SELAMAT DATANG DAN SELAMAT BERJUMPA

Selasa, 11 Desember 2012

MINGGU ADVEN III (C) -Minggu,16 Desember 2012



 BERBAGI KEPADA SESAMA
SEBAGAI UNGKAPAN TOBAT

Zef 3:14-18a;                  Flp 4:4-7;            Luk 3:10-18

Masa penantian kedatangan Tuhan dalam minggu adven ketiga ini membawa sukacita dan pengharapan dengan ditandai pada keluarga-keluarga kristiani serta di gereja memasang lilin merah jambu yang dinamai juga lilin "Sukacita". Warna merah jambu menyimbolkan sukacita pengharapan yang tidak tertahankan lagi karena kelahiran Tuhan sudah sangat dekat. Kedatangan Tuhan yang membawa warta kegembiraan dan keselamatan.
Warta kegembiraan ini juga terpancar pada orang banyak yang mau datang dan mendengarkan pewartaan Yohanes Pembaptis di tepi sungai Yordan. Dalam pewartaannya Yohanes Pembaptis menyerukan pertobatan, bukan hanya ditujukan pada kelompok Saduki dan Farisi saja tetapi kepada semua orang. Bertobat tidak cukup dengan menyesal, tetapi diwujudnyatakan dengan perubahan hidup yang lebih baik. Perlu tindakan nyata. Itulah yang ia ajarkan kepada orang-orang yang datang kepadanya untuk minta dibaptis.
Kemudian mereka masing-masing bertanya, “Apa yang harus kami lakukan?” Yohanes Pembaptis menganjurkan beberapa hal yang harus segera dilakukan. Berbagilah kepada mereka yang membutuhkan, pakaian, makanan, uang dsb. Kepada penarik pajak dia berkata, “Jangan menarik lebih dari yang sudah ditentukan untukmu.” Dan kepada para prajurit, dia berkata, “Jangan merampas dan memeras”. Yohanes Pembaptis menekankan kepada semua orang sesuai dengan tugasnya agar bertindak adil dan jujur, jangan merampas hak orang lain dan jangan memeras.
Pertanyaan tadi berlaku juga untuk kita semua saat ini dalam mempersiapkan diri untuk perayaan Natal. Apakah yang harus saya perbuat sebagai ungkapan tobat: seorang anak, orang tua, pegawai, pedagang, pemimpin Gereja, warga Gereja, pemimpin masyarakat, warga masyarakat, penegak hukum, militer, wakil rakyat, atau apa saja sesuai dengan tugas dan jabatan kita. Mau dan rela berbagi kepada sesama sebagai tanda tobat berupa: tenaga, pikiran, perhatian, waktu, uang, atau apa saja. Mau berdamai dengan memaafkan dan minta maaf.
Dari seruan dan semua nasihat yang disampaikan Yohanes Pembaptis tadi membuat orang banyak berpikir, apakah dia itu Mesias. Namun Yohanes Pembaptis dengan jujur mengatakan kepada orang banyak bahwa bukan dia Mesias itu, dia hanyalah saksi-Nya. Yohanes Pembaptis hanya mewartakan kabar baik tentang kedatangan Tuhan kepada orang banyak. Kabar baik yang diwartakannya agar bisa mendorong orang lain untuk mencari tahu apa yang harus mereka perbuat. Mereka dimotivasi untuk solider dengan orang yang tak punya, bertindak adil terhadap siapapun.
Lalu … Apakah dalam masa persiapan kedatangan Tuhan sekarang ini, orang makin terdorong untuk mencari tahu apa yang sebaiknya mereka perbuat untuk menolong sesamanya manusia, terutama yang berkekurangan atau diperlakukan tidak adil secara terus menerus ? Ataukah, semakin gampang orang berkata: “Ah, kenapa mesti repot, itu masalah mereka sendiri, untuk apa mencampuri hal itu?
Semoga semua orang mau hadir sebagai motivator kepada orang banyak untuk semakin peduli terhadap sesama manusia dan kepada Tuhan. Kesediaan, kesederhanan, kejujuran dalam kata dan tindakan serta pengertian yang ditampilkan kepada semua orang, turut menentukan mutu persiapan kita menyambut kedatangan Tuhan. (FX.Mgn).

