SELAMAT DATANG DAN SELAMAT BERJUMPA

Senin, 27 September 2010

MELAYANI DENGAN RENDAH HATI


MG BIASA XXVII (C)
Hari Minggu, 3 Oktober 2010

Hab 1:2-3; 2:2-4
2 Tim 1:6-8;      
Luk 17:5-10

      Pagi-pagi benar sebelum para peziarah datang, seorang ibu yang sudah sepuh Magdalena Rubiyah melakukan pekerjaan rutinnya membersihkan areal sekitar goa Maria. Sambil berjalan tertatih-tatih ia setiap hari membersihkan sisa-sisa lelehan lilin, mengganti karangan bunga yang sudah tampak layu dan membersihkan sampah yang berceceran. Setelah selesai tugasnya bersih-bersih, ia lalu menggelar dagangannya tidak jauh dari areal goa Maria itu. Berjualan nasi pecel untuk menghidupi keluarganya.
      Ketika ditanya kenapa ibu setiap hari membersihkan sampah di sini? Dengan rendah hati ibu itu menjawab, ”Ini sebagai tanda terima kasih saya karena selama ini saya telah diberi rejeki oleh Tuhan Yesus dan ibu Maria. Dari muda aku sudah jualan di tempat ini mas … aku dapat rejeki di tempat ini … kan tidak ada salahnya aku ingin menunjukkan rasa terimakasihku pada Yang Punya Tempat Ini … aku tidak salah to mas …? Saya merasa bahwa dalam seluruh hidup saya, dicintai Tuhan lewat perjumpaan saya dengan banyak orang yang datang berziarah di tempat ini. Untuk itulah, saya sungguh berterimakasih kepada Tuhan dan kepada mereka.”
      Dari pengalaman hidup ibu Magdalena Rubiyah ini, ia setia akan panggilan hidupnya dengan melayani sesama agar para peziarah merasa nyaman, walau hanya sekedar membersihkan sampah di sekitar goa yang bisa ia lakukan. Ia melakukan dengan sukarela.
     
      Perumpamaan yang dikatakan Yesus pada Injil hari ini mau menyatakan bahwa tugas utama setiap orang ialah melayani sesama. Sesudah kita melayani sebaik-baiknya sesuai dengan tugas kita, hendaklah kita berkata, ”Kami adalah hamba-hamba yang tak berguna kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan.” Pelayanan dan kerendahan hati merupakan dua hal yang bergandengan dan tak dapat dipisahkan.
      Yesus tidak sekedar memberi nasihat, tetapi Dia sendiri melaksanakan kehendak Bapa-Nya dengan menjadi Hamba Yahweh yang setia. Yesus adalah hamba yang setia dan taat. Dengan ketaatannya Dia mampu mengatasi berbagai macam godaan. Dengan kesetiaannya dan ketatannya Dia mengarahkan hidup-Nya sampai wafat di kayu salib. Dengan kesetiaan dan ketaatannya Dia menyelamatkan banyak orang.
     
      Bagaimana dengan kita?
      Kita semua adalah sebagai murid. Menjadi para murid harus taat pada gurunya. Demikianlah, murid-murid Yesus hendaknya taat pada apa yang diperintahkan Tuhan Yesus pada mereka. Ketaatan hendaklah seperti seorang hamba, yaitu setia melaksanakan berbagai macam tugas yang diberikan tuannya.
      Sebagai murid kita dipanggil dan diutus menjadi hamba yang setia dan taat seperti Yesus, bagaimana aku memandang tugas-tugasku di dalam rumah tangga, Gereja, dan masyarakat? Apakah aku senantiasa menyadari bahwa aku hanyalah ’Hamba-hamba yang tidak berguna?’

      Demi sesama, ibu Magdalena Rubiyah setia akan tugasnya dengan suka rela melakukan apa yang ia bisa. Marilah kita menimba pengalaman dari padanya, bekerja dengan sungguh-sungguh melayani sesama tetapi dengan semangat rendah hati. (FX. Mgn)

Senin, 20 September 2010

ORANG KAYA DAN LAZARUS

MG BIASA XXVI (C)
Hari Minggu, 26 September 2010

Am 6:1a. 4-7;
1 Tim 6:11-16;   
Luk 16:16:19-31

      Membincangkan orang kaya dan orang miskin sejak jaman dulu sampai sekarang selalu menarik. Orang kaya dibenci oleh orang miskin karena orang miskin merasa tidak diperhatikan dan tidak memperoleh keadilan. Demikian juga orang kaya juga mencemoh orang miskin dengan menganggap orang miskin tidak ulet dalam mengatasi kepahitan hidup. Mereka bukan saling mendukung tetapi saling curiga. Nampaknya, bagi siapa pun sangat sulit mengurangi kemiskinan karena hampir pasti sangat sedikit orang yang memperhatikan orang miskin, maka jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin makin dalam. Apakah orang kaya tidak akan selamat? Dan apakah orang miskin pasti akan selamat?
     
