SELAMAT DATANG DAN SELAMAT BERJUMPA

Senin, 27 Februari 2012

HARI MINGGU PRAPASKAH II (B) Minggu, 4 Maret 2012


KEMULIAAN MEMERLUKAN PERJUANGAN

Kej 22:1-2.9a.10-13.15-18;
Rm 8:31b-34;
Mark 9:2-10

     Perasaan takut dan khawatir pernah dialami seseorang ketika tersesat di suatu tempat terpencil atau seseorang yang tertinggal oleh teman-temannya dalam rombongan. Karena asyik menikmati pemandangan yang indah tidak menyadari kalau sudah tertinggal sendirian. Harus naik apa dan lewat mana supaya bisa pulang? Ternyata dibalik kebahagiaan mengintip penderitaan. Pengalaman seperti itu tidak mudah dihadapi bila saya sendiri yang mengalaminya. Bagi seorang beriman pengalaman demikian merupakan tantangan dan perjuangan.
       Para murid Yesus pun mengalami, yaitu Petrus, Yakobus dan Yohanes ketika diajak ke gunung yang tinggi. Mereka memperoleh pengalaman yang sungguh mengharukan, menyenangkan dan menyentuh hatinya. Ketika mereka melihat Yesus berubah rupa dengan pakaian yang berkilat-kilat sedang berbicara dengan Elia dan Musa. Tiba-tiba mereka mendengar suara “Inilah Anak-Ku terkasih, dengarkanlah Dia!” Mereka melihat Tuhan dalam kemuliaan-Nya. Itulah dambaan setiap manusia, bisa melihat Tuhan dalam kemuliaan-Nya yang menjadi gambaran hidup kelak. Namun pada saat yang sama, ketika murid sedang mengalami kegembiraan, Yesus megatakan kepada mereka, ”Jangan beritahukan siapa-siapa, sebelum Anak Manusia bangkit dari orang mati”.  Melihat peristiwa ini para murid merasakan suatu peristiwa yang akan memisahkan dengan Yesus, Guru mereka. Siapa murid atau pengikut yang tidak takut dan was-was dengan apa yang dikatakan Yesus itu?
     Tentu saja kemuliaan itu bukannya tanpa perjuangan. Sengsara Yesus menunjukkan perjuangan, kesabaran, dan kesetiaan-Nya dalam mengikuti kehendak Bapa. Betapa tidak, demi keselamatan manusia, Allah mengorbankan Putra-Nya sendiri dan membangkitkan-Nya Dia dari antara orang mati. Ia menjadi pintu bagi kita untuk masuk ke dalam kemuliaan Allah yang tiada taranya. Diharapkan kita sebagai pengikut-Nya, mampu bertahan bila kita mengalami duka derita.
       Pengalaman lain juga bisa kita simak ketika Allah mencobai Abraham. Allah meminta Abraham untuk mengorbankan anak satu-satunya. Dengan permintaan Allah seperti itu menurut perhitungan manusiawi, janji Allah akan keturunan yang banyak kepada Abraham tampaknya meleset. Namun, itulah tuntutan iman Allah. Percaya kepada Allah berarti meninggalkan perhitungan manusiawi atau cara pikir manusia. Abraham memiliki iman yang berserah penuh kepada Allah. Ia percaya kepada Allah yang pasti memiliki rencana yang tepat dan selalu terlaksana. Karena Abraham telah menaati perintah Allah dengan menyerahkan anak satu-satunya kepada Allah, maka Abraham memperoleh berkat berlimpah-limpah dan memperoleh keturunan yang banyak seperti bintang di langit dan pasir di pantai.
     Semoga pengalaman Abraham yang mengorbankan anak kesayangan satu-satunya kepada Allah dan pengalaman ketiga murid Yesus, kiranya memberikan gambaran kepada kita bahwa janji Allah akan kemuliaan kekal akan terlaksana bagi kita yang percaya kepada Yesus Kristus, Putra terkasih Bapa. (FX. Mgn)