Senin, 03 Desember 2012

MINGGU ADVEN II (C) Minggu 9 Des 2012

MENYONGSONG KEDATANGAN TUHAN DENGAN BERTOBAT DAN MENATA DIRI
Bar 5:1-9;          
Flp 1:4-6.8-11; 
Luk 3:3-6

          Seringkali kita ini menipu diri sendiri dengan mengatakan tidak berdosa. Tetapi kalau menyadari sungguh-sungguh setiap kali masih diberi kesempatan hidup di dunia ini, manusia cenderung melakukan dosa. Sangat tepatlah Yohanes Pembaptis mengingatkan semua orang agar “bertobat dan memberikan diri dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu …”
          Bagi orang yang berdosa atau bersalah dan tidak mengindahkan suara hatinya, akan berusaha mati-matian untuk menutupi dosa-dosanya dan mengatakan bahwa: “Saya sama sekali tidak berdosa.” Namun bagi orang yang berdosa tetapi masih peka akan bisikan suara hati nuraninya tentu pikiran dan hatinya akan tidak tenang karena merasa jauh dari Tuhan. Sadar, bahwa perbuatan yang dilakukan benar-benar bertentangan dengan hati nurani dan merupakan pelanggaran di hadapan Allah. Selain berdosa kepada Allah juga merugikan orang lain dan diri sendiri karena upah dosa adalah maut.
          Sebagai orang beriman harusnya menyadari atas dosa-dosanya, menyesali semua kekeliruan dan bertobat serta berusaha untuk berdamai dengan Allah. Bertobat atau “kapok” berarti tidak akan berbuat dosa lagi. Ditandai dari perubahan sikap dan perilaku sebagai tanda penyesalan dan berkabung.
          Bila dalam Minggu Adven I yang lalu kita diajak melihat kelahiran Yesus di Betlehem dengan gambaran kedatangan Anak Manusia di akhir zaman, maka dalam Minggu Adven II ini kita didorong melangkah maju lebih lanjut dengan bantuan Yohanes Pembaptis untuk berdamai dengan Allah. Berdamai dengan Allah yang juga mendorong untuk berdamai dengan sesama, dengan tidak hanya melihat kesalahan orang lain tetapi mau melihat kesalahan sendiri.
          Yohanes Pembaptis mengingatkan kita semua melalui baptisan tobat, baptisan yang menandai tekad untuk membuka lembaran baru. Lembaran baru, yaitu sikap bertobat dengan mempersiapkan diri dan meluruskan jalan bagi kedatangan Tuhan sebagai Penyelamat yang memberikan pengampunan dan kedamaian.
          Dalam menyongsong kedatangan Tuhan, kita diajak mendengarkan pesan nabi Barukh agar jangan tenggelam dalam kegelisahan dan kesedihan, tetapi supaya menanggalkan pakaian berkabung serta berbesar hati karena kita semua akan dekat kembali dengan Allah. Kita semua diajak agar berani menanggalkan sikap menghukum diri dan membiarkan diri dituntun Allah sendiri agar mendekat kepada-Nya kembali. Ada kerohanian segar yang disampaikan Yohanes Pembaptis yang mengajarkan bahwa Yang Ilahi bukan lagi sebagai yang akan datang menghukum dan memperhitungkan dosa-dosa kita melainkan sebagai Dia yang akan membawa kembali umat-Nya menuju kebahagiaan bersama-Nya. Ia bukan lagi yang menuntut dan hanya memandang serta memperhitungkan dosa-dosa kita, melainkan Ia datang menguatkan manusia. Kehidupan serta tindakan Yohanes Pembaptis menjadi kesaksian akan warta tadi. Ia mengajak orang melihat ke arah lain, ke arah datang-Nya Dia yang akan mengajar kita semua merasakan kasih-Nya. Ia bukan lagi yang jauh, melainkan yang mau mendekat dan peduli akan manusia dengan segala kelemahannya. Sehingga kita semua mampu hidup terus kendati sering jatuh karena kerapuhan kita.  (FX. Mgn)