      Bacaan Injil hari ini sangat nyata bahwa karena ketidakpeduliannya pada orang miskin, Si kaya tidak memperoleh keselamatan, tetapi justru orang miskin yang memperolehnya. Dalam perumpamaan di mana Si kaya beserta keluarganya bersuka ria dengan kemewahannya setiap hari, tetapi tidak peduli bahwa di luar pintu mereka ada Lazarus, seorang pengemis sakit-sakitan, penuh dengan kudis dan lapar tergeletak tidak berdaya. Lazarus hanya mengharapkan kalau ada remah-remah makanan yang mungkin jatuh dari meja makan orang kaya, untuk mengganjal perut. Tetapi Si kaya tidak mau tahu, dibalik kekayaannya yang melimpah tidak mau berbagi sedikit pun, dengan membiarkan Lazarus mati kelaparan.    
      Ternyata setelah Lazarus mati, Si kaya pun tidak lama juga mati. Hanya bedanya Lazarus langsung diterima di pangkuan Abraham tetapi Si kaya tidak. Ia menderita sengsara di alam maut dan hanya bisa berseru-seru memohon pertolongan, tetapi tidak mungkin diperolehnya karena jalan yang menjembataninya sudah tertutup. Ada jurang sangat dalam yang tak mungkin bisa diseberangi. Jurang itu berupa ”sikap dan tindakan” orang kaya selama masih di dunia yang tidak menghiraukan keluh kesah sesama yang mengalami kesulitan hidup. Si kaya, merasa kekayaan yang ia miliki karena hasil kerja kerasnya. Ia berpikir kalau ia mau maju ya harus berusaha sendiri.

      Memang benar siapa pun harus kerja keras dan berusaha sendiri kalau ingin berhasil. Ini juga yang sering digembar-gemborkan oleh banyak orang yang sudah merasa mapan. Mereka seringkali lupa bahwa banyak orang menjadi miskin karena ulah mereka yang mapan itu. Karena keserakahan mereka seringkali membuat banyak orang menjadi miskin. Orang menjadi miskin bukan karena malas, tetapi tidak dimungkinkan untuk mendapatkan kesempatan bekerja.
      Lain halnya dengan Lazarus. Ia dengan rendah hati dan sabar menerima kepahitan hidup setiap hari. Lazarus yang selama hidupnya tidak mempunyai harta dan hanya mengandalkan bantuan orang lain dan bersandar kepada Tuhan. Sikapnya yang bergantung dan bersandar kepada Tuhan, maka ia memperoleh belas kasih Allah. Sekarang ia telah berada dipangkuan Abraham, di mana kepahitan hidup Lazarus sudah berakhir untuk selama-lamanya.
     
      Menyikapi hidup di dunia ini yang hanya sementara, maka kita harus sadar bahwa pada saatnya akan menghadapi pengadilan terakhir. Kita akan menghadapi sebuah pertanyaan, ”Apakah kita telah  mempergunakan kekayaan di dunia ini untuk kesejahteraan semua orang atau hanya mementingkan ego kita sendiri?” Karena sesungguhnya nasib orang kaya maupun orang miskin kelak ditentukan oleh sikap dan tindakannya di dunia dalam memilih dan mempergunakan harta. Tampaknya bukan soal kaya atau miskin tetapi sikap dan tindakan kita itulah yang lebih menentukan memperoleh keselamatan atau tidak.
        Marilah kita masing-masing memilih harta yang mengantarkan kita ke surga dengan tidak memilih harta yang semu seperti pilihan Si kaya tadi. (FX. Mgn)

Senin, 13 September 2010

DIPUJI KARENA KECERDIKANNYA


MG BIASA XXV (C)
Hari Minggu, 19 September 2010

Am 8:4-7;
1 Tim 2:1-8;      
Luk 16:1-13 (16:10-13)

      Ghathul, seorang pegawai yang bekerja di bagian pengiriman barang sebuah perusahaan swasta nasional yang sudah mapan, diisukan bahwa ia tidak jujur dan kekayaan yang ia peroleh dicurigai dari hasil korupsi. Desas-desus ini sampai kepada pimpinannya, maka ia diminta pertanggungjawaban dengan membuat laporan keuangan. Ia terancam dipecat oleh pimpinannya, mulai bulan depan tidak boleh bekerja lagi di perusahaan itu.

