SELAMAT DATANG DAN SELAMAT BERJUMPA

Senin, 23 Agustus 2010

JANGAN MEMBEDA-BEDAKAN


MG BIASA XXII (C)
Hari Minggu, 29 Agustus 2010
Sir 3:17-18.20.28-29;
Ibr 12:18-19.22-24a;  
Luk 14:1.7-14

      Ketika kita mengadakan perayaan-perayaan atau pesta-pesta, seringkali kita lebih suka mengundang teman-teman yang akrab dan saudara yang mampu, dengan harapan mereka juga mengundang kita ke pesta mereka. Kita tidak akan mengundang mereka yang miskin gelandangan ataupun yang cacat atau orang-orang yang lumpuh dan orang-orang buta. Karena tidak mungkin mereka ganti mengundang kita.
      Seringkali dalam berbuat sesuatu, kita selalu berhitung dengan memperhitungkan untung rugi seperti utang-piutang. Contoh lain kalau kita mau jujur, bila kita mau membantu orang lain selalu berpikir dulu. Apakah mereka bisa gantian membantu kita atau tidak, kalau pada suatu saat kita butuh.

      Dari dua contoh yang kita lakukan tadi tampak jelas bahwa apa pun yang kita lakukan selalu ada pamrih, agar mereka juga mau berbaik kepada kita. Sebenarnya itu manusiawi, tetapi oleh Yesus hal itu ditentang dan sangat tidak dianjurkan. Dalam Injil hari ini Yesus menasihatkan kita, agar memberi tanpa pamrih. Kalau mau mengundang makan-makan dalam pesta, undanglah orang-orang miskin; biar mereka bisa menikmati makanan yang layak karena setiap hari mereka selalu kekurangan. Yesus mengajarkan agar kita berbuat baik tidak harus mengharapkan imbalan dari orang lain. Memang mereka tidak bakal bisa membalas kebaikan kita, sehingga hanya Tuhanlah yang akan membalas kita. Balasan dari Allah akan kita terima di akhir zaman, saat orang-orang benar dibangkitkan dan memperoleh ganjaran.
      Dalam hal ini Yesus berpandangan bahwa sesama yang menderita dan hina tidak boleh dianggap sebagai kelompok yang dipinggirkan dan dieksploitasi karena ketidakberdayaannya. Memang, nasihat Yesus itu bertentangan dengan pola pikir kita pada umumnya. Sikap kita pada umumnya lebih cenderung untuk memberi perhatian dan kasih hanya  kepada sesama yang dianggap setara, seperti yang  sama-sama kaya, sepaham dan yang mampu membalas kebaikan. Dalam hal ini kasih persaudaraan dipahami sebagai bentuk kasih dan kepeduliaan kita kepada teman-teman, saudara-saudara, orang-orang yang berada, orang-orang yang sesuku dan seagama.
      Mengapa kita lebih peduli dan mengasihi mereka? Yesus berkata: “karena mereka akan membalasnya dengan mengundang engkau pula dan dengan demikian engkau mendapat balasan”. Betapa sering motif kita memberi dan melakukan kasih kepada sesama atau orang-orang tertentu, karena sebenarnya kita ingin memperoleh balasan dan pujian dari mereka. Tepatnya kita mau memberlakukan kasih dan kepedulian kepada sesama jikalau mereka dapat menguntungkan. Itu sebabnya kita menjadi kurang peduli dan berlaku kurang ramah serta tidak bermurah hati kepada orang-orang yang miskin, hina dan menderita; karena mereka tidak mampu membalas kebaikan dan kemurahan hati kita.

      Jadi bagaimana sikap kita?
      Dengan memperhatikan nasihat Yesus tadi kita mulai sekarang harus berani merubah sikap kita yang hanya mementingkan diri kita sendiri atau kelompok kita sendiri, tetapi lebih mempedulikan mereka yang tersisih dan yang miskin di sekitar hidup kita. Kita tidak sekedar bersimpati dengan penderitaan dan kesusahan mereka, tetapi lebih dari pada itu kita terpanggil untuk berempati dan berbela-rasa dengan mereka. Sebab dengan kita lebih mengutamakan kepedulian kepada sesama, spiritualitas kita akan diisi oleh Roh Kudus sehingga kehidupan kita dapat menjadi berkat bagi banyak orang. (FX. Mgn)