SELAMAT DATANG DAN SELAMAT BERJUMPA

Senin, 19 September 2011

BUKAN MENURUTI KEHENDAK SENDIRI TETAPI MENGUTAMAKAN KEHENDAK ALLAH

MINGGU BIASA XXVI (A)
Minggu, 25 September 2011

Yeh 18:25-28;
Flp 2:1-11;
Mat 21:28-32

Gathul terkenal di kampungnya sebagai orang Katolik yang sangat menonjol. Dimanapun ia berada, tak malu-malu memperkenalkan diri dan menyebut dirinya sebagai pengikut Kristus. Dalam diskusi-diskusi tentang iman maupun Kitab Suci, ia sangat menonjol. Dia tak segan-segan mengritik saudara-saudaranya yang takut-takut memperkenalkan diri sebagai orang Katolik. Tetapi sayang di rumah ia berperilaku kasar dan main kuasa. Anak dan istrinya dianggap bawahannya. Bahkan di kalangan tetangga ia terkenal sebagai rentenir, yang meminjamkan uang dengan bunga yang mencekek leher.
Lain lagi dengan Soklipo. Di tempat kerjanya tidak ada yang tahu bahwa ia Katolik, karena ia tidak pernah menyatakan  secara terbuka sebagai orang Katolik. Yang penting bekerja dan tidak berbuat aneh-aneh. Berbuat baik dengan menolong orang lain tanpa menonjolkan dirinya. Di rumah ia juga disenangi keluarganya karena ia sangat pengertian terhadap istri dan anak-anaknya. Bahkan, di kampungnya ia dikenal sebagai orang yang murah hati dan entengan oleh tetangganya.
Perumpamaan yang disampaikan Yesus dalam Injil hari ini kurang lebihnya sama yang dilakukan Gathul dan Soklipo. Gathul dan Soklipo tadi merupakan dua contoh orang beriman bagaimana bersikap dalam menanggapi ajakan Tuhan dan mengejawantahkan imannya. Gathul secara formal menyatakan diri sebagai seorang Katolik, tetapi dalam hidupnya berlawanan dengan semangat kristiani. Sikap Gathul seperti perumpamaan “anak sulung” yang tampil sebagai orang baik, taat dan langsung menyanggupi perintah ayahnya tetapi tidak melaksanakannya. Sebaliknya Soklipo sikapnya serupa dengan “si bungsu” tampil sebagai pembangkang dan tidak taat, mudah menentang tanpa berpikir lebih dahulu, tetapi ia mau bertobat dan akhirnya melaksanakan perintah ayahnya. Soklipo, secara formal tidak menyatakan diri sebagai orang Katolik tetapi dalam hidupnya berperilaku sebagai pengikut Yesus yang mencintai sesamanya.
Menurut Yesus orang yang secara formal mengakui imannya tetapi tidak pernah melakukan apa yang ia yakini, sikap demikian dianggap tidak baik. Sedangkan sikap orang yang tidak menonjolkan agamanya tetapi melakukan kehendak Tuhan dengan berbuat kasih terhadap sesama, itulah yang berkenan di hadapan Tuhan. Orang mau melakukan kehendak Tuhan diperlukan keberanian yang besar dan kehendak kuat untuk melawan kehendaknya sendiri yang kadang-kadang sangat berlebihan. Semestinya tidak hanya mencari kepentingan diri sendiri atau sekedar mencari pujian-pujian yang sia-sia bila dalam mencintai sesama, tetapi diperlukan kerendahan hati seperti Tuhan sendiri. “Meskipun Ia setara dengan Allah, Ia tidak menyamakan diri-Nya dengan Allah, melainkan merendahkan diri-Nya sebagai hamba”.
           Perumpamaan tentang anak sulung dan anak bungsu yang diungkapkan Yesus dalam Injil hari ini mengingatkan saya yang masih harus belajar beriman. Tidak cukup berseru-seru, “Tuhan-Tuhan!” melainkan masih harus belajar untuk lebih melakukan apa yang menjadi kehendak Tuhan (Mat 7:21). Marilah kita membangun komunitas keluarga yang melaksanakan Sabda dan bukan sekedar hafal tentang Sabda Allah, tetapi hidup menurut kehendak Allah. (FX. Mgn)