      Sambil merenungkan kemungkinan laporannya nanti ditolak oleh pimpinannya, maka ia memutar otaknya yang sedang tegang itu dengan ide yang menarik. Waktu satu bulan cukup baginya untuk menyelamatkan dirinya yang kelak akan menjadi penganggur. Ia tiba-tiba tahu apa yang dibuatnya, agar tetap ada orang yang menampungnya biarpun ia tidak bekerja lagi. ”Saya harus hidup, harus makan ....” Wajarlah, bila dalam keadaan terjepit ia mencari sahabat yang bisa menolongnya.
      Lalu ide itu dijalankannya. Tanpa memberi tahu alasannya, mulai hari itu ia mengatakan kepada semua pelanggannya bahwa selama satu bulan ini biaya pengiriman barang akan diturunkan 40%. Bisa dibayangkan, betapa gembiranya hati mereka mendengar  kebijaksanaan pegawai itu. Mereka berpikir, bahwa pemotongan besarnya biaya pengiriman itu merupakan perintah pimpinan.
      Dengan harap-harap cemas pegawai itu menyerahkan laporan keuangan kepada pimpinannya. Melihat laporannya itu atasannya bukannya marah tetapi malah memuji pegawai yang tidak jujur itu. Laporan keuangan mengalami peningkatan yang mencolok dari bulan sebelumnya. Pegawai itu dipuji karena kecerdikannya dalam mengantisipasi kemungkinan buruk. Di tengah persaingan yang sangat ketat dengan menurunkan biaya pengiriman maka akan banyak pelanggan yang menggunakan jasa perusahaan itu. Alhasil, pemasukan bulan itu meningkat drastis 60% lebih. Apakah pegawai yang berani membuat kebijakan penurunan biaya pengiriman itu dianggap tidak jujur? Melanggar peraturan?
     
      Merenungkan Injil hari ini kita mestinya mau belajar dari cerita tentang bendahara yang tidak jujur, tetapi dipuji majikan karena kecerdikannya. Bendahara tadi dipuji majikannya bukan kesalahan yang dilakukan melainkan karena kecerdikannya mencermati situasi. Bendahara tadi telah memotong hutang para pelanggannya, di satu pihak ia merugikan majikannya tetapi dari lain pihak ia menguntungkan pula. Bendahara tadi berpikir bahwa majikannya tidak akan bangkrut, kalau ia memotong hutang beberapa orang langganannya. Bendahara itu ingin mengambil hati dan bersahabat dengan orang banyak. Keuntungan lain nama majikannya itu menjadi lebih harum dan dipuji-puji orang, karena kemurahan hatinya setelah diringankan hutangnya.
      Memang perbuatan bendahara tadi dalam kehidupan dunia nyata ini bisa diartikan anak-anak dunia yang diperlawankan dengan anak-anak terang. Orang-orang duniawi segera menangkap keadaan itu, lalu dengan cerdik mencari akal agar jangan sampai rugi ataupun celaka. Namun anak-anak terang seringkali takut. Banyak terjadi, orang tidak mau berbuat apa-apa karena takut resiko, takut dicela dan takut menghadapi kegagalan. Sejatinya perjuangan memerlukan pengorbanan. Sekarang ini dibutuhkan bukan sekedar yang bersih tetapi orang yang berani mengambil keputusan cepat dan tepat walau beresiko, serta berani mengambil terobosan-terobosan. Bukan orang yang selalu diliputi keragu-raguan. Seharusnya demikianlah pula orang yang bakal mempunyai Kerajaan Allah, yaitu anak-anak terang, agar segera menangkap keadaan itu dalam terang iman. Caranya yang paling tepat ialah menggunakan uang demi kepentingan sesama yang membutuhkan. Kalau kita melekat pada harta kekayaan dan tidak mau berbagi dengan sesama yang membutuhkan, kita telah mendewakan Mamon dan menjauhkan diri dari Allah. Dengan bersikap cerdik dalam mengelola uang, manusia tidak membiarkan diri dikuasai oleh uang, melainkan terlindungi dari bahaya serakah. Orang yang cerdik dalam menggunakan uang dan tidak tamak hatinya, pasti akan mau bersahabat dengan siapa pun. Dengan demikian orang yang banyak uang pun akan diterima di dalam kemah abadi yaitu di rumah Bapa.
     
