantian KTP lama dengan Elektronik Kartu Tanda Penduduk atau E-KTP. Diharapkan dengan pembaruan ini orang tidak mempunyai KTP lebih dari satu. Sebagai warga masyarakat, kita diharuskan mempunyai Kartu Tanda Penduduk atau KTP sebagai tanda atau identitas diri.
Pada jaman Yesus pun Ia juga diminta tanda yang membuktikan diri-Nya memang diutus Allah untuk mewartakan Kabar Gembira. Kejadian itu, ketika Ia ke Yerusalem melihat para pedagang berjualan di depan Bait Suci, maka Ia lalu mengusir orang-orang itu karena rumah Allah dijadikan tempat berjualan. Bukan sebagai tempat untuk beribadat dan berdoa tetapi malah sebagai tempat berbisnis. Melihat hal itu orang Yahudi tidak terima, lalu menantang Yesus. ”Bukankah semua hewan yang kami persiapkan ini sebagai tanda bahwa kami menepati aturan dan hukum untuk mempersiapkan persembahan dan kurban bakaran kepada Allah. Kalau Engkau berkuasa mengatur kami, tunjukkan kepada kami tanda apa yang bisa Engkau berikan?” kilahnya.
Yang menarik adalah Yesus tidak menunjukkan KTP atau surat tanda bukti diri seperti yang mereka minta. Yesus tidak mempunyai surat kuasa dari Bapa-Nya tetapi tanda yang diberikan Yesus adalah diri-Nya sendiri. Setelah mengusir para pedagang di depan Bait Suci, Ia berkata: ”Rombaklah Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali.” Itulah tanda yang diberikan Yesus bahwa Ia adalah utusan Bapa, yaitu diri-Nya sendiri, yang akan dibunuh dan setelah itu akan dibangkitkan dalam tiga hari. Sungguh sayang sekali orang-orang Yahudi tidak menangkap tanda-tanda itu. Mereka tetap berpikir dan mempertahankan kenisah, dan tidak mengerti yang dimaksudkan Yesus.
Seringkali orang menginginkan sesuatu yang serba instan, serba cepat dan langsung melihat hasilnya di depan mata sebagai bukti. Tidak sabar menunggu proses yang memang memerlukan waktu. Bukankah kalau ingin makan daging ayam tidak harus memecahkan telor tetapi harus dieramkan dulu sampai menetas? Orang tidak sabar menunggu panen tiba lalu mencuri. Orang ingin cepat kaya lalu mengambil jalan pintas dengan korupsi. Bukan kaya yang didapat tetapi malah dibuat malu karena masuk penjara. Bukan berkat yang diperoleh tetapi laknat.
Setelah mengalami dan menyaksikan sendiri dampak dari akal-ukil melanggar hukum, baru disadari bahwa dari perbuatan sesaat dan keinginan untuk memperkaya diri membuat penderitaan yang berkepanjangan. Sama seperti orang-orang Yahudi yang berpikir pendek dan tidak percaya, ”Empatpuluh enam tahun orang mendirikan Bait Allah ini dan Engkau dapat membangunnya dalam tiga hari?” Tetapi, yang dimaksudkan Yesus dengan Bait Allah ialah tubuh-Nya sendiri yang bangkit dari antara orang mati setelah tiga hari.
        Semoga kita mampu merombak cara hidup lama dengan mengganti cara hidup baru sesuai kehendak Allah, yaitu bukan karena kehendak kita yang terjadi tetapi karena kehendak-Nya. (FX. Mgn)