Senin, 20 Februari 2012

HARI MINGGU PRAPASKAH I (B) Minggu, 26 Februari 2012


KERAJAAN ALLAH SUDAH DEKAT, BERTOBATLAH DAN PERCAYALAH KEPADA INJIL

Kej 9:8-15;
1 Ptr 3:18-22;  
Mrk 1:12-15

Setelah empatpuluh hari Yesus berpuasa di padang gurun, mulailah Ia turun ke dunia nyata mewartakan tugas yang dipercayakan Allah kepada-Nya. Pokok pewartaan itu adalah memberitakan kepada umat manusia bahwa Kerajaan Allah sudah dekat. Bahkan kedatangan-Nya ke dunia sebagai tanda bahwa Kerajaan Allah ada di tengah umat manusia. Tugas Yesus adalah mengajak umat manusia agar siap untuk menerima Kerajaan Allah yang telah datang itu. Agar keselamatan Allah bisa diterima oleh hati setiap manusia, sehingga manusia dapat memperoleh kebahagiaan bersama Allah.
Tetapi untuk menerima Kerajaan Allah itu manusia perlu bertobat dan percaya kepada Injil. Manusia perlu bertobat kalau mau menerima penyelamatan Allah. Bertobat berarti berbalik dari jalan hidupnya yang lama lalu mengarahkan hidupnya ke jalan Tuhan. Seperti Yesus yang berhasil mengalahkan godaan-godaan yang sunyi di padang gurun yang penuh binatang-binatang liar, kita pun diajak-Nya untuk mengalahkan godaan-godaan yang kita hadapi dalam keseharian hidup kita. Godaan bisa datang dari luar, tetapi juga bisa datang dari diri sendiri. Godaan bisa datang kapan saja, bukan pada saat kita gagal tetapi bisa juga ketika kita berhasil dan sukses. Ketika dalam kesulitan atau mengalami kegagalan, akan mudah tegoda untuk berbuat yang tidak baik; tetapi ketika kita berhasil atau sukses pun bisa tergoda untuk berbuat yang tidak baik.
Dari sinilah kita diminta untuk kembali pada jalan Tuhan. Semula yang hanya berpikir dan berbuat sesuai kehendak sendiri, harus mengubah cara berpikir dan berbuat sesuai kehendak Tuhan. Biarlah kehendak Tuhan yang terjadi, bukan kehendak manusia. Dengan melakukan kehendak Tuhan dan meninggalkan hal-hal yang bertentangan dengan kehendak-Nya, kita akan menerima kasih-Nya. Kasih Allah yang dinyatakan melalui Yesus yang datang ke dunia untuk menyelamatkan manusia.

Lalu, apakah Kerajaan Allah sudah datang dalam diri kita?
Dengan percaya kepada Injil berarti bahwa kita percaya kabar gembira penyelamatan itu sungguh sudah datang. Datang dalam diri Yesus Kristus, Sang Mesias pembawa kabar gembira telah menjadi nyata. Dengan percaya dan menerima Yesus, berarti kita menerima Penyelamat yang diutus Bapa bagi kita.
Semoga Injil hari ini sungguh mengingatkan kita bahwa perlunya memperbarui kepercayaan kita kepada Tuhan. Pembaruan dengan jalan bertobat. Bertobat, berendah hati mengakui diri kita yang rapuh dan pendosa dengan mohon pertolongan dan mohon rahmat Tuhan. Mohon pertolongan dan mohon rahmat Tuhan agar dalam memasuki masa Prapaskah ini kita mampu menata hidup kembali dalam semangat kasih kepada Dia dan kepada sesama. (FX. Mgn)