      Marilah kita menimba pengalaman pada Gathul pegawai perusahaan swasta yang cerdik dalam mengelola keuangan perusahaan tadi, dan merenungkan perkataan Yesus dalam Injil tentang bendahara yang memperoleh pujian dari majikan dengan tidak melihat ketidakjujurannya tetapi karena kecerdikannya mencermati situasi. (FX. Mgn)

Senin, 06 September 2010

HIDUP DALAM JALUR KEHENDAK ALLAH


MG BIASA XXIV (C)
Hari Minggu, 12 September 2010


Kel 32:7-11. 13-14;
1 Tim 1:12-17;   
Luk 15:1-32 (15:1-10)


      Seorang bapak sebut saja Soklipo, berbagi pengalaman iman dan mengungkapkan rasa terima kasih dan kegembiraannya yang sangat besar kepada Soklinthi istrinya. Soklipo dalam perjalanan rumah tangganya pernah tergoda oleh seorang perempuan. Ketika itu ia sering pulang larut malam, bahkan pernah tidak pulang. Ia membohongi istrinya dengan berbagai alasan dengan mengatakan ada pekerjaan di luar kota atau sedang lembur agar istrinya percaya. Pada suatu ketika istrinya tahu dan sangat marah. Kedoknya terbongkar semua setelah istrinya menemukan surat-surat cinta dari pasangan gelapnya dan seringkali istrinya mengangkat telepon dari seorang perempuan.
      Dalam peristiwa ini, yang baginya sangat menyentuh, meskipun istrinya marah tetapi tidak memaki-maki atau minta cerai. Sebaliknya, setelah reda marahnya, sang istri mengingatkan agar ia kembali ke jalan yang benar. Soklinthi bilang, ”Mas, aku tahu setiap orang bisa bersalah tetapi aku tetap mencintaimu. Aku ingin agar mas Soklipo kembali demi anak-anak kita.” Penerimaan kembali dan kata-kata istrinya itulah yang menyentuh hati bapak tadi, sehingga akhirnya ia mau kembali ke jalan yang benar.
      Dalam perjalanan hidupnya bersama kembali, si istri tidak pernah mengungkit kesalahannya yang pernah dilakukan suaminya. Hal itu membuat si bapak tadi begitu mencintai keluarganya dan membuat semangat hidupnya bangkit kembali. Ia begitu gembira dan bersyukur bahwa istrinya masih mencintai dan mau menerima kembali. Istrinya tetap menerima suaminya meskipun bersalah dan mau mengampuni. Berkat penerimaan kembali dan pengampunan itulah, si suami kembali ke jalan yang baik dan bersyukur. Kegembiraan si bapak diungkapkan dalam perjalanan hidup rumahtangga selanjutnya dengan lebih mencintai istri dan anak-anaknya. Keputusan istri tadi sungguh mengungkapkan cinta sejati yang diwujudnyatakan dalam pengampunan dan penerimaan sang suami yang bersalah.
      Injil hari ini juga menggambarkan cinta sejati antara Tuhan dan umat-Nya. Ada tiga contoh gambaran Tuhan yang penuh belas kasih yang diungkapkan dalam perumpamaan. Cinta Tuhan terhadap manusia yang berdosa digambarkan seorang gembala baik yang tetap mau mencari seekor dombanya yang tersesat sampai ketemu, dari sembilanpuluhsembilan ekor lainnya. Gembala itu tetap mencintai seratus ekor dombanya secara utuh dengan tidak mau kehilangan seekor pun. Cinta Tuhan juga digambarkan dengan seorang perempuan yang kehilangan satu keping dari sepuluh dirhamnya. Perempuan itu mencarinya dengan cermat sampai menemukannya. Cinta sejati Tuhan terhadap manusia juga digambarkan dalam perumpamaan seorang bapak yang baik, yang mau menerima kembali anaknya yang tidak setia dan telah menghambur-hamburkan harta benda ayahnya dengan berfoya-foya. Cinta Tuhan terhadap manusia itulah gambaran yang harus kita miliki dalam iman kristiani. Tuhan telah membuat kita gembira dan penuh harapan karena Ia mau menerima kita yang berdosa. Cinta sejati Tuhan kepada kita bukan hanya digambarkan dengan menerima kembali dan mengampuni anak yang bersalah, tetapi Tuhan juga mencari sampai menemukan orang yang tersesat, agar kembali ke jalan yang benar.
      Semoga kita mau belajar dari pengalaman iman Soklinthi yang menghendaki utuhnya keluarga dengan menerima kembali Soklipo yang pernah tersesat hidupnya. Dan marilah hidup dalam jalur kehendak Allah agar Ia bergembira dan seluruh surga bersukaria memandang kita, karena di mata Tuhan kita sangat berharga sehingga Dia akan tetap mencari dan menyelamatkan kita. (FX. Mgn)