Senin, 26 November 2012

MINGGU ADVEN I (C) Minggu, 2 Des 2012



MENYAMBUT KEDATANGAN TUHAN DENGAN BERJAGA-JAGA DAN BERDOA
 

Yer 33:14-16;   
1 Tes 3:12 – 4:2; 
Luk 21:25-28.34-36

        Minggu lalu merupakan Minggu Terakhir Tahun Liturgi Gereja, dan mulai minggu ini kita memasuki Tahun Liturgi yang baru atau ”Tahun Baru Gereja”. Pada tanggal 25 Desember nanti kita merayakan kelahiran Kristus yang telah hadir duaribu tahun lalu dalam hati kita. Kita diminta untuk menyongsong dan menyemarakkan kedatangan-Nya mulai minggu ini selama 4 minggu. Masa persiapan itu kita kenal sebagai Masa Adven atau masa ”Kedatangan”. Kita menantikan kedatangan Tuhan. Dalam Masa Adven pertama ini merupakan masa penantian dan merenungkan misteri kedatangan mulia Sang Kristus pada akhir zaman.
        Tanda-tanda kedatangan-Nya digambarkan, sebagai hari yang menakutkan, alam semesta akan bergoncang dan membuat manusia mati ketakutan. Tetapi penginjil Lukas memberikan harapan baru: Pada saat itu juga orang "akan melihat Anak Manusia datang dalam awan dengan segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya" “Jika semuanya itu mulai terjadi, bangkitlah, angkatlah mukamu, sebab pembebasanmu sudah dekat.” Hal ini mendorong kita untuk selalu berpengharapan dengan bersiap siaga menyambut kedatangan-Nya.

        Bagaimana persiapan kita?
        Bagi kita kedatangan Tuhan tidak harus membuat kita takut dan cemas, tetapi kita sambut dengan suka cita dan siap siaga. Dengan sukacita bukan berarti harus dengan pesta pora atau mabuk-mabukan, tetapi kita sambut dengan iman dan harapan. Dalam kegembiraan menyambut kedatangan Tuhan tidak menekankan pentingnya persiapan hal-hal materi, tetapi lebih persiapan hati dan iman. Seperti dalam Injil hari ini diungkapkan dengan tegas, “Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi, dan supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat.” Tetapi berjaga-jagalah senantiasa sambil berdoa, supaya kamu tahan berdiri di hadapan Anak Manusia. Demikian juga dalam bacaan kedua, Paulus menegaskan pentingnya kita hidup tidak bercacat dan kudus pada waktu kedatangan Tuhan kita.
        Lalu langkah apa yang tepat dalam menyambut kedatangan-Nya pada masa adven pertama ini, agar hidup kita berkenan kepada Allah? Menjalani kehidupan sehari-hari seperti biasa dengan siap siaga, menanti dengan gembira, optimisme dalam pengharapan, sikap tobat dan berpaling kepada Allah. Bertobat artinya, menata hati dan pikiran, perkataan dan perbuatan serta menerima Yesus sebagai Juru Selamat kita. Dengan demikian pesan kedatangan-Nya bukan sebagai malapetaka dan bencana melainkan sebagai berkat. Sebab kedatangan-Nya bukan mau menghakimi tetapi sebagai Penyelamat. Ia datang untuk menunjukkan kepada kita bahwa Allah mencintai manusia dan menginginkan manusia selamat.
        Untuk itu marilah kita berdiri di hadapan Anak Manusia dan tidak takut apa-apa dengan membuka hati untuk keselamatan yang ditawarkan Tuhan. Keterbukaaan hati yang memungkinkan Tuhan diterima dan didengarkan. Keterbukaan hati itulah juga yang memungkinkan kita berkomunikasi dengan Allah, dan hidup dengan pengharapan bukan dengan ketakutan dan kecemasan dalam Yesus Kristus sebagai pribadi pembaharu peradaban manusia. (FX.Mgn).

