SELAMAT DATANG DAN SELAMAT BERJUMPA

Senin, 05 Juli 2010

SIAPAKAH SESAMAKU?




MG BIASA XV (C)
Hari Minggu, 11 Juli 2010

Ul 30:10-14;      
Kol 1:15-20;      
Luk 10:25-37

      Sering kali kita keliru memahami siapakah sesamaku. Pandangan salah kaprah tentang sesamaku adalah pandangan dan perhatian hanya kepada mereka yang sepaham, satu bangsa, satu iman, satu suku atau segolongan dan ada kedekatan.   
     
      Salah kaprah mengenai sesamaku ini awalnya adalah pandangan yang ditekankan para ahli Taurat. Di mana orang-orang Yahudi membuat kelompok, sesama mereka yang dikenal dan mengenal termasuk di dalamnya para imam dan orang-orang Lewi. Relasi yang menguntungkan kehidupan ekonomi, atau pun orang yang mendukung status dan kedudukan ahli Taurat.
      Hal ini sangat bertentangan dengan pandangan dan harapan Yesus. Yesus menghendaki agar saling mengasihi satu sama lain seperti mengasihi dirinya sendiri. Yesus menegaskan bahwa dalam berbuat kasih kepada Allah dan sesama jangan hanya memperhitungkan kelompoknya sendiri atau yang sepaham dengannya. Cinta kepada sesama ialah, menyatakan dan membuktikan diri sebagai teman bagi yang lain – lebih-lebih terhadap orang yang dianggap musuh. Yesus pernah berkata: “Kasihilah musuhmu, dan berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu. Mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu. Berdoalah bagi orang yang mencaci-maki kamu.”
      Maka ketika Yesus dicobai oleh ahli Taurat dengan pertanyaan siapakah sesamaku, Ia balik bertanya pada mereka: “Siapakah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?  Sebab pada kasus itu seorang imam dan orang Lewi yang lewat dan melihat orang yang dirampok dan dicelakai itu, sama sekali mereka tidak mau menolong. Justru yang tergerak hatinya adalah yang selama ini yang dianggap musuh, yaitu orang Samaria yang mau menolong. Orang yang terluka tadi adalah seorang bangsa Yahudi. Yahudi dan Samaria saling bermusuhan, tetapi tadi dua-duanya mengungkapkan cintanya. Orang Samaria itu melayani si terluka, dan orang Yahudi yang terluka itu pun memberikan diri untuk ditolong, sekalipun oleh seorang musuh bangsanya.
 
       Bagaimana dengan kita?
      Sering kali kita berteori dan bergagasan tinggi untuk mencintai sesama seperti yang diajarkan oleh Yesus. Begitu tingginya teori kita, sering kali kita tidak melihat bahwa di samping kita ada sesama yang perlu kita bantu. Sering kali kita menekankan bahwa kita semua satu saudara, tetapi di balik itu kita masih berpandangan seperti ahli Taurat dan tidak mampu melihat sesama hidup dengan membeda-bedakan.
       Semoga Injil yang kita renungkan hari ini memberikan keberanian kepada kita untuk segera berbuat mencintai sesama dengan tidak terlalu lama bertanya, siapakah sesama kita? Tetapi dapat menjadi sesama bagi siapa pun yang kita jumpai dengan bersaudara tanpa membedakan suku, ras, golongan, agama dan kelas. (FX. Mgn)