Senin, 13 Februari 2012

HARI MINGGU BIASA VII (B) Minggu, 19 Februari 2012

PUTRA MANUSIA BERKUASA MENGAMPUNI DOSA

Yes 43:18-19.21-22.24b-25;     
2Kor 1:18-22;  
Mrk 2:1-12

Seringkali kita mendengar bahwa di suatu tempat ada penyembuhan masal yang dilakukan oleh seseorang yang bisa menyembuhkan segala penyakit, tanpa operasi, tanpa jarum suntik dan tanpa obat. Melalui tangan orang itu banyak orang yang memperoleh kesembuhan. Ada yang sembuh badannya dari penyakit yang dideritanya tetapi ada juga yang hanya memperoleh kesembuhan batinnya.
Banyak tanggapan dari praktek penyembuhan itu. Ada yang menanggapinya bahwa penyembuhan itu berkat karunia Tuhan yang diperolehnya, tetapi ada yang mengatakan mereka itu hanya ingin mengeruk uang berkedok penyembuhan masal. Bahkan ada juga yang mengatakan bahwa mereka melakukan semua itu dengan bantuan kuasa kegelapan atau iblis. Banyak pribadi-pribadi dengan berbagai motivasi yang melakukan apa saja dengan cara apa saja.

Injil hari ini juga ada tiga pribadi yang menarik untuk disimak atas apa yang mereka lakukan. Seorang lumpuh, empat orang yang menggotong si lumpuh dan Yesus sendiri. Seorang lumpuh sudah begitu lama menderita sakit dan tidak bisa menikmati hidup yang baik. Seperti orang lainnya ia ingin menikmati hidup dan membutuhkan kesembuhan. Ia begitu ingin ketemu Yesus minta disembuhkan, namun ia tidak bisa datang sendiri. Ia tergantung bantuan orang lain dan saudara-saudara yang mau membantunya. Ia membutuhkan bantuan untuk membawanya kepada Tuhan. Itulah harapan satu-satunya bertemu dengan Yesus yang dikabarkan bisa menyembuhkan orang sakit.
Selanjutnya ada empat orang yang menggotong dia pun menarik untuk disimak. Mereka dari jauh membawa si lumpuh untuk bertemu dengan Yesus. Mereka belum tentu percaya kepada Yesus, toh mereka rela menolong si lumpuh untuk bertemu dengan Yesus. Bagaimana pun mereka juga menjadi tangan Tuhan yang mempertemukan si lumpuh dengan Tuhan sendiri. Tanpa mereka, si lumpuh tidak dapat bertemu Tuhan, tidak dapat disentuh dan disembuhkan oleh Tuhan.
Kemudian ada Yesus, pribadi yang didambakan si lumpuh. Dialah yang menjamah dan dengan kuasa-Nya menyembuhkan si lumpuh. Kata-Nya, “Hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni.” Yesus menggabungkan kelumpuhan dengan kedosaan. Maka penyembuhan dikaitkan dengan pengampunan dosa. “Dosamu diampuni artinya kamu sembuh.” Dengan pernyataan “Dosamu diampuni” tampaknya memang Yesus mau menyatakan bahwa Dialah yang diutus Bapa untuk menyelamatkan manusia dari dosa. Dengan pengampunan dosa itu Yesus menyatakan bahwa Diri-Nya berkuasa mengampuni dosa.
Itulah sebabnya orang-orang Farisi menjadi tidak senang karena mereka beranggapan yang berkuasa mengampuni dosa manusia hanyalah Allah. Mereka menuduh Dia menghojat Allah. Tetapi karena memang Yesus Putra Allah, maka kuasa-Nya itu semakin kelihatan dalam menyembuhkan si lumpuh. Dalam diri-Nya ada kuasa Alllah. Kata-Nya, “Bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu.” Orang lumpuh itupun bangun, sembuh, dan mengangkat tempat tidurnya pulang. Imannya yang begitu besar kepada Yesus telah menyelamatkan dia.
      Bagaimana dengan peristiwa penyembuhan masal yang dilakukan seseorang tadi? Sebaiknya kita jangan langsung menghakimi bahwa itu perbuatan musrik, atau kuasa kegelapan dan iblis. Kalau itu memang datangnya dari Atas kita lihat saja buahnya. Lebih tepat kalau kita menyerahkan sepenuhnya kepada kuasa Tuhan. Dan kita mengucap syukur bila banyak orang memperoleh kesembuhan karena kuasa Allah yang disalurkan melalui tangan-tangan mereka yang dengan tulus dan motivasinya mau menolong orang lain. (FX. Mgn)