Senin, 19 November 2012

HR RY KRISTUS RAJA (B) Minggu 25 Nov 2012



IA ADALAH RAJA SEMESTA ALAM YANG MENJADI RAJA DI HATI SETIAP ORANG

Dan 7:13-14;                 
Why 1:5-8;     
Yoh 18:33b-37

          Hari ini adalah akhir tahun liturgi. Setiap akhir tahun liturgi kita merayakan Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam. Apa makna hari raya ini bagi penghayatan iman kita? Sungguhkah Kristus berkuasa dan pantas menjadi Raja atas alam semesta? Dan apa konsekuensinya manakala kita mengakui Kristus sebagai raja kita?
           Menurut pandangan banyak orang, seorang raja selalu dilihat sebagai seorang yang mempunyai kekuasaan yang luar biasa, raja yang tinggal di istana yang megah, memiliki pasukan khusus, kaya raya dan hidupnya mewah. Apa lagi sekarang ini di negeri kita banyak yang ingin menjadi raja-raja kecil. Semua orang ingin berkuasa, ingin dihormati, ingin menguasai orang lain dengan menunjukkan bahwa dirinya satu-satunya yang pantas menjadi raja. Dan kalau perlu setelah berkuasa, memerintah dengan tangan besi untuk bisa mempertahankan kekuasaannya.
           Namun Yesus mempunyai pandangan yang berbeda. Ini terungkap ketika Pilatus menanyai Yesus, apa betul Ia itu raja orang Yahudi? Yesus pun mengakui bahwa Ia adalah Raja, namun keraja­an­nya bukan dari dunia sini. Raja yang wilayah kekuasaan dan pemerintahannya tidak dibatasi oleh dunia. Dia bukan raja yang akan memegang kekuasaan seperti Daud, walau memang Ia keturunan Daud. Yesus adalah Raja yang memerintah dengan cinta kasih. Yang Ia lakukan adalah membantu yang lemah dan miskin. Ia menggandakan roti untuk 5000 orang, mengusir roh jahat, menyembuhkan segala penyakit dan menghidupkan orang mati. Ia mau menjadi raja di hati setiap orang. Ia datang sebagai Raja yang membawa dan mengajarkan kebenaran ilahi kepada dunia. Ia mengajarkan agar para pemimpin tidak munafik tetapi melayani rakyatnya. Ia datang ke dunia untuk bersaksi akan kebenaran.
            Itulah sebabnya Ia menjadi penghalang bagi orang-orang yang sedang berkuasa. Tampaknya, “kebenaran” dapat membuat hati orang lain tertekan. Maka mereka menjerat-Nya dengan tuduhan palsu dan membunuh-Nya. Tetapi menarik, bahwa kebenaran ini akhirnya menang. Walau Ia dihukum mati dan Ia mati di salib, namun dengan kebangkitan-Nya, justru Yesus dijadikan Raja untuk semesta alam, yaitu Raja yang membawa kebenaran dan keadilan kepada umat manusia melalui darah-Nya. Ia menjadi Raja justru melalui penyaliban-Nya.
           Injil mewartakan Yesus sebagai Mesias dari Tuhan. Dalam arti itu, ia memiliki martabat raja. Namun demikian, wujud martabat itu bukan kecermelangan duniawi melainkan kelemahlembutan, kesederhanaan, kemampuan ikut merasakan penderitaan orang dan mengajarkan kepada orang banyak, siapa Ia itu sesungguhnya.
           Dengan merayakan Kristus Raja Semesta Alam, dirayakan juga kebesaran manusia, kebesaran martabat manusia sejati yakni manusia seperti yang dikehendaki Pencipta. Raja yang lahir dalam kemanusiaan yang sederhana, tapi yang juga mendapat perkenan Yang Maha Kuasa. Yesus menjadi Pribadi yang penuh kuasa, berwibawa dalam perkataan dan perbuatan. (Mrk 1:27; Luk 4:32; Luk 24:19). Perkataan dan perbuatan-Nya membuat orang lain menemukan kebenaran sejati, membuat banyak orang tertarik kepada-Nya dan menjadi pengikut-Nya. (FX.Mgn)

