SELAMAT DATANG DAN SELAMAT BERJUMPA

Senin, 21 Juni 2010

MENGIKUTI YESUS DENGAN SEPENUH HATI


MG BIASA XIII (C)
Hari Minggu, 27 Juni 2010

1Raj 19:16b.19-21;    
Gal 5:1.13-15;   
Luk 9:51-62

      Seringkali saya berpikir mengikuti Yesus itu tidak mudah. Nampaknya di samping menghadapi penolakan-penolakan oleh orang-orang yang tidak senang karena tidak sepaham, tetapi tuntutan Yesus sendiri kepada murid-murid-Nya seringkali tidak masuk akal dan tidak manusiawi.

      Coba kita bayangkan. Ketika Yesus merasa sudah dekat waktunya diangkat ke surga, Ia tetap bersikeras pergi dari Galilea menuju Yerusalem melalui Samaria. Ia tidak menghiraukan penolakan orang-orang Samaria. Karena waktu itu orang Yahudi selalu bermusuhan dengan orang Samaria. Dari latar belakang itu Yakobus dan Yohanes ingin membinasakan orang-orang Samaria dengan menurunkan api dari langit. Yesus melarang perbuatan itu karena Yesus tidak mau mendasarkan pilihan-Nya pada rasa permusuhan. Yesus tetap bersikukuh mengajak para murid-murid-Nya melanjutkan perjalanan-Nya.
      Ketika salah satu pesertanya ingin menguburkan bapaknya lebih dulu, Yesus menjawab, “Biarlah orang mati menguburkan orang mati, tetapi engkau pergilah dan beritakan Kerajaan Allah ke mana-mana!” Lalu ada seseorang lagi yang ingin mengikuti Dia, tetapi akan pamitan dulu dengan keluarganya. Yesus mengatakan, “Yang siap membajak, menoleh ke belakang tidak layak untuk Kerajaan Allah.”
     
      Mengapa Yesus begitu radikal dan tidak mengenal kompromi terhadap murid-murid-Nya? Kalau kita membandingkan dengan panggilan Elia dalam bacaan pertama, bukankah Elisa sebelum mengikuti Elia masih diberi kesempatan berpamitan dengan orang tuanya? Masih ada kompromi dan kelonggaran. Melihat hal itu apa sih yang dikehendaki Yesus? Yesus menuntut murid-murid-Nya bila ingin mengikuti-Nya harus sepenuh hati, tidak boleh setengah-setengah. Dia ingin agar diutamakan daripada hal lain, baik orang-orang dekat mereka maupun keluarganya. Apakah tuntutan Yesus itu hanya untuk para murid-Nya saja? Tentu tidak. Tuntutan itu juga berlaku pada kita semua. Dengan kata lain tuntutan itu berlaku untuk kita semua yang mau mengikuti Yesus.
      Kiranya bagi kita, tuntutan Yesus itu mau mengatakan bahwa dalam mengikuti Dia, kita diminta tidak setengah-setengah tetapi dengan hati yang mantap tanpa keragu-raguan. Kita sebagai pengikut-Nya diharapkan menjadi seorang Kristiani yang mendalam dan melaksanakan ajaran Tuhan dengan sungguh-sungguh serta sikap yang total. Memang kalau kita sadari tugas perutusan Yesus tantangannya tidak ringan.
     
      Pikiran kita tentang kerasnya mengikuti Yesus mengingatkan kita ketika masih kecil dulu, kenapa orang tua kita bersikeras agar kita pergi ke sekolah? Di mana kita harus bangun pagi-pagi, bahkan di sekolah harus dengan tekun memperhatikan ajaran guru. Itu dilakukan karena orang tua berharap, agar masa depan kita tidak suram kalau bisa sekolah dengan baik. Selanjutnya kenapa orang tua kita semasa masih muda bekerja keras mencari uang? Itu dilakukan agar keluarganya sejahtera dan di masa tuanya tidak menderita, apa lagi mereka sangat bahagia ketika melihat anak-anaknya mandiri. Begitu pula dengan para gembala kita yang mengabdikan dirinya sepenuhnya dalam pelayanan dan rela meninggalkan keluarganya serta mengorbankan segala-galanya. Mereka pergi mewartakan kabar gembira Yesus Kristus kepada kita semua, semata-mata karena kasih setianya kepada Allah, agar semua orang memperoleh hidup kekal.
     
      Semangat ini kiranya bisa pelan-pelan mengantarkan kita untuk semakin memahami iman dan ajaran iman kita, serta untuk untuk lebih menyerahkan diri dengan Tuhan. Dengan semangat ini pula kita menyadari relasi kita akan semakin dekat dengan Tuhan. Dan membuat kita jadi paham kenapa Yesus selalu mengarahkan pandangan-Nya ke Yerusalem? Yesus memberitahu kita bahwa Dia ke Yerusalem untuk menderita, wafat dan bangkit demi kita; agar kita memperoleh hidup baru dalam cinta kasih kebahagiaan dan kedamaian. Itulah sebabnya jalan menuju kristiani sejati masih panjang dan tak akan selesai sebelum kita mati. Hal itu juga tidak terjadi dalam sekali langkah, tetapi memerlukan banyak langkah.
      Maka baiklah kalau kita dengan rendah hati mohon semangat Tuhan, agar kita pelan-pelan dapat memenuhi tuntutan-Nya. Kita mohon kekuatan dan pendampingan-Nya dalam perjalanan hidup ini, agar kita semakin mampu menanggapi kehendak-Nya dan mengarahkan kita semakin menjadi murid-murid-Nya yang sejati. (FX. Mgn)