Selasa, 07 Februari 2012

HARI MINGGU BIASA VI (B) Minggu, 12 Februari 2012

YESUS MENYEMBUHKAN ORANG SAKIT KUSTA


Im 13:1-2.44-46;
1 Kor 10:31-11:1;
Mrk 1:40-45

Seringkali kita mendengar kata, “orang kusta”, yaitu orang yang menderita penyakit kusta atau lepra. Orang seperti itu pada zamannya Yesus tidak dianggap mempunyai nilai lagi. Masyarakat pada umumnya menjauhi bahkan orang kusta disingkirkan, dijauhkan karena ditakutkan akan menulari orang yang sehat. Orang-orang yang menderita kusta dibuang di suatu tempat penampungan, untuk menantikan hari akhir hidup mereka. Maklum waktu itu belum ditemukan obatnya. Sungguh mereka sudah tidak mempunyai pengharapan lagi, sudah tidak berarti lagi karena tidak dianggap lagi. Mereka sebenarnya sudah “mati” karena diasingkan dari kehidupan masyarakat.
Seperti itulah yang dihadapi oleh seorang penderita kusta dalam Injil hari ini. Namun yang menarik, bahwa orang kusta ini datang kepada Yesus dengan penuh iman sambil berkata “Kalau Tuhan mau, Tuhan dapat menyembuhkan saya.” Orang itu sebenarnya sudah melanggar aturan umum karena datang menemui Yesus, orang yang sehat. Karena pikirannya sudah buntu, mereka tidak menggubris aturan masyarakat lagi, toh dia sudah dibuang oleh masyarakat. Imannya yang besar mengalahkan aturan itu, maka dia pergi menemui Yesus dan minta disembuhkan.
Puji Tuhan, karena imannya yang besar itu ditanggapi Yesus. Yesus mengulurkan tangan, menjamah dia, dan bersabda, “Aku mau. Jadilah sembuh” Dan dia sembuh. Iman yang sebesar itulah yang membawa kepada Yesus dan menyebabkan di disembuhkan. Iman yang sungguh besar, iman yang dengan penuh keyakinan menyerahkan kelemahan dirinya kepada Tuhan sumber kehidupan. Orang itu sungguh gembira setelah memperoleh kesembuhan dari Tuhan. Saking gembiranya sehingga orang itu tidak bisa diam saja, meski oleh Yesus dipesan tidak boleh menyebarkan berita itu. Kegembiraan yang besar berkat kesembuhannya tampaknya sulit dibendung. Orang itu memperoleh kehidupan kembali dari “kematian harapan” dan masa depannya. Orang itu pergi dan menceritakan seluruh kegembiraan dan kebahagiaannya kepada orang lain. Ia berbagi pengalaman imannya yang besar kepada orang-orang lain.
Mungkin Anda atau saya mempunyai pengalaman seperti orang kusta, merasa terasing, tersingkir, bahkan tidak dianggap (tidak diwong-ke). Hal demikian membuat tidak berdaya, tidak mempunyai harapan, sudah jenuh, bahkan sudah “mati” semangat dalam hidup ini.
Belajar dari pengalaman si kusta tadi, mungkinkah saya atau Anda mempunyai iman yang begitu besar seperti si kusta tadi? Mempunyai kepercayaan datang kepada Yesus. Pengalaman si kusta tadi, sejatinya adalah gambaran orang-orang yang menjadi korban pengasingan kita. Orang yang kita singkirkan dari pergaulan, yang kita kekang kebebasan mereka dan kita matikan kreativitas mereka. Melihat hal ini mestinya kita belajar dari Yesus sendiri, yaitu untuk dengan jujur berani membantu memberikan kehidupan kepada mereka. Mau datang kepada Yesus pemberi kehidupan bagi orang yang sudah tidak ada harapan hidup, bahkan sudah “distempel mati” oleh masyarakat di mana dia hidup.
           Marilah dengan rendah hati dan penuh iman datang kepada-Nya, “Tuhan, bila Engkau mau, Engkau pun dapat menyembuhkan saya.” (FX. Mgn)