Senin, 12 November 2012

MINGGU BIASA XXXIII (B) Minggu, 18 Nov 2012


MENANTIKAN AKHIR ZAMAN DENGAN MENGIKUTI KEHENDAK TUHAN DAN MENJALANKAN SABDA-NYA

Dan 12:1-3;               
Ibr 10:11-14.18       
Mrk 13:24-32

Membincangkan akhir zaman atau hari kiamat sungguh menarik dan seru. Karena sering dibahas, diperbincangkan tetapi tidak pernah terbukti, lalu sebagian besar orang menjadi masa bodoh. Kalau terjadi ya terjadilah, tokh akan dihadapi bersama-sama oleh umat manusia. Namun begitu, cerita tentang akhir zaman ini ada juga yang membuat takut dan khawatir sebagian orang bila itu terjadi. Sebab ada yang beranggapan bahwa dunia yang gemerlap ini akan segera berakhir dan musnah tiada bekas. Akan terjadi penganiayaan dan siksaan besar serta kekacauan di muka bumi.
NASA pun meramalkan bahwa akan terjadi kegelapan selama tiga hari pada bulan Desember tahun ini, tepatnya tanggal 23 sampai 25. Menurut perkiraan ilmuwan dari Amerika Serikat itu bahwa akan terjadi kesejajaran alam semesta di mana matahari dan bumi ada dalam satu garis lurus untuk pertama kalinya. Ada yang beranggapan setelah hari dan tanggal itu akan terjadi perubahan besar, dan mereka yang bertahan akan melihat dunia yang benar-benar baru. 
Demikian pula Sabda Yesus dalam Injil hari ini menyebutkan gejala-gejala alam yang akan menyertai datangnya akhir dunia, sangat mengejutkan dan menakutkan. Matahari akan menjadi gelap, dan bulan tidak bersinar lagi; apalagi bintang-bintang pun akan berjatuhan dari langit. Memang betul bahwa dunia ini akan berakhir, tetapi kapan semua orang tiada yang tahu, yang kita tahu hanya tanda-tanda zaman seperti yang disampaikan Yesus sendiri. Apa yang disampaikan Yesus bisa membuat ketegangan dan kegelisahan hati. Hal ini ada kesan bahwa penghakiman terakhir akan segera tiba.
Memang kalau kita memperhatikan bacaan pertama hari ini, akhir zaman digambarkan sebagai saat penghakiman. Di balik gambaran yang menakutkan itu, Yesus sebenarnya mau berpesan kepada para murid dan kita semua sebagai pengikut-Nya supaya berjaga-jaga dan penuh pengharapan. Bila saat itu tiba, agar kita siap dan dengan ikhlas meninggalkan segala-galanya untuk ikut bersama-Nya. Peringatan yang disampaikan Yesus tentang datangnya akhir zaman yang ditandai dengan siksaan-siksaan dan perubahan alam, banyak yang menanggapi dengan membuat ramalan-ramalan kapan akan terjadi, namun belum pernah satupun ramalan itu terbukti. Hari kiamat pasti datang atau kedatangan Anak Manusia yang kedua kalinya ke dunia pada akhir zaman, itu pasti. Kenapa takut?

Bagaimana mempersiapkan hal itu?
Masalah akhir zaman, sebaiknya kita tidak perlu memikirkan kapan itu terjadi. Yang perlu bagaimana kita mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Setiap hari merupakan hari yang kita siapkan, kita rencanakan, kita isi dalam Tuhan. Jika kita selalu mengikuti kehendak-Nya dan menjalankan Sabda Allah dengan penuh iman adalah merupakan persiapan menyongsong datangnya akhir zaman. Dengan membuat niat untuk terus-menerus bertobat, memperbaiki diri, mendekatkan diri kepada Tuhan, selalu berdoa dan tekun berbuat baik merupakan sikap berjaga-jaga. Berjaga-jaga dengan penuh pengharapan, karena saat yang akan tiba adalah saat pengampunan dan saat keselamatan.
Dengan mengikuti kehendak-Nya dan mengandalkan Sabda-Nya, kita akan siap memasuki hidup abadi bersama Dia. Seperti pesan-Nya bahwa langit dan bumi akan berlalu tetapi Sabda-Nya tidak akan berlalu. Di samping berjaga-jaga, kita harus yakin dan selalu bersyukur atas belas kasih Allah dalam Yesus Kristus yang selalu mengalir deras dalam diri kita. Inilah sumber pengharapan iman kita. (FX. Mgn)

Senin, 05 November 2012

MINGGU BIASA XXXII (B) Minggu, 11 Nov 2012



RELA BERBAGI KARENA IMAN

1 Raj 17:10-16;                         
Ibr 9:24-28;                                 
Mrk 12:38-44

        Cinta kasih akan nampak bila dinyatakan dalam tindakan. Seringkali kita berbicara tentang cinta kasih, tetapi begitu untuk membuktikan kita pikir-pikir dulu dan berhitung dulu. Semua pengeluaran uang harus dengan perhitungan yang cermat. Apa lagi pada masa keuangan seret, wajar jika orang membuat skala prioritas. Yang dianggap terpenting didahulukan, yang lain terpaksa diabaikan.
Seperti sikap janda di Sarfat ketika Nabi Elia datang minta dibuatkan roti. Mulanya ia menolak karena tepung miliknya tinggal segenggam lagi. Hanya cukup untuk dimakan berdua bersama anaknya. Ini prioritas pertama! Namun, Elia memberinya janji ilahi. Jika sang janda berani membalik prioritasnya dengan mendahulukan pemberian untuk sang hamba Tuhan, tepung itu tak akan habis. Janji ini tampaknya tak masuk akal, tetapi sang janda mengimani. Mukjizat pun terjadi. Ia bisa memberi, tetapi tetap berkecukupan!
Begitu juga janda miskin yang memberikan seluruh harta miliknya yaitu dua keping uang ke dalam peti persembahan bukan berarti ia tidak dengan perhitungan. Janda miskin itu mengorbankan segala milik duniawinya sebagai kesaksian atas imannya akan Sabda yang memberi kehidupan secara lebih jujur. Dalam kemiskinannya ia menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan dan dengan begitu ia mengungkapkan imannya yang mendalam. Ia memberikan segala-galanya yang ia miliki kepada Tuhan karena menganggap Tuhan lebih penting daripada keperluan hidupnya sendiri.
Demikian juga, Allah yang mau mengambil resiko mengorbankan Putra-Nya sendiri, agar manusia bersedia mengorbankan dirinya. Manusia dituntut mau mengorbankan yang mereka miliki. Dengan tidak segan-segan mempersembahkan yang kita miliki kepada Tuhan, maka pada saatnya Tuhan akan memberikan yang lebih banyak dan berarti bagi hidup kita. Tuhan akan memberikan berlipat ganda, bila kita rela mempersembahkan yang kita miliki kepada-Nya.

Bagaimana seharusnya?
Memberikan sesutu kepada orang lain yang membutuhkan, bila kita sendiri sedang butuh, memang tidak mudah. Namun, disinilah letak nilai pemberian. Nilai pemberian itu menjadi sungguh tinggi, karena kita mau memberikan dari yang kita perlukan, bukan dari apa yang sudah tidak kita perlukan lagi. Kita memberi dari kekurangan kita, bukan karena kelimpahan kita. Seperti yang diamati dan diungkapkan Yesus dalam Injil hari ini, janda yang miskin itu memberikan derma dari uangnya yang sedikit yang sebenarnya masih ia perlukan sendiri. Yang mau ditekankan Yesus dalam memberikan sesuatu kepada orang lain adalah sikap dasarnya, yaitu cinta yang mendalam. Cinta yang mendalam itu terungkap dalam keberanian untuk memberikan sesuatu yang terbaik kepada orang yang dicintainya, meskipun sesuatu itu masih dibutuhkannya sendiri.
Menimba pengalaman si janda miskin yang memberikan semua harta miliknya yang hanya sedikit itu diharapkan kita mau dan rela berbagi kepada sesama yang membutuhkan. Walau selagi dalam kekurangan tetapi mau berbagi dari kekurangan kita, mengarahkan kita jadi mengerti bagaimana rasanya orang kalau tidak mempunyai apa-apa dalam hidupnya. Dan selagi dalam kelimpahan kita terdorong untuk mau memberikan lebih banyak lagi, bukan karena kita tidak membutuhkan lagi tetapi karena kepedulian kita kepada mereka yang belum bisa menikmati hidup yang layak.  
Semoga cerita tentang dua janda tadi menggerakkan kita untuk memberi dan berbagi untuk kehidupan orang lain. Memberi berdasarkan iman bukan memberi dengan hitung-hitungan. Karena Allah telah memberi kehidupan kita dengan segala kemurahan-Nya dan berkat-Nya tanpa perhitungan. Allah tidak pernah menarik dan meminta kembali. Bahkan Allah justru meminta kita untuk membagi-bagikan pemberian-Nya itu kepada sesama yang membutuhkannya. (FX. Mgn)

Senin, 29 Oktober 2012

MINGGU BIASA XXXI (B) Minggu, 4 November 2012



MENJALANI HIDUP DENGAN KASIH AGAR DEKAT DENGAN KERAJAAN ALLAH
 

Ul 6:2-6;                           
Ibr 7:23-28;                      
Mrk 12:28b-34

Seringkali kita membaca tulisan yang ditempel di muka umum, misalnya, ”Taatillah peraturan lalu lintas di jalan raya.” ”Harap antri dengan tertib”. ”Jagalah kebersihan” ”Dilarang merokok”  Semua yang dipasang itu ditujukan kepada kita dalam melakukan aktifitas bersama di tempat umum.
Namun menjadi keprihatinan kita bersama karena semua pengumuman yang dipsang itu belum dipatuhi atau masih dilanggar, karena tidak paham atau memang masa bodoh. Lalu menjadi pertanyaan bagi kita, apa yang harus kita lakukan dengan aturan dan hukum yang sudah ada? Perlukah ada pembaruan hukum yang lebih tegas dan menjadi hukum utama?

Pertanyaan yang sama juga ada seperti pada Injil hari ini. Orang Farisi prihatin akan penghayatan hukum, lalu bertanya kepada Yesus, hukum mana yang paling utama dan yang paling penting? Sebab hukum agama Yahudi mempunyai ratusan aturan. Maklum, ada 613 hukum, 365 di antaranya ialah larangan dan yang 248 perintah.
Yesus tahu bahwa ahli Taurat bermaksud menjajaki pengetahuan keagamaannya. Yesus menjawab dengan mengutip Ul 6:4-5 bahwa perintah yang terutama dan yang pertama ialah "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu!". Kemudian, dengan merujuk pada Im 19:18, ditegaskannya bahwa perintah yang kedua ialah "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!" Ditandaskannya pula, tak ada perintah lain yang lebih utama dari pada kedua perintah itu.

Bagaimana dengan kita?
Sebagai pengikut-Nya kita harus hidup menuruti kehendak-Nya dan menaati perintah-Nya. Sebab sudah sejak dari zaman dahulu, sekarang pun orang banyak ditentukan oleh peraturan dan hukum. Oleh karena itu, perintah manakah yang utama yang harus kita lakukan? Dalam Injil sudah ditampilkan dengan jelas dasar hukum bagi segala pertaturan dan hukum, yakni hubungan kasih dengan Allah dan manusia. Hubungan baik dengan Allah terwujud dalam hubungan baik dengan sesama. Dengan menjalin hubungan baik dengan Allah dan sesama akan terjadi keselarasan seperti yang diharapkan Yesus tadi, yaitu mencintai Allah dan sesama.
Untuk itulah, kembali pada pertanyaan diatas apa yang harus kita lakukan dalam mengatasi ketidaktaatan hukum dan aturan dalam ketertiban umum? Jawabnya, untuk meningkatkan ketertiban umum dan kenyamanan hidup bersama memang  tidak ada jalan lain, kita harus mengikuti aturan dan hukum yang tadinya berawal dari kesepakatan-kesepakatan yang kita bangun dan kemudian disetujui bersama sebagai wujud kasih.
Semoga kita mampu menjalani kehidupan ini dengan sungguh-sungguh mewujudkan kasih seperti sabda Yesus, agar kita  tidak jauh dari kerajaan Allah. ( FX